HIPERTENSI
Syafrudin, SKM, M.Kes.
A. Latar
Belakang
Masalah gizi di Indonesia dan di Negara berkembang pada umumnya masih di
dominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP),
masalah Anemia Besi, masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium(GAKY), masalah
Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah obesitas terutama di
kota-kota besar. Pada Widya Karya Nasional Pangan dan
Gizi tahun 1993, telah terungkap bahwa Indonesia mengalami masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat
diatasi secara menyeluruh, sudah muncul masalah baru, yaitu berupa gizi lebih.
Masalah gizi
tidak terlepas dari masalah makanan karena masalah gizi
timbul sebagai akibat kekurangan atau kelebihan kandungan zat gizi dalam
makanan. Kebiasaan mengkonsumsi makananyang melebihi kecukupan gizi menimbulkan
masalah gizi lebih yang terutama terjadi di kalangan masyarakat
perkotaan.Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu di perkotaan
menyebabkan perubahan dalam gaya hidup, terutama dalam pola
makan. Pemilihan makanan yang cenderung menyukai makanan siap saji dimana
kandungan gizinya tidak seimbang. Pola makan tradisional yang tadinya tinggi
karbohidrat , tinggi serat kasar, dan rendah lemak berubah ke pola makan baru
yang rendah karbohidrat , rendah serat kasar, dan tinggi lemak sehingga
menggeser mutu makanan kearah tidak seimbang.
Perubahan pola
makan menjurus ke sajian siap santap yang mengandung lemak, protein, dan garam
tinggi tapi rendah serat pangan (dietary fiber),
membawa konsekuensi terhadap berkembangnya penyakit degeneratif (jantung, diabetes mellitus, aneka kanker, osteoporosis, dan
hipertensi.
Ditengah
menjamurnya makanan siap saji yang banyak mengandung lemak dan perubahan gaya
hidup sebagian masyarakat perkotaan, maka penyakit sebagai imbas dari perubahan
gaya hidup itu pun akan bermunculan semakin banyak.
Salah satu penyakit tersebut adalah Hipertensi atau Tekanan Darah Tinggi.
Adapun latar belakang dari pembuatan peper ini adalah agar dapat mengetahui penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi sebagai akibat mengkonsumsi makananyang melebihi kecukupan gizi dan merupakan imbas dari perubahan gaya hidup dengan pola makanan yang rendah karbohidrat , rendah serat kasar, dan tinggi lemak sehingga mutu makanan kearah tidak seimbang.
Adapun latar belakang dari pembuatan peper ini adalah agar dapat mengetahui penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi sebagai akibat mengkonsumsi makananyang melebihi kecukupan gizi dan merupakan imbas dari perubahan gaya hidup dengan pola makanan yang rendah karbohidrat , rendah serat kasar, dan tinggi lemak sehingga mutu makanan kearah tidak seimbang.
Pada
pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi
diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih
rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan
darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai “normal”. Pada tekanan
darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik.
Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan
darah
140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka
beberapa minggu.
HIPERTENSI
A. Pengertian
Tekanan
darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di
mana terjadi peningkatan tekanan
darah
secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai
sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat
istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang
selalu tinggi adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan
jantung,
gagal
jantung
dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung
kronis.
Pada hipertensi sistolik terisolasi,
tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang
dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini
sering ditemukan pada usia lanjut.Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir
setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat
sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60
tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.
Hipertensi selain
mengakibatkan angka kematian yang tinggi (high case fatality rate) juga
berdampak kepada mahalnya pengobatan dan perawatan yang harus ditanggung para
penderita. Perlu pula diingat hipertensi berdampak pula bagi penurunan kualitas
hidup.Hipertensi sebenarnya dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya.
Jika salah satu orang tua terkena Hipertensi, maka kecenderungan anak untuk
menderita Hipertensi adalah lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak
memiliki orang tua penderita Hipertensi.
Klasifikasi Tekanan Darah Pada
Dewasa
Kategori
|
Tekanan Darah Sistolik
|
Tekanan Darah Diastolik
|
Normal
|
Dibawah 130 mmHg
|
Dibawah 85 mmHg
|
Normal tinggi
|
130-139 mmHg
|
85-89 mmHg
|
Stadium 1
(Hipertensi ringan) |
140-159 mmHg
|
90-99 mmHg
|
Stadium 2
(Hipertensi sedang) |
160-179 mmHg
|
100-109 mmHg
|
Stadium 3
(Hipertensi berat) |
180-209 mmHg
|
110-119 mmHg
|
Stadium 4
(Hipertensi maligna) |
210 mmHg atau lebih
|
120 mmHg atau lebih
|
Diagnosis
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan
darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg).
Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh
nadi (saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung
mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).
Sebetulnya batas antara tekanan darah normal dan tekanan darah
tinggi tidaklah jelas, sehingga klasifikasi Hipertensi dibuat berdasarkan
tingkat tingginya tekanan darah yang mengakibatkan peningkatan resiko penyakit
jantung dan pembuluh darah. Menurut WHO, di dalam guidelines terakhir tahun
1999, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85
mmHg, sedangkan bila lebih dari 140/90 mmHG dinyatakan sebagai hipertensi; dan
di antara nilai tsb disebut sebagai normal-tinggi. (batasan tersebut
diperuntukkan bagi individu dewasa diatas 18 tahun).
