Minggu, 05 Agustus 2012

PRODUKTIVITAS ORGANISASI


PRODUKTIVITAS ORGANISASI PENDIDIKAN
                                                           Syafrudin, SKM, M.Kes.
A.    LATAR BELAKANG
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, produktivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu; daya produksi; dan keproduktifan. Dapat didefinisikan secara sederhana bahwa produktivitas perusahaan adalah cara atau kemampuan suatu organisasi pendidikan untuk meningkatkan kemampuannya, bisa melalui inovasi terhadap produk sebelumnya maupun menciptakan produk baru.
Istilah organisasi sendiri berasal dari bahasa Latin: organizare. Secara harafiahorganize berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, organisasi adalah sebuah kesatuan atau susunan yang terdiri dari bagian-bagian para anggota dalam perkumpulan tersebut untuk tujuan tertentu. Karl Weick (dalam West dan Turner, 2008) mengungkapkan bahwa organisasi adalah suatu sistem yang menyesuaikan dan menopang dirinya dengan mengurangi berbagai macam ketidakpastian yang mungkin saja dihadapi. Weick juga menjelaskan bahwa ada kesinambungan kerja antara pekerja yang satu dengan pekerja lainnya. Perilaku yang berkesinambungan artinya hasil kerja seorang anggota berpengaruh pada pekerjaan anggota lainnya, sehingga ada rasa saling bertanggung jawab antar para anggota organisasi. Tujuannya adalah untuk mencapai sebuah kesuksesan dalam tujuan yang telah disepakati bersama.

B.     ORGANISASI
1.   PENGERTIAN ORGANISASI
Organisasi merupakan sesuatu yang telah melekat dalam kehidupan kita,
karena kita adalah makhluk sosial. Kita hidup di dunia tidaklah sendirian, melainkan
sebagai manifestasi makhluk sosial, kita hidup berkelompok, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Organisasi yang selama ini kita kenal merupakan
sesuatu yang tidak berwujud atau abstrak yang sulit dilihat tetapi bisa kita rasakan
manfaatnya. Keberadaan organisasi dalam kehidupan bermasyarakat dapat kita
rasakan, walaupun organisasinya sendiri tidak bisa kita lihat maupun kita raba.
Untuk menjadi kongkret maka organisasi tersebut memiliki nama jenis tertentu
seperti Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Organisasi UNJ tidak bisa kita lihat
atau raba, tetapi kita bisa merasakan adanya bermacam-macam peraturan seperti
keharusan memiliki kartu tanda mahasiswa (KTM) bagi mahasiswa yang menempuh
pendidikan di UNJ, adanya peraturan akademik yang mengatur sistem
pembelajaran, dan adanya statuta universitas yang mengatur civitas akademika
UNJ, yang menunjukkan adanya organisasi yang melingkupi dan mengatur
kehidupan akademik civitas akademika.
Pemberian nama jenis tertentu dalam organisasi menunjukkan tempat kerja
organisasi bersangkutan. Untuk menunjukkan secara jelas organisasi bersangkutan
maka organisasi harus membentuk struktur organisasi sehingga nampak jelas
organisasi yang dimaksud.
2.   CIRI ORGANISASI  BIROKRASI MENURUT WEBER
a.    Suatu organisasi terdiri dari :
1)   Hubungan - hubungan yang ditetapkan antara jabatan- jabatan
2)   Jabatan selalu ditujukkan dengan sebutan-sebutan seperti manajer, penyelia, analis senior, dll
b.   Tujuan atau rencana organisasi terbagi kedalam tugas-tugas.
1)   Tugas organisasi disalurkan diantara berbagai jabatan sebagai kewajiban resmi.
2)   Ketentuan kewajiban dan tanggung jawab melekat pada jabatan.
3)   Job desk adalah suatu metode untuk memenuhi karakteristik ini.
4)   Pembagian kerja yang jelas diantara jabatan-jabatan merupakan implikasi ciri ini yang memungkinkan terciptanya derajat spesialisasi dan keahlian yang tinggi diantara para pagawai.
c.    Kewenangan untuk melaksanakan kewajiban diberikan kepada jabatan. Seseorang diberi kewenangan untuk melakukan tugas jabatan adalah ketika ia secara sah menduduki jabatannya (kewenangan legal)
d.   Garis kewenangan dan jabatan diatur menurut suatu tatanan hierarkis. Hierarki mengambil bentuk umum suatu piramida yang menunjukkan setiap pegawai bertanggung jawab kepada atasannya. Ruang lingkup kewenangan atasan pada bawahan secara tegas dibatasi konsep komunikasi keatas (upword communication) dan komunikasi kebawah (downword communication)
e.    Sistem aturan dan regulasi yang umum tetapi tegas yang ditetapkan secara formal mengatur tingdakan dan fungsi jabatan dalam organisasi. Peraturan membantu terciptanya keseragaman operasi dan menjamin kelangsungan terlepas dari perubahan pegawai
f.    Prosedur dalam organisasi bersifat formal dan impersonal yaitu peraturan organisasi berlaku bagi setiap orang. Pejabat diharapkan mempunyai orientasi yang impersonal dalam hubungan mereka dengan langganan dan pejabat lainnya. Mereka harus mengabaikan pertimbangan pribadi dan tidak mudah terpengaruh.
g.   Sikap dan prosedur untuk menerapkan suatu sistem disiplin merupakan bagian dari organiosasi. Agar individu dapat bekerja efisien mereka harus mempunyai keterampilan yang diperlukan dan menerapkan keterampilan tersebut secara rasional dan energik. Organisasi membutuhkan suatu program disiplin untuk menjamin kerja sama dan efisiensi
h.   Anggota organisasi harus memisahkan kehidupan pribadi dan organisasi. Banyak organisasi yang berkorban untuk memperhatikan kehidupan pribadi pegawai agar pegawai secara penuh memusatkan perhatian pada pekerjaan masing-2.
i.     Pegawai dipilih untuk bekerja dalam organisasi berdasarkan kualifikasi bisnis bukannya koneksi keluarga atau koneksi lainnya
j.     Meskipun pekerjaan dalam birokrasi dalam kecakapan teknis kenaikan jabatan dilakukan berdasarkan senioritas dan prestasi kerja. Setelah melalui masa percobaan pejabat memperolah kedudukan tetap dan terlindungi dari pemecatan semena-mena. Pekerjaan dalam organisasi merupakan karir seumur hidup memberikan keamanan dalam jabatan.

3.   PRINSIP-PRINSIP DALAM PENGORGANISASIAN
a.    Organisasi Harus Mempunyai Tujuan yang Jelas.
Organisasi dibentuk atas dasar adanya tujuan yang ingin dicapai, dengan demikian tidak mungkin suatu organisasi tanpa adanya tujuan.
b.   Prinsip Skala Hirarkhi.
Dalam suatu organisasi harus ada garis kewenangan yang jelas dari pimpinan, pembantu pimpinan sampai pelaksana, sehingga dapat mempertegas dalam pendelegasian wewenang dan pertanggungjawaban, serta akan menunjang efektivitas jalannya organisasi secara keseluruhan.


c.    Prinsip Kesatuan Perintah.
Dalam hal ini, seseorang hanya menerima perintah atau bertanggung jawab kepada seorang atasan saja.
d.   Prinsip Pendelegasian Wewenang
Seorang pemimpin mempunyai kemampuan terbatas dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga perlu dilakukan pendelegasian wewenang kepada bawahannya. Pejabat yang diberi wewenang harus dapat menjamin tercapainya hasil yang diharapkan.  Dalam pendelegasian, wewenang yang dilimpahkan meliputi kewenangan dalam pengambilan keputusan, melakukan hubungan dengan orang lain, dan mengadakan tindakan tanpa minta persetujuan lebih dahulu kepada atasannya lagi
e.    Prinsip Pertanggungjawaban
Dalam menjalankan tugasnya setiap pegawai harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada atasan.
f.    Prinsip Pembagian Pekerjaan.
Suatu organisasi, untuk mencapai tujuannya, melakukan berbagai aktivitasataukegiatan. Agar kegiatan tersebut dapat berjalan optimal maka dilakukan pembagian tugasataupekerjaan yang didasarkan kepada kemampuan dan keahlian dari masing-masing pegawai . Adanya kejelasan dalam pembagian tugas, akan memperjelas dalam pendelegasian wewenang, pertanggungjawaban, serta menunjang efektivitas jalannya organisasi.
g.   Prinsip Rentang Pengendalian.
Artinya bahwa jumlah bawahanataustaf yang harus dikendalikan oleh seorang atasan perlu dibatasi secara rasional. Rentang kendali ini sesuai dengan bentuk dan tipe organisasi, semakin besar suatu organisasi dengan jumlah pegawai yang cukup banyak, semakin kompleks rentang pengendaliannya.
h.   Prinsip Fungsional.
Bahwa seorang pegawai dalam suatu organisasi secara fungsional harus jelas tugas dan wewenangnya, kegiatannya, hubungan kerja, serta tanggung jawab dari pekerjaannya


i.     Prinsip Pemisahan.
Bahwa beban tugas pekerjaan seseorang tidak dapat dibebankan tanggung jawabnya kepada orang lain.
j.     Prinsip Keseimbangan.
Keseimbangan antara struktur organisasi yang efektif dengan tujuan organisasi. Dalam hal ini, penyusunan struktur organisasi harus sesuai dengan tujuan dari organisasi tersebut. Tujuan organisasi tersebut akan diwujudkan melalui aktivitasatau kegiatan yang akan dilakukan. Organisasi yang aktivitasnya sederhana (tidak kompleks)
k.   Prinsip Fleksibilitas
Organisasi harus senantiasa melakukan pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan dinamika organisasi sendiri (internal factor) dan juga karena adanya pengaruh di luar organisasi (external factor), sehingga organisasi mampu menjalankan fungsi dalam mencapai tujuannya.
l.     Prinsip Kepemimpinan.
Dalam organisasi apapun bentuknya diperlukan adanya kepemimpinan, atau dengan kata lain organisasi mampu menjalankan aktivitasnya karena adanya proses kepemimpinan yang digerakan oleh pemimpin organisasi tersebut.

4.   UNSUR-UNSUR ORGANISASI
a.       Sebagai wadah atau tempat bekerja sama.
Dapat diartikan sebagai tempat atau kerangka mekanisme pendelegasian kekuasan dan tanggung jawab.
b.      Sebagai proses kerja sama antara dua orang ataulebih.
Pembagain tugas agar pekerjaan dapat berjalan dengan lancar.
c.       Adanya tugas atau kedudukan yang jelas
Adanya pengaturan dan pembagian wewenang, tugas dan tanggung jawab.
d.      Mempunyai tujuan tertentu.
Tujuan yang telah ditetapkan menjadi suatu acuan dalam tugas untuk mencapainya.



C.    PRODUKTVITAS
1.      Pengertian
Produktivitas adalah rasio output dan input suatu proses produksi dalam periode tertentu. Input terdiri dari manajemen,  tenaga kerja, biaya produksi, dan peralatan serta  waktu. Output meliputi produksi, produk penjualan, pendapatan, pangsa pasar, dan kerusakan produk. Dalam perspektif normatif, pengertian produktivitas adalah kalau hari ini karyawan lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari sekarang.
2.      Faktor-faktor yang dapat memengaruhi terjadinya produktivitas yang rendah meliputi: a. Pada tingkat makro
(1) Kondisi Perekonomian : reit pajak yang rendah; tabungan dan investasi yang meningkat; regulasi yang berlebihan; tingkat Inflasi tinggi; fluktuasi ekonomi; harga energi tinggi; keterbatasan bahan baku; perlindungan berlebihan dan keterbatasan kuota; dan subsidi berlebihan yang menimbulkan inefisiensi.
(2) Kondisi Industri: kurangnya riset dan pengembangan danregulasi antimonopoli berlebihan.
(3) Regulasi pemerintah: birokrasi panjang; produktivitas pemerintahan rendah; pemborosan pemerintah dan tingkat korupsi tinggi.
(4) Karakteristik Angkatan Kerja : standar pendidikan rendah; reit melek huruf rendah; etos kerja rendah; pergeseran ke sektor jasa; reit kriminal tinggi; pergeseran sistem nilai dan sikap.

b. Pada Tingkat Mikro
(1)  Organisasi: pabrik-pabrik tua;  mesin-mesin tua; kekurangan alat dan pabrik; riset dan pengembangan kurang dan kondisi  fisik tempat kerja kurang nyaman.
(2)  Manajemen : kurang perhatian terhadap mutu; kelebihan staf pegawai; spesialisasi pekerja yang berlebihan; kurang perhatian terhadap faktor-faktor manusia; perhatian terhadap isyu legal yang berlebihan; kurangnya perhatian pada persoalan merger; kurangnya perhatian terhadap pelatihan dan pengembangan Gaji eksekutif berlebihan,sementara gaji karyawan tidak memadai; resisten terhadap perubahan; penurunan perhatian terhadap risiko kerja; sikap bermusuhan terhadap serikat pekerja; dan manajemen kepemimpinan otoriter.
(3)  Karyawan: lebih senang dengan waktu santai; resisten terhadap perubahan; tidak bangga pada pekerjaan; kekerasan karena alkohol dan obat-obatan terlarang; pengalaman kerja kurang; etos kerja yang kurang; rendahnya pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, sikap dan perilaku; kondisi kesehatan yang kurang; dan kemampuan berkomunikasi yang kurang.

Seperti halnya pada mutu produk, pengertian mutu SDM dapat dilihat dari sisi input karyawan, proses, output dan outcome. Semua sisi saling berhubungan. Beberapa kriteria untuk menilai produktivitas dan mutu meliputi:
 Sisi Input
a.       Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang tinggi
b.      Sikap tentang mutu yang tinggi
c.       Ketrampilan kerja  tinggi
d.      Pengalaman kerja luas
e.       Kesehatan fisik prima
Sisi Proses
a.       Jumlah kesalahan yang rendah : mendekati nol
b.      Jumlah karyawan yang keluar semakin rendah
c.       Waktu kerja lembur bertambah
d.      Ketidakhadiran karyawan semakin kecil
e.       Kerusakan atau kesalahan rendah
f.       Derajad respon tinggi
g.      Biaya produksi perunit yang rendah
h.      Kecermatan semakin tinggi
i.        Kelengkapan proyek semakin tinggi
Sisi Output
a.    Kepuasan konsumen yang semakin tinggi
b.    Peningkatan penjualan barang
c.     Penerimaan dari investasi semakin meningkat
d.    Output perkaryawan semakin tinggi
e.     Nilai rupiah penjualan semakin meningkat
f.     Keuntungan semakin besar
Sisi Outcome
a.    Pangsa pasar yang semakin besar
b.    Penghasilan dari setiap pangsa semakin besar
c.     Keluhan pelanggan pelanggan semakin kecil
d.    Semakin besarnya peluang karir karyawan
e.     Semakin besarnya peluang perusahaan untuk berkembang.

Dalam prakteknya  mengukur hasil utama dari suatu proses  penerapan tugas, fungsi dan tanggung jawab dari karyawan akan beragam sesuai dengan jenis produk perusahaan. Berikut ini diberikan beberapa contoh keragaman tersebut.
a.    Perusahaan perkebunan karet : jumlah dan kualitas produk, biaya, waktu, pelanggan (pengolahan sekunder),
b.   Perusahaan makanan : kualitas, output, biaya, waktu, staf dan pelanggan,
c.    Perusahaan pabrik mobil : nilai pemegang saham, mutu produk, mutu manusia, kepuasan pelanggan,
d.   Perusahaan angkutan darat : kualitas, biaya, ketepatan waktu, pelayanan bagi pelanggan, dan keselamatan,
e.    Perusahaan jaringan bisnis : kepemimpinan dan individu, kualitas, pelayanan bagi pelanggan, kemitraan, kerjasama tim

D.    PRODUKTIVITAS ORGANISASI PENDIDIKAN
Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization (1976), mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas. Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach (1977), mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.
Karl Weick sebagai pelopor teori pendekatan sistem informasi melihat organisasi sebagai suatu bagian kehidupan yang harus terus-menerus menyesuaikan diri terhadap suatu perubahan lingkungan untuk tetap bertahan. Pengorganisasian merupakan proses dimana sekumpulan individu memahami informasi yang terlihat tidak jelas atau samar-samar melalui pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi. Dalam teorinya, Weick berasumsi bahwa organisasi akan bertahan dan tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya mengikutsertakan banyak kebebasan (free-flowing) sesuai dengan lingkungan sekitarnya dan komunikasi interaktif antara perusahaan dengan konsumen atau target audience. Untuk itu, ketika dihadapkan pada situasi yang tidak menentu, pemimpin perusahaan harus bertumpu pada komunikasi daripada bertumpu pada aturan-aturan.
Weick memandang pengorganisasian sebagai proses perubahan yang bersandar pada sebuah rangkaian tiga proses yaitu penentuan (enactment), seleksi (selection), dan penyimpanan (retention). Penentuan adalah pendefinisian situasi, atau pengumpulan informasi yang tidak jelas dari luar organisasi atau perusahaan.Tahap ini merupakan tahap perhatian pada rangsangan dan pengakuan bahwa ada ketidakjelasan dalam penafsiran informasi oleh masing-masing anggota organisasi.
Dalam tahap seleksi, proses yang terjadi adalah dimungkinkannya kelompok untuk menerima aspek-aspek tertentu dan menolak aspek-aspek lainnya dari informasi. Ini mempersempit bidang pembahasan dengan menghilangkan alternatif-alternatif yang tidak ingin dihadapi oleh organisasi. Proses ini akan menghilangkan lebih banyak ketidakjelasan dari informasi awal.
Penyimpanan yaitu proses menyimpan aspek-aspek tertentu yang akan digunakan pada masa mendatang. Informasi yang dipertahankan diintegrasikan ke dalam kumpulan informasi yang sudah ada yang menjadi dasar bagi beroperasinya organisasinya.
Setelah dilakukan penyimpanan, para anggota organisasi menghadapi sebuah masalah pemilihan yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan kebijakan organisasi. Misalnya pemikiran bahwa apakah memang perlu diambil sebuah tindakan berbeda dari tindakan-tindakan sebelumnya atau tidak?
Bagian-bagian kelompok individual dalam organisasi terus-menerus melakukan kegiatan di dalam proses-proses ini untuk menemukan aspek-aspek lainnya dari lingkungan. Meskipun berdasarkan batasan-batasan tertentu dari organisasi mungkin mengkhususkan pada satu atau lebih dari proses-proses organisasi dimana hampir semua orang atau anggota organisasi ikut terlibat dalam setiap bagian pengorganisasian setiap saatnya.
Hal ini menciptakan sebuah siklus perilaku. Siklus perilaku adalah kumpulan-kumpulan perilaku yang saling bersambungan yang memungkinkan kelompok untuk mencapai pemahaman tentang pengertian-pengertian apa yang harus dimasukkan dan apa yang ditolak. Di dalam siklus perilaku, tindakan-tindakan anggota dikendalikan oleh aturan-aturan berkumpul yang memandu pilihan-pilihan rutinitas yang digunakan untuk menyelesaikan proses yang tengah dilaksanakan (penentuan, seleksi, atau penyimpanan).

Weick beranggapan bahwa organisasi berada dalam sebuah lingkungan, bukan hanya lingkungan fisik, tapi juga information environtment. Individu menciptakan lingkungan ini melalui proses enactment yang menyatakan bahwa anggota organisasi yang berbeda akan memahami informasi dengan cara berbeda pula dan oleh karena itu menciptakan lingkungan informasi yang berbeda.
Dalam teori Weick, tujuan utama dari berorganisasi adalah mengurangiequivocality dalam lingkungan informasi (mengurangi ketidakpastian yang tidak bisa dipisahkan dari lingkungan informasi suatu organisasi). Dalam sebuah situasi yangequivocal, ada banyak interpretasi yang bisa digunakan dalam suatu kejadian. Untuk mengurangi equivocality, Weick merumuskan dua hal: assembly rules dancommunication cycle.
Assembly rules (peraturan buatan) adalah prosedur yang bisa memandu anggota organisasi dalam menetapkan pola tertentu dari proses sensemaking. Akan tetapi, ketika equivocality sedang tinggi, anggota organisasi melakukan siklus komunikasi. Melalui siklus komunikasi ini, anggota organisasi berusaha memahami situasi dalam lingkungan yang equivocal. Penggunaan assembly rules dan siklus komunikasi sangat penting dalam tahap seleksi.
Dalam kondisi dimana equivocality tidak terlalu tinggi, biasanya organisasi memiliki assembly rules atau peraturan yang sudah terpola untuk kondisi tertentu. Misalnya, ketika seorang pemimpin meminta bawahannya membuatkan surat resmi, maka bawahannya sudah tahu bagaimana seharusnya surat itu dibuat, karena adaform yang sudah dibuat sebelumnya dan selalu digunakan dalam situasi demikian. Akan tetapi ketika equivocality tinggi, maka communication cycle akan berlaku. Contohnya: ketika suatu negara dikelola oleh sistem pemerintahan yang baru, segala sesuatunya diganti termasuk peraturan-peraturan yang lama. Karena tidak adaassembly rules, maka para anggota pemerintahan yang sudah bekerja sejak lama disana mengandalkan kemampuan komunikasinya untuk menafsirkan informasi dalam lingkungan barunya, yaitu dengan cara bertanya pada rekannya atau langsung pada atasannya dan sebagainya.
Dalam rumusannya, Weick menyatakan bahwa struktur ditandai oleh perilaku pengorganisasian, dimana komunikasi kemudian menjadi proses penting yang menghasilkan struktur organisasi. Menurut konsep Weick, suatu sistem jelas bersifat manusiawi.Manusia tidak hanya menjalankan organisasi, tapi maunusia juga merupakan organisasi itu sendiri (Wayne, 2005: 79).
Hal ini kemudian direkatkan lagi pada pemahaman bahwa ketika lingkungan organisasi dapat diidentifikasi dengan benar, maka organisasi harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut untuk menjaga kesinambungan dan agar fungsi organisasi dapat berjalan optimal. Weick mengidentifikasikan pengorganisasian sebagai suatu gramatika (sejumlah aturan dan praktik organisasi) yang disahkan secara mufakat (realitasnya berdasarkan pengalaman para anggota organisasi) untuk mengurangi ketidakjelasan dengan menggunakan perilaku-perilaku bijaksana yang saling bertautan (Weick. 1979: 3). Pengorganisasian juga memiliki interaksi ganda. Misalnya, pegawai A berkomunikasi dengan pegawai B yang kemudian memberi respon. Saat pegawai B merespon, maka pegawai A membuat beberapa penyesuaian terhadap respon tersebut (bisa berupa tanggapan atau bertanya kembali atau hanya berupa bahasa nonverbal saja).
Berdasarkan ciri-ciri pengorganisasian di atas, produktivitas perusahaan dapat berubah-ubah (meningkat dan menurun) sesuai dengan penerapannya. Produktivitas perusahaan dapat meningkat ketika perusahaan itu sendiri dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Artinya, perusahaan perlu mempelajari kebutuhan target audience, misalnya dengan mengadakan survey atau mengadakan interaksi langsung dengan para konsumen. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan dapat lebih terbuka: memahami bagaimana posisi produknya dimata konsumen, dan mengetahui kira-kira inovasi apa lagi yang bisa dilakukan perusahaan.
Produktivitas perusahaan juga dapat meningkat apabila perusahaan mempelajari lebih bagaimana kondisi pasar: selera konsumen atau trend saat ini. Perusahaan juga perlu mempelajari persaingan dengan perusahaan lain, hukum-hukum bisnis yang berlaku, dan perkembangan teknologi yang ada. Perusahaan harus memperhatikan dengan seksama setiap detail yang ada. Pengamatan tersebut juga harus dilakukan dengan sangat terperinci. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kegagalan atau penurunan produktivitas perusahaan.
Apabila pengamatan perusahaan terhadap target audience dilakukan tidak sesuai prosedur maka kemungkinan penurunan produktivitas perusahaan dapat menjadi lebih besar. Pengambilan sampel acak misalnya, memungkinkan keterbatasan informasi untuk kemajuan perusahaan. Data yang didapat di lapangan bisa saja tidak akurat, tidak menjadi wadah bagi semua pendapat sehingga inovasi menjadi kurang maksimal atau bahkan tidak berarti sama sekali.
Pengadaan inovasi dalam perusahaan juga harus dilakukan dengan matang-matang.Artinya inovasi tidak semata-mata dilakukan karena ada beberapa pendapat konsumen yang menginginkan manfaat lebih dari sebuah produk, atau hanya semata-mata untuk mengikuti permintaan pasar. Perusahaan tidak boleh melupakan kualitas produk. Tujuannya adalah dengan menjaga kredibilitas perusahaan itu sendiri karena efek negatif dari pengadaan inovasi adalah hilangnya jati diri perusahaan.Perusahaan jadi terlalu sering berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungannya. Hal ini menciptakan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, aka nada saatnya produk perusahaan akan laku keras di pasaran karena sesuai dengan trend yang ada atau sesuai dengan kebutuhan masyarakat jaman sekarang. Kemungkinan kedua adalah hilangnya jati diri perusahaan. Orang jadi tidak tahu lagi sebenarnya perusahaan itu bergerak di bidang apa, dan lain sebagainya.
Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah bagaimana kemudian perusahaan atau organisasi meningkatkan produktivitasnya? Tahap pertama yang harus dilakukan perusahaan adalah mengidentifikasikan masalah apa yang sedang dihadapi perusahaan. Perusahaan harus menganalisa permasalahan, implikasi, dan segala kemungkinan yang mungkin terjadi ketika dihadapkan pada masalah seperti itu. Hal yang harus diingat adalah perusahaan diwajibkan untuk mengevaluasi setiap hipotesis yang dianggap sebagai dugaan sementara terhadap penyebab terjadinya permasalahan-permasalah yang ada. Dalam tahap ini dibutuhkan keterbukaan dari perusahaan untuk melihat setiap kesempatan yang ada.
Tahap selanjutnya adalah pembuatan tujuan pembelajaran yang didasarkan pada permasalahan yang tadi sudah didefinisikan dalam perusahaan atau organisasi. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan beberapa langkah sebagai indikator tercapainya target yang diinginkan perusahaan atau organisasi. Implementasinya dapat berupa perencanaan yang benar-benar dipertimbangkan dan terperinci. Tujuannya adalah agar perusahaan atau organisasi tidak salah langkah sehingga hasil akhirnya adalah peningkatan produktivitas bukan pada penurunan produktivitas perusahaan.Rencana yang dimaksud dapat berupa pembuatan inovasi baru atau membuat sebuah terobosan baru (misalnya dalam dunia industri tekstil, perfilman, dan lain sebagainya).
Setelah pelaksanaan semua rencana-rencana yang telah disusun, saatnya para anggota organisasi dan pemimpin organisasi berkumpul dalam keperluan tinjau ulang terhadap rencana yang ada. Dalam tahap ini, para setiap bagian-bagian organisasi harus mengevaluasi setiap informasi yang mereka peroleh. Artinya ada survey, ada tinjau lapangan, tinjau pustaka dan lain sebagainya dalam guna mengumpulkan pendapat dari setiap informan atau target audience yang ada. Hasil evaluasi tersebut kemudian didiskusikan dengan mendefinisikan kalimat atau istilah-istilah yang tidak jelas. Ketidakjelasan tersebut kembali didefinisikan dalam suatu jawaban bersolusi namun tetap dalam suatu konsep terarah.
Adapun proses pengambilan keputusan yang harus dilakukan perusahaan harus terlebih dahulu melakukan pengurangan terhadap ketidakjelasan dalam lingkungan yang telah ditetapkan. Caranya yaitu dengan menghubungkan perilaku-perilaku yang melekat dalam pribadi individu pada proses yang berkaitan dengannya secara kondisional. Selain itu dapat pula melakukan pengukuran produktivitas organisasi misalnya sekolah atau institusi pendidikan.
            Pengukuran Productivitas Sekolah
   Productivitas sekolah merupakan kegiatan yang berkaitan dengan keseluruan proses perencanaan, penataan dan pendayagunaan sumber daya untuk merealisasikan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien yang ditinjau dari tiga sudut administrasi, psikologis, dan ekonomis. Dimensi Produktivitas sekolah yang dikembangkan oleh Thomas, J. Alan (1971:12-13) sebagai berikut:
(1)   The Administrator Production Function (PFI); yaitu fungsi menajerial (administrasi).
(2)   The Psychologist’s Production Function (PPF); yaitu fungsi behavioral (psikologis)
(3)   The Economic Production Function (EPF); yaitu fungsi ekonomi (ekonomis)
   Berdasarkan uraian tersebut, produktivitas sekolah adalah suatu ukuran keberhasilan yang menyatakan besarnya rasio hasil (target) baik kuantitas maupun kualitas dalam kurun waktu tertentu dihasilkan. Semakin besar rasio yang dicapai, semakin tinggi tingkat produktivitasnya. Secara teoritik, penilaian produktivitas sekolah perlu dilakukan dengan cara mengkaji seluruh komponen sekolah itu berinteraksi satu sama lain secara terpadu dalam mendukung keempat kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. Namun pada praktiknya, pandangan yang holistic ini sulit diimplementasikan secara sempurna karena keterbatasan pendekatan penilaian yang dapat digunakan.
Peter Cuttance (2001) mengemukakan tiga model pengukuran efektivitas sekolah, yaitu: The Standars Model. The School Level Intake adjusted Model dan The Pupil Level Intake adjusted Model.
(1)   The Standars Model
Model ini mengukur sejauh mana sekolah mencapai norma atau standar. Biasanya menggunakan rata-rata kinerja siswa sekolah yang mencapai rata-rata kinerja siswa lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kinerja siswa dari sejumlah sekolah yang lain pada kurun waktu yang sama, berarti mencapai tingkat produktivitas yang tinggi. Makin tinggi rata-rata kinerja siswa dicapai sekolah yang bersangkutan, semakin produktif. Model ini mengandung kelemahan, yaitu tidak melihar karakteristik latar belakang siswa pada saat ia masuk (point of intry).
(2)   The School Level Intake adjusted Model
Model ini selain membandingkan rata-rata kinejra sekolah juga melihat komposisi rata-rata karakteristik latar belakang siswa pada saat masuk sekolah (point of entry). Hubungan antara rata-rata karakteristik latar belakang siswa dengan rata-rata kinerja menunjukkan posisi produktif tidaknya sekolah tersebut. Garis regresi antara variabel latar belakang siswa pada saat masuk terhadap kinerjanya di sekolah pada kurun waktu tertentu menjadi ukuran atau patokan komposisi produktivitas sekolah. Sekolah-sekolah yang posisinya terletak di atas, garis regresi menunjukkan lebih produktif dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang pisisinya berada di bawah garis regresi.
(3)   The Pupil Llevel Intake sdjusted Model
Cara kerja model ke tiga ini sama dengan model  ke dua, yaitu dengan membandingkan hubungan antara karakteristik latar belakang dengan kinerja siswa. Tingkat efektivitas sekolah diperoleh dari posisi hubungan tersebut dibandingkan dengan posisi sekolah yang lain. Model School Level Intake adjusted  yang dibandingkan adalah individu sekolah dengan individu sekolah yang lain dalam sejumlah sekolah, sedangkan model Pupil Level Intake adjusted membandingkan individu siswa. Data yang digunakan adalah data siswa pada saat meninggalkan sekolah (lulusan).
     Berdasarkan kepada komponen-komponen sekolah yang produktif, pengukuran sekolah produktif dengan model-model pengukuran tersebut, mengandung kelemahan yang mendasar yaitu hanya membandingkan kinerja siswa. Dalam studi ini model pengukuran sekolah produktif menggunakan model Balanced Scorecard. Langlah-langkah pengukuran terdiri atas: (1) menentukan komponen aspek dan indikator-indikator kinerja sekolah, (2) menentukan alat ukur dan standar-standar yang digunakan, (3) menguji alat ukur, (4) mengadakan pengukuran, (5) membandingkan dengan standar indikator kinerja, dan (6) menentukan ketercapaian target kinerja.

E.     KESIMPULAN
Produktivitas organisasi pendidikan dapat dikatakan meningkat dengan menggunakan Weick’s Organizing Theory sejauh organisasi mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mampu menghasilkan inovasi-inovasi baru sesuai dengan keinginan target audience, dan mampu mereduksi ketidakjelasan yang muncul. Tetapi harus diingat bahwa organisasi pendidikan juga harus tetap memiliki tujuan utama yang konsisten, yaitu pokok pemikiran utama yang menjaga oposisi rganisasi tetap pada jalur yang sesuai dengan misi dan tujuannya, agar meskipun terbuka dengan kondisi lingkungan yang ada namun tidak terombang-ambing atau kehilangan kestabilan dalam sistem organisasinya sendiri.

Daftar Pustaka
Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.
Pace, R. Wayne, and Don F. Faules. (1994). Organizational Communication. New York: Prentice Hall.
Thoha, Miftah. (2008). Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.
Weick, K. E. (1995). Sensemaking in Organizations. Thousand Oaks, CA: Sage.
West, Richard dan Lynn H. Turner. (2007). Introducing Communication Theory: Analysis and Application. New York: McGraw-Hill

Tidak ada komentar:

Posting Komentar