Gejala
Mekanisme Terjadinya Hipertensi Gejala-gejala
hipertensi antara lain pusing, muka merah, sakit
kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. Dampak
yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada
selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta
kelumpuhan.
Pada
sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud
adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan
kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada
seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika
hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
- sakit kepala
- kelelahan
- mual
- muntah
- sesak nafas
- gelisah
- pandangan menjadi kabur yang
terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.
Kadang
penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena
terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
Berdasarkan
penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
- Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai
saat ini masih belum dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut
berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres
psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi
tergolong Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder.
- Hipertensi
sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang
penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal,
gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal
(hiperaldosteronisme), dan lain lain. Karena golongan terbesar dari penderita
hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih
banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
- Penyakit
Ginjal
- Stenosis
arteri renalis
- Pielonefritis
- Glomerulonefritis
- Tumor-tumor
ginjal
- Penyakit
ginjal polikista (biasanya diturunkan)
- Trauma
pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
- Terapi
penyinaran yang mengenai ginjal
- Kelainan
Hormonal
- Hiperaldosteronisme
- Sindroma Cushing
- Feokromositoma
- Obat-obatan
- Pil
KB
- Kortikosteroid
- Siklosporin
- Eritropoietin
- Kokain
- Penyalahgunaan
alkohol
- Kayu
manis (dalam jumlah sangat besar)
- Penyebab
Lainnya
- Koartasio
aorta
- Preeklamsi
pada kehamilan
- Porfiria
intermiten akut
Berdasarkan
faktor akibat Hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak
cairan pada setiap detiknya
2. Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding
arteri akibat usia lanjut. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi
kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah
melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa
untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya
tekanan.
3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa
menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan
fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam
tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga
meningkat.Oleh sebab itu, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri
mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi. Maka tekanan
darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Berdasarkan faktor pemicu
Hipertensi dibedakan atas yang tidak dapat dikontrol seperti umur,
jenis kelamin, dan keturunan. Pada 70-80% kasus Hipertensi primer, didapatkan
riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan
pada kedua orang tua, maka dugaan Hipertensi primer lebih besar. Hipertensi
juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila
salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik
mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi.
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti
kegemukan/obesitas, stress, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol
dan garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi
esensial. Hubungan antara stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi
saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita
beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak
beraktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat
meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress
berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal
ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih
tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan
pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari
populasi Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat
dengan terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan
hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan
membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita
obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal.
Pengaturan
tekanan darah
Meningkatnya
tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
- Jantung memompa lebih kuat
sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya
- Arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang
pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah
pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit
daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi
pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada
saat terjadi “vasokonstriksi”, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu
mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
- Bertambahnya cairan dalam
sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi
jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah
dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
Sebaliknya,
jika:
- Aktivitas memompa jantung
berkurang
- Arteri mengalami pelebaran
- Banyak cairan keluar dari
sirkulasi
Maka
tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Penyesuaian
terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi
ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai
fungsi tubuh secara otomatis).
Perubahan
fungsi ginjal
Ginjal
mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
- Jika tekanan darah meningkat,
ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan
berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.
- Jika tekanan darah menurun,
ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah
bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.
- Ginjal juga bisa meningkatkan
tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin,
yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang
selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.
Ginjal
merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai
penyakit dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah
tinggi.Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis
arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi.
Peradangan
dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan
darah.
Sistem
saraf otonom
Sistem
saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk sementara
waktu akan:
- meningkatkan tekanan darah
selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman
dari luar)
- meningkatkan kecepatan dan
kekuatan denyut jantung; juga mempersempit sebagian besar arteriola,
tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka,
yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak)
- mengurangi pembuangan air dan
garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh
melepaskan
hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin),
yang merangsang jantung dan pembuluh
darah
- melepaskan hormon epinefrin
(adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang
merangsang jantung dan pembuluh
darah.
Pencegahan
Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik
dan aktivitas fisik yang cukup. Hindari kebiasaan lainnya seperti merokok dan
mengkonsumsi alkohol diduga berpengaruh dalam meningkatkan resiko Hipertensi
walaupun mekanisme timbulnya belum diketahui pasti.
Pengobatan
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi,
karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat
memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga
juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan
garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat
kulit).
Pengobatan
hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
- Pengobatan non obat (non
farmakologis)
- Pengobatan dengan obat-obatan
(farmakologis)
Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan
darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau
sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi
diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk
mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
- Diet rendah
garam/kolesterol/lemak jenuh
- Mengurangi asupan
garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan
kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit
dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan
tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
- Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga
atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan
tekanan darah.
- Melakukan olah raga seperti
senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali
seminggu.
- Berhenti merokok dan mengurangi
konsumsi alkohol
Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan
antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat
ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
- Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan
tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
- Penghambat
Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf
simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ).
Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
- Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan
daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah
diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol
dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat
menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun
menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang
tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga
pemberian obat harus hati-hati.
- Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini
adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari
pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
- Penghambat ensim
konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat
pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah).
Contoh obat yang termasuk
golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk
kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar