Jumat, 04 April 2014

PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT

PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT


2.1   Pengertian pendidikan kesehatan

pendidikan kesehatan adalah proses membuat orang mampu meningkatkan kontrol dan memperbaiki kesehatan individu. Kesempatan yang direncanakan untuk individu, kelompok atau masyarakat agar belajar tentang kesehatan dan melakukan perubahan-peubahan secara suka rela dalam tingkah laku individu (Entjang, 1991)
Menurut Ottawwa Charter (1986) yang dikutip dari Notoatmodjo S, memberikan pengertian pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental dan social, maka masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dam mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial, budaya, dan sebagainya).
Dapat dirumuskan bahwa pengertian pendidikan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat, agar melaksanakan perilaku hidup sehat. Sedangkan secara operasional, pendidikan kesehatan merupakan suatu kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2003).

2.2  Tujuan pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan memiliki beberapa tujuan antara lain pertama, tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta peran aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yag optimal. Kedua, terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan social sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian. Ketiga, menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk mengubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan (Effendy, 1997).
Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 dan WHO, tujuan pendidikan kesehatan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan; baik secara fisik, mental dan sosialnya, sehingga produktif secara ekonomi maupun social, pendidikan kesehatan disemua program kesehatan; baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya (Mubarak, 2009).
Jadi tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman pentingnya kesehatan untuk tercapainya perilaku kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial, sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial.

2.3   Metode pendidikan kesehatan

Penyampaian pendidikan kesehatan harus menggunakan cara tertentu, materi juga harus disesuaikan dengan sasaran, demikian juga alat bantu pendidikan disesuaikan agar dicapai suatu hasil yang optimal. Untuk sasaran kelompok, metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual. Untuk sasaran massa pun harus berbeda dengan sasaran individual dan sebagainya.
1.   Metode pendidikan individual, digunakan untuk membina perilaku baru, atau seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Bentuk pendekatan antara lain:
a.      Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif, setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek, dan dibantu penyelesaiannya.
b.      Interview (wawancara), Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat. Apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
2.   Metode pendidikan kelompok
Dalam memilih pendidikan kelompok, harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran.
a.      Kelompok besar: penyuluhan lebih dari 15 orang, dengan metode antara lain (a) Ceramah: metode yang baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. (b) Seminar : metode ini sangat cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah keatas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli dari beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat dmasyarakat.
b.      Kelompok kecil: apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang. Metode-metode yang cocok yaitu diskusi kelompok, curah pendapat (brain storming), bola salju (snow balling), kelompok kecil-kecil (bruzz group), role play (memainkan peranan) dan permainan simulasi (simulation game)

3.    Metode pendidikan massa (public)
Metode ini untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau public, maka cara yang paling tepat adalah pendekatan massa. Tanpa membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status social, tingkat pendidikan dan sebagainya. Biasanya menggunakan atau melalui media massa. Beberapa contoh metode antara lain ceramah umum (public spesking), pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik tv maupun radio, simulasi, tulisan-tulisan di majalah atau Koran dan bill board yang di pasang di pnggir jalan, spanduk poster dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2005)
·      Penggunaan alat bantu atau media
Digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan / pengajaran. Disebut media pendidikan kesehatan karena alat- alat tersebut merupakan saluran (channel) untuk menyampaikan informasi kesehatan dan karena alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat dan klien (Notoatmodjo, 2003).
Salah satu tujuannya yaitu menimbulkan minat, mencapai sasaran yang banyak, merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain, untuk mempermudah penyampaian, penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan, mendorong keinginan orang untuk mengetahui dan menegakkan pengertian yang diperoleh (Notoatmodjo, 2003).
Menurut para ahli, indera indra yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75% sampai 87% dari pengetahuan manusia diperoleh disalurkan melalui mata. Sedangkan 13% sampai 25% lainnya tersalur melalui indera lain. Dari sini dapat disimpulkan bahwa alat-alat visual lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi atau bahan pendidikan (Notoatmodjo, 2003).
·         ada tiga macam alat bantu pendidikan (alat peraga), antara lain:
Alat bantu melihat (visual aids) yang berguna dalam membantu menstimulasi indera mata (penglihatan) pada waktu terjadinya pendidikan. Alat ini ada 2 bentuk. (1) Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip dan sebagainya. (2) Alat-alat yang tidak diproyeksikan: (a) Dua dimensi, gambar peta, bagan dan sebagainya. (b) Tiga dimensi, misalnya bola dunia, boneka dan sebagainya.
Alat-alat bantu dengar (audio aids), yaitu alat dapat membantu untuk menstimulasikan indera pendengar pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan/pengajaran. Misalnya : piring hitam, radio, pita suara dan sebagainya.
Alat bantu lihat-dengar, seperti televise dan video cassette. Alat-alat bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan Audio Visual Aids (AVA) (Notoatmodjo, 2003).

2.4   Peran dan fungsi bidan

Peran dan fungsi bidan dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Bidan adalah suatu profesi yang dinamis. Berhubung perubahan-perubahan terjadi begitu cepat, maka para bidan harus terus menerus memperbaharui dan  meningkatkan kemampuannya menjadikan bidan . praktek seorang bidan harus kompeten dalam  pengetahuan dan  keterampilan  melalui berbagai macam  pendidikan dan pelatihan.  Peranan yang harus dilihat sebagai “main idea” untuk membentuk sebuah peradaban dan tatanan pelayanan  kesehatan yang diseimbangkan dengan kesejahteraan bidan di daerah terpencil.
Bidan dalam  memberikan  pelayanan  kepada masyarakat khususnya ibu hamil, melahirkan, dan senantiasa berupaya mempersiapkan ibu hamil sejak kontak pertama saat pemeriksaan ibu hamil dan penyuluhan manfaat pemberian ASI secara berkesinambungan sehingga ibu hamil memahaminya dan siap menyusui anaknya. Dalam upaya memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat, peran dan fungsi bidan antara lain:
A.  Peran sebagai Advokator
Sebagai pemberi pelayanan kebidanan pada wanita dalam siklus kehidupannya, asuhan  neonatus, bayi dan anak balita. Sebagai pelaksana, bidan mempunyai tiga katagori tugas :
1.   Tugas Mandiri
a.   Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan
b.   Memberikan pelayanan dasar pada anak remaja dan wanita pra nikah dengan melibatkan klien.
c.   Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal
d.   Memberikan asuhan kebidanan kepada Klien dalam masa persalinan dengan melibatkan klien/keluarga
e.   Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
f.    Memberikan asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien / keluarga.
g.   Memberikan asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan keluarga berencana
h.   Memberikan asuhan kebidanan pada wanita gangguan system reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium dan menopause
i.    Memberikan asuhan kebidanan pada bayi, balita dengan melibatkan   keluarga :
2.    Tugas Kolaborasi / Kerjasama :
a.   Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
b.   Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
c.   Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi dan keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
d.   Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi dan keadaan kegawatan darurat yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dari keluarga.
e.   Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan yang mengalami komplikasi serta kegawatan darurat yang memerlukan penolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
f.    Memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan yang mengalami komplikasi serta kegawatan darurat yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan keluarga.
3.    Tugas Ketergantungan / Merujuk :
a.   Menerapkan  manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dan keluarga.
b.   Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan kegawat darurat.
c.   Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada masa persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga.
d.   Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa nifas dengan penyulit tertentu dengan kegawat darurat dengan melibatkan klien dan keluarga.
B.    Peran sebagai Pengelola
        Mengelola asuhan dan pelayanan kebidanan di setiap tatanan pelayanan kesehatan di institusi dan komunitas.
1.   Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan untuk individu. Keluarga, kelompok khusus, dan masyarakat di wilayah kerja dengan melibatkan masyarakat / klien.
2.   Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sector lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan duku bayi, kader kesehatan, dan tenaga kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya.
C.    Peran sebagai Pendidik
        Memberikan pendidikan kesehatan dan konseling dalam asuhan dan pelayanan kebidanan disetiap tatanan pelayanan kesehatan di insitusi dan komunitas, menthorship dan preceptorship terhadap calon tenaga kesehatan dan bidan baru.
1.      Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat tentang penanggulangan masalah kesehatan khususnya yang berhubungan dengan pihak terkait kesehatan ibu, anak dan KB.
2.      Melatih dan membimbing kader termasuk siswa bidan dan keperawatan serta membina dukun di wilayah atau tempat kerjanya.

Contoh peran bidan pendidik dalam masa kehamilan :
a.memberikan pendidikan mengenai cara kebersihan diri
b.Memberikan pendidikan nutrisi yang baik bagi ibu hamil
c.Memberikan pendidikan tentang istirahat yang cukup pada ibu hamil
d.Memberikan pendidikan tentang tanda bahaya pada ibu hamil

Contoh peran bidan pendidik dalam masa bersalin
a.Memberikan pendidikan tentang cara mengejan yang baik
b.Memberikan pendidikan tentang fisiologi persalinan
c.Memberikan pendidikan tentang tanda tanda persalinan

Contoh peran bidan pendidik dalam masa nifas
a.Memberikan pendidikan tentang perawatan payudara
b.Memberikan pendidikan tentang kebersihan diri
c.Memberikan pendidikan tentang cara menyusui bayinya
d.Memberikan pendidikan tentang nutrisi yang baik
e.Memberikan pendidikan tentang tanda bahaya dalam masa nifas

D.    Peran sebagai Peneliti / Investigator
       Melakukan investigasi atau peneliti terapan dalam bidang kesehatan baik secara mandiri maupun secara kelompok.
1.      Mengindentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.
2.      Menyusun rencana kerja pelatihan.
3.      Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.
4.      Mengolah dan menginterprestasikan data hasil invetigasi.
5.      Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut,

6.      Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan program kerja atau pelayanan kesehatan.

ADVOKASI, KEMITRAAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

ADVOKASI, KEMITRAAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

ADVOKASI
A.   Pengertian

Advokasi merupakan upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). WHO (1989) di kutip dalam UNFPA dan BKKBN (2002) menggunkan “advocacy is a combination on individual and social action design to gain political commitment, policy support, social acceptance  and systems support for particular health goal or programme”. (Heri D. J. Maulana, 2009)
Jadi advokasi adalah kombinasi kegiatan individu  dan sosial yang dirancang  untuk memperoleh komitmen, dukungan kebijakan, penerimaan sosial dan sistem yang mendukung tujuan atau program kesehatan tertentu. .
Advokasi adalah upaya mendekati, mendampingi, dan mempengaruhi para pembuat kebijakan secara bijak, sehingga mereka sepakat untuk memberi dukungan terhadap pembangunan kesehatan.
Advokasi kesehatan adalah upaya pendekatan kepada pemimpin atau pengambil keputusan supaya dapat memberikan dukungan, kemudahan, dan semacamnya pada upaya pembangunan kesehatan.(maulana.2009)
Advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan, yaitu dengan membentuk jejaring advokasi atau forum kerjasama. Pengembangan kemitraan adalah upaya membangun hubungan para mitra kerja berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling memberi manfaat. Sehingga advokasi kemitraan berarti mempertahankan, berbicara serta mendukung seseorang untuk mempertahankan ide dan kerja sama dengan berbagai pihak.




B.   TUJUAN
Menurut departemen kesehatan RI (2007) tujuan advokasi adalah :
a)    Tujuan umum
Diperolehnya komitmen dan dukungan dalam upaya kesehatan, baik berupa kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, keikut sertaan, dalam kegiatan, maupun berbagai bentuk lainya sesuai keadaan dan usaha.
b)    Tujuan khusus
·         Adanya pengenalan atau kesadaran.
·         Adanya ketertarikan atau peminatan atau tanpa penolakan.
·         Adanya kemauan atau kepedulian atau kesanggupan untuk membantu dan menerima perubahan.
·          Adanya tindakan/ perbuatan/kegiatan yang nyata (yang diperlukan).
·          Adanya kelanjutan kegiatan(kesinambungan kegiatan).

C.   SASARAN DAN PELAKU
Sasaran advokasi adalah berbagai pihak yang di harapkan dapat memberikan dukungan terhadap upaya kesehatan khususnya para pengambil keputusan dan penentu kebijakan di pemerintahan, lembaga perwakilan rakyat , mitra dikalangan pengusaha/swasta, badan penyandang dana, media massa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, tokoh-tokoh berpengaruh dan tenar, dan kelompok potensial lainya dimasyarakat. Semuanya bukan hanya berpotensi mendukung, tetapi juga menentang atau berlawanan atau merugikan kesehatan (misalnya industry rokok).
Pelaku advokasi kesehatan adalah siapa saja yang peduli terhadap upaya kesehatan , dan memandang perlu adanya mitra untuk mendukung upaya tersebut. Pelaku advokasi dapat berasal kalangan pemerintah, swasta, perguruan tinggi, organisasi profesi, organisasi berbasis masyarakat/agama, LSM, dan tokoh berpengaruh.



D.   PRINSIP ADVOKASI
Beberapa prinsip prinsip dibawah ini bisa dijadikan pedoman dalam melakukan advokasi, yaitu sebagai berikut:
a.    Realitas
Memilih isu dan agenda yang realistis, jangan buang waktu kita untuk sesuatu yang tidak mungkin tercapai.
b.    Sistematis
Advokasi memerlukan perencanaan yang akurat, kemas informasi semenarik mungkin dan libatkan media yang efektif.
c.    Taktis
Advokasi tidak mungkin bekerja sendiri, jalin koalisi dan aliansi terhadap sekutu. Sekutu dibangun berdasarkan kesamaan kepentingan dan saling percaya.
d.    Strategis
Kita dapat melakukan perubahan-perubahan untuk masyarakat dengan membuat strategis jitu agar advokasi berjalan dengan sukses.
e.    Berani
Jadikan isu dan strategis sebagai motor gerakan dan tetaplah berpijak pada agenda bersama.

E.   PENDEKATAN DALAM ADVOKASI
Dengan pendekatan persuasive, secara dewasa, dan bijak, sesuai keadaan yang memungkinkan  tukar fikiran secara baik (free choice). Menurut UNFPA dan BKKBN 2002, terdapat lima pendekatan utama dalam advokasi , yaitu melibatkan para pemimpin, bekerja dengan media massa , membangun kemitraan, mobilisasi massa dan membangun kapasitas. Strategi advokasi dapat dilakukan melalui pembentukan koalisi , pengembangan jaringan kerja, pembangunan institusi , pembuatan forum, dan kerjasama bilateral.
1.    Melibatkan para pemimpin
Para pembuat undang-undang, mereka yang terlibat dalam penyusunan hukum, peraturan maupun pemimpin politik, yaitu mereka yang menetapkan kebijakan publik sangat berpengaruh dalam menciptakan perubahan yang terkait dengan masalah sosial termasuk kesehatan dan kependudukan. Oleh karena itu sangat penting melibatkan meraka semaksimum mungkin dalam isu yang akan diadvokasikan.
2.    Bekerja dengan media massa
Media massa sangat penting berperan dalam membentuk opini publik. Media juga sangat kuat dalam mempengaruhi persepsi publik atas isu atau masalah tertentu. Mengenal, membangun dan menjaga kemitraan dengan media massa sangat penting dalam proses advokasi.
3.    Membangun kemitraan
Dalam upaya advokasi sangat penting dilakukan upaya jaringan, kemitraan yang berkelanjutan dengan individu, organisasi-organisasi dan sektor lain yang bergerak dalam isu yang sama. Kemitraan ini dibentuk oleh individu, kelompok yang bekerja sama yang bertujuan untuk mencapai tujuan umum yang sama/hampir sama.
4.    Memobilisasi massa
Memobilisasi massa merupakam suatu proses mengorganisasikan individu yang telah termotivasi ke dalam kelompok-kelompok atau mengorganisasikan kelompok yang sudah ada. Dengan mobilisasi dimaksudkan agar termotivasi individu dapat diubah menjadi tindakan kolektif
5.    Membangun kapasitas
Membangu kapasitas disini di maksudkan melembagakan kemampuan untuk mengembangakan dan mengelola program yang komprehensif dan membangun critical mass pendukung yang memiliki keterampilan advokasi. Kelompok ini dapat diidentifikasi dari LSM tertentu, kelompok profesi serta kelompok lain.

F.    LANGKAH-LANGKAH ADVOKASI
Menurut depkes RI 2007 terdapat lima langkah kegiatan advokasi antara lain :
a.    Identifikasi dan analisis masalah atau isi yang memerlukan advokasi.
Masalah atau isu advokasi perlu dirumuskan berbasis data atau fakta. Data sangat penting agar keputusan yang dibuat berdasarkaninformsi yang tepat dan benar. Data berbasis fakta sangat membantu menetapkan masalah, mengidentifikasi solusi dan menentukan tujuan yang realistis . contoh : paradigm sehat, Indonesia sehat 2010, anggaran kesehatan.
b.    Identifikasi dan analisis kelompok sasaran.
Sasaran kegiatan advokasi ditujukan kepada para pembuat keputusan (decion maker) atau penentu kebijakan (policy maker), baik di bidang kesehatan maupun diluar sector kesehatanyang berpengaruh terhadap public. Tujuanya agar pembuat keputusan mengeluarkan kebijakan-kebijakan, antara lain dalam bentuk peraturan, undang-undang, instruksi, dan yang menguntungkan kesehatan. Dalam mengidentifikasi sasaran, perlu ditetapkan siapa saja yang menjadi sasaran, mengapa perlu advokasi, apa kecenderunganya, dan apa harapan kita kepadanya.
c.    Siapkan dan kemas bahan informasi.
Tokoh politik mungkin termotivasi dan akan mengambil keputusan jika mereka mengetahui secara rinci besarnya masalah kesehatan tertentu. Oleh sebab itu, penting diketahui pesan atau informasi apa yang diperlukan agar sasaran yang dituju dapat membuat keputusan yang mewakili kepentingan advocator . kata kunci untuk bahan informasi ini adalah informasi yang akurat , tepat dan menarik. Beberapa pertimbangan dalam menetapkan bahan informasi ini meliputi :
·         Bahan informasi minimal memuat rumusan masalah yang dibahas, latar belakang masalahnya, alternative mengatasinya, usulan peran atau tindakan yang di harapkan, dan tindak lanjut penyelesaianya. Bahan informasi juga minimal memuat tentang 5W 1H (what, why, who, where, when, dan how) tentang permasalahan yang di angkat.
·         Dikemas menarik, ringkas, jelas dan mengesankan.
·         Bahan informasi tersebut akan lebih baik lagi jika disertakan data pendukung, ilustrasi contoh, gambar dan bagan.
·          Waktu dan tempat penyampaian bahan informasi , apakah sebelum, saat, atau setelah pertemuan.

d.    Rencanakan teknik atau acara kegiatan operasional.
Beberapa teknik dan kegiatan operasional advokasi dapat meliputi, konsultasi , lobi, pendekatan, atau pembicaraan formal atau informal terhadap para pembuat keputusan , negosiasi atau resolusi konflik, pertemuan khusus, debat public, petisi, pembuatan opini, dan seminar-seminar kesehatan
e.    Laksanakan kegiatan, pantau evaluasi serta lakukan tindak lanjut.

KEMITRAAN

A.   DEFINISI
Di Indonesia istilah Kemitraan atau partnership masih relative baru, namun demikian prakteknya di masyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak zaman dahulu. Sejak nenek moyang kita telah mengenal istilah gotong royong yang sebenarnya esensinya kemitraan.
Robert Davies, ketua eksekutif  “The Prince of Wales Bussines Leader Forum” (NS Hasrat jaya Ziliwu, 2007) merumuskan, “Partnership is a formal cross sector relationship between individuals, groups or organization who :
  1. Work together to fulfil an obligation or undertake a specific task
  2. Agree in advance what to commint and what to expect
  3. Review the relationship regulary and revise their agreement as  necessary, and
  4. Share both risk and the benefits
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemitraan adalah suatu kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing, tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat dan saling berbagi baik dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh.
Dari defenisi ini terdapat tiga kata kunci dalam kemitraan, yaitu:
  1. Kerjasama antar kelompok, organisasi dan Individu
  2. Bersama-sama mencapai tujuan tertentu (yang disepakati bersama)
  3. Saling menanggung resiko dan keuntungan.
Pentingnya kemitraan atau partnership ini mulai digencarkan oleh WHO pada konfrensi internasional promosi kesehatan yang keempat di Jakarta pada tahun 1997. Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan upaya kerjasama yang saling memberikan manfaat. Hubungan kerjasama tersebut akan lebih efektif dan efisien apabila juga didasari dengan kesetaraan.
Mengingat kemitraan adalah bentuk kerjasama atau aliansi, maka setiap pihak yang terlibat didalamnya harus ada kerelaan diri untuk bekerjasama dan melepaskan kepentingan masing-masing kemudian membangun kepentingan bersama.
Oleh karena itu membangun kemitraan harus didasarkan pada hal-hal berikut:
a)    Kesamaan perhatian (Commont interest) atau kepentingan
b)   Saling mempercayai dan menghormati
c)    Tujuan yang jelas dan terukur
d)   Kesediaan berkorban baik waktu, tenaga maupun sumber daya yang lain.
B.    PRINSIP KEMITRAAN
Dalam membangun Kemitraan ada tiga  prinsip kunci yang perlu dipahami oleh masing-masing anggota kemitraan yaitu :
a)      Equity atau Persamaan.
Individu, organisasi atau Individu yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa “duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. Oleh sebab itu didalam vorum kemitraan asas demokrasi harus diutamakan, tidak boleh satu anggota memaksakan kehendak kepada yang lain karena merasa lebih tinggi dan tidak ada dominasi terhadap yang lain.
b)      Transparancy atau Keterbukaan.
Keterbukaan maksudnya adalah apa yang menjadi kekuatan atau kelebihan atau apa yang menjadi kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota harus diketahui oleh anggota lainnya.Demikian pula berbagai sumber daya yang dimiliki oleh anggota yang Satu harus diketahui oleh anggota yang lain. Bukan untuk menyombongkan yang satu tehadap yang lainnya, tetapi lebih untuk saling memahami satu dengan yang lain sehingga tidak ada rasa saling mencurigai.Dengan saling keterbukaan ini akan menimbulkan rasa saling melengkapi dan saling membantu diantara anggota.
c)      Mutual Benefit atau Saling Menguntungkan.
Menguntungkan disini bukan selalu diartikan dengan materi ataupun uang tetapi lebih kepada non materi. Saling menguntungkan disini lebih dilihat dari kebersamaan atau sinergitas dalam mencapai tujuan bersama.

C.    LANDASAN DALAM KEMITRAAN
Tujuh landasan yaitu :
  1. Saling memahami kedudukan, tugas dan fungsi (kaitan dengan struktur)
  2. Saling memahami kemampuan masing-masing (kapasitas unit atau organisasi
  3. Saling menghubungi secara proaktif (linkage)
  4. Saling mendekati, bukan hanya secara fisik tetapi juga pikiran dan perasaan (empati, proximity)
  5. Saling terbuka, dalam arti kesediaan untuk dibantu dan membantu (opennes)
  6. Saling mendorong  atau mendukung kegiatan (synergy)
  7. saling menghargai kenyataan masing-masing (reward).
D.    PENGEMBANGAN DALAM KEMITRAAN
Enam langkah  pengembangan :
1.    Penjajagan atau persiapan
2.    Penyamaan persepsi
3.    Pengaturan peran
4.    Komunikasi intensif
5.    Melakukan kegiatan
6.    Melakukan pemantauan & penilaian.



PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

A.     DEFINISI
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan, memampukan masyarakat sehingga mampu untuk hidup mandiri.

B.   PRINSIP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
a)    Menumbuh kembangkan potensi masyarakat.
Didalam upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat sebaiknya secara bertahap sedapat mungkin menggunakan sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat. Jika diperlukan bantuan dari luar, maka bentuknya hanya berupa perangsang atau pelengkap sehingga tidak semata-mata bertumpu pada bantuan tersebut.
b)    Menumbuhkan dan atau mengembangkan peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan.
Peran serta masyarakat di dalam pembangunan kesehatan dapat diukur dengan makin banyaknya jumlah anggota masyarakat yang mau memanfaat kan pelayanan kesehatan seperti memanfaatkan puskesmas, pustu, polindes, mau hadir ketika ada kegiatan penyuluhan kesehatan, mau menjadi kader kesehatan, mau menjadi peserta Tabulin, JPKM, dan lain sebagainya.
c)    Mengembangkan semangat kegiatan kegotong-royongan dalam pembangunan kesehatan.
Semangat gotong royong yang merupakan warisan budaya masyarakat Indonesia hendaknya dapat juga di tunjukan dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Adanya gotong-royong ini dapat diukur dengan melihat apakah masyarakat bersedia bekerja sama dalam peningkatan sanitasi lingkungan. Penggalangan gerakan 3M (menguras,menutup,menimbun) dalam upaya pemberantasan penyakit demam berdarah, dan lain sebagainya.
d)    Bekerja bersama dengan masyarakat.
setiap pembangunan kesehatan hendaknya pemerintah/petugas kesehatan menggunakan prinsip bekerja untuk dan bersama masyarakat. Maka akan meningkatkan motivasi dan kemampuan masyarakat karena adanya bimbingan, dorongan, serta alih pengetahuan dan keterampilan dari tenaga kesehatan kepada masyarakat.
e)    Penyerahan pengambilan keputusan kepada masyarakat.
Semua bentuk upaya pemberdayaan masyarakat termasuk di bidang kesehatan apabila ingin berhasil dan berkesinambungan hendaknya bertumpu pada budaya dan adat setempat. Untuk itu, pengambilan keputusan khususnya yang menyangkut tata cara pelaksanaan kegiatan guna pemecahan masalah kesehatan yang ada di masyarakat hendaknya di serahkan kepada masyarakat, pemerintah atau tenaga kesehatan hanya bertindak sebagai fasilitator dan dinamisator. Dengan demikian, masyarakat merasa lebih memiliki tanggung jawab untuk melaksanakanya, hanya pada hakikatnya mereka adalah subjek dan bukan objek pembangunan.
f)     Menggalang kemitraan dengan LSM dan organisasi kemasyarakatan yang ada di masyarakat.
Prinsip lain dari pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah pemerintah atau tenaga kesehatan hendaknya memanfaatkan dan bekerjasama dengan LSM serta organisasi kemasyarakatan yang ada di tempat tersebut. Dengan demikian, upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat lebih berhasil guna (efektif) dan berdaya guan (efisien).
g)    Promosi, pendidikan, dan pelatihan dengan sebanyak mungkin menggunakan dan memanfaatkan potensi setempat.
h)   Upaya dilakukan secara kemitraan dengan berbagai pihak.
i)     Desentralisi (sesuai dengan keadaan dan budaya setempat.

C.    CIRI-CIRI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Sebuah kegiatan dapat dikategorikan sebagai upaya yang berlandaskan pada pemberdayaan masyarakat apabila dapat menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan atau kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, bukan kegiatan yang segala sesuatunya diatur dan disediakan oleh pemerintah maupun pihak lain. Kemampuan (potensi) yang dimiliki oleh masyarakat dapat berupa hal-hal berikut :
a.    Tokoh-tokoh masyarakat.
Tokoh masyarakat adalah semua orang yang memiliki pengaruh di masyarakat setempat baik yang bersifat formal (ketua RT, ketua RW, ketua kampong, kepala dusun, kepala desa) maupun tokoh non formal (tokoh agama, adat, tokoh pemuda, kepala suku). Tokoh-tokoh masyarakat ini merupakan kekuatan yang sangat besar yang mampu menggerakkan masyarakat di dalam setiap upaya pembangunan.
b.    Organisasi kemasyarakatan.
Organisasi yang ada di masyarakat seperti PKK, lembaga persatuan pemuda(LPP), pengajian, dan lain sebagainya merupakan wadah berkumpulnya para anggota dari masing-masing organisasi tersebut. Upaya pemberdayaan masyarakat akan lebih berhasil guna apabila pemerintah/tenaga kesehatan memanfaatkanya dalam upaya pembangunan kesehatan.
c.    Dana masyarakat. Pada golongan masyarakat tertentu, penggalangan dana masyarakat merupakan upaya yang tidak kalah pentingnya. Namun, pada golongan masyarakat yang ekonominya prasejahtera, penggalangan dana masyarakat hendaknya dilakukan sekadar agar mereka merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab terhadap upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatanya. Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan model tabungan-tabungan atau system asuransi yang bersifat subsidi silang.
d.    Sarana dan material yang dimiliki masyarakat. Pendayagunaan sarana dan material yang dimiliki oleh masyarakat seperti peralatan, batu kali, bambu, kayu, dan lain sebagainya untuk pembangunan kesehatan akan menumbuhkan rasa tanggung jawab dan ikut memiliki dari masyarakat.
e.    Pengetahuan masyarakat. Masyarakat memiliki pengetahuan yang bermanfaat bagi pembangunan kesehatan masyarakat, seperti pengetahuan tentang obat tradisional (asli Indonesia) , pengetahuan mengenai penerapan teknologi tepat guna untuk pembangunan fasilitas kesehatan diwilayahnya, misalnya penyaluran air menggunakan bambu. Pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut akan meningkatkan keberhasilan upaya pembangunan kesehatan.
f.     Teknologi yang dimiliki masyarakat. Masyarakat juga memiliki teknologi sendiri dalam memecahkan masalah yang dialaminya, teknologi ini biasanya bersifat sederhana tetapi tepat guna. Untuk itu pemerintah sebaiknya memanfaatkan teknologi yang dimiliki masyarakat tersebut dan apabila memungkinkan dapat memberikan saran teknis guna meningkatkan hasil gunanya.
g.    Pengambilan keputusan. Apabila tahapan penemuan masalah dan perencanaan kegiatan pemecahan masalah kesehatan telah dapat dilakukan oleh masyarakat, maka pengambilan keputusan terhadap upaya pemecahan masalahnya akan lebih baik apabila dilakukan oleh masyarakat sendiri. Dengan demikian kegiatan pemecahan masalah kesehatan tersebut akan berkesinambungan karena masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap kegiatan yang mereka rencanakan sendiri.

D.    MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
a.    Pemberdayaan pimpinan masyarakat(Community Leaders), misalnya melalu sarasehan
b.     Pengembangan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (Community       Organizations), seperti posyandu dan polindes
c.    Pemberdayaan pendanaan masyarakat(Community Fund), misalnya dana sehatd
d.     Pemberdayaan sarana masyarakat(Community Material), misalnya membangun     sumur atau jamban di masyarakate
e.     Peningkatan pengetahuan masyarakat(community knowledge), misalnya lomba  asah terampil dan lomba lukis anak-anakf
f.     Pengembangan teknologi tepat guna (community technology), misalnya penyederhanaan deteksi dini kanker dan ISPA. G
g.    Peningkatan manajemen atau proses pengambilan keputusan (community decision making) misalnya, pendekatan edukatif.
E.     STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
a.    Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatanb.
b.    Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan  yang telah disediakan oleh pemerintahc.
c.    Mengembangkan berbagai cara untuk menggali dan memanfaat kan sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat untuk pembangunan kesehatand.
d.    Mengambangkan berbagai bentuk kegiatan pembangunan kesehatan yang sesuai dengan kultur budaya masyarakat setempate.
e.      Mengembangkan manajemen sumberdaya yang dimiliki masyarakat secara terbuka (transparan)

F.     LANGKAH-LANGKAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Langakah utama pemberdayaan masyarakat melalui upaya pendampingan atau memfasilitasi masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran melalui siklus pemecahan masalah yang terorganisasi (pengorganisasian masyarakat).
Tahap-tahap siklus pemecahan masalah meliputi hal-hal berikut:
a.    Mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah.b
b.     Mendiagnosis masalah dan merumuskan alternative pemecahan masalah dengan memanfaatkan potensi yang dimilikic
c.    Menetapkan alternatif pemecahan masalah yang layak, merencanakan, dan melaksanakanya.d
d.    Memantau, mengevaluasi, dan membina kelestarian upaya-upaya yang telah dilakuakan.

 UPAYA-UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK
A.   DEFINISI
Upaya kesehatan Ibu dan Anak adalah upaya di bidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah.
Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA merupakan upaya memfasilitasi masyarakat untuk membangun sistem kesiagaan masyarakat dalam upaya mengatasi situasi gawat darurat dari aspek non klinis terkait kehamilan dan persalinan
Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat, dalam hal penggunaan alat transportasi/ komunikasi (telepon genggam, telpon rumah), pendanaan, pendonor darah, pencatatan-pemantaun dan informasi KB.
Dalam pengertian ini tercakup pula pendidikan kesehatan kepada masyarakat,  pemuka masyarakat serta menambah keterampilan para dukun bayi serta pembinaan kesehatan  di taman kanak-kanak.
B.    TUJUAN
1.    Tujuan Umum
Tujuan program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi ibu dan keluarganya untuk atau mempercepat pencapaian target Pembangunan Kesehatan Indonesia, serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.

2.    Tujuan Khusus
·         Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku) dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga, Desa Wisma, penyelenggaraan Posyandu dan sebagainya.
·         Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara mandiri di dalam lingkungan keluarga, Desa Wisma, Posyandu dan Karang Balita, serta di sekolah TK.
·         Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan ibu menyusui.
·         Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita.
·         Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dalam keluarganya.

C.    KEGIATAN
Pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan menyusui serta bayi, anak balita dan anak prasekolah.
  1. Deteksi dini faktor resiko ibu hamil.
  2. Pemantauan tumbuh kembang balita
  3. Imunisasi Tetanus Toxoid 2 kali pada ibu hamil serta BCG, DPT-Hb 3 kali, Polio 3 kali dan campak 1 kali pada bayi.
Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program KIA.
1.    Pengobatan bagi ibu, bayi, anak balita dan anak pra sekolah untuk macam-macam penyakit ringan.
2.    Kunjungan rumah untuk mencari ibu dan anak yang memerlukan pemeliharaan serta bayi-bayi yang lahir ditolong oleh dukun selama periode neonatal (0-30 hari).
3.    Pengawasan dan bimbingan kepada taman kanak-kanak dan para dukun bayi serta kader-kader kesehatan.
Sistem kesiagaan di bidang KIA di tingkat masyarakat terdiri atas :
1.    Sistem pencatatan-pemantauan.
2.    Sistem transportasi-komunikasi.
3.    Sistem pendanaan.
4.    Sistem pendonor darah.
5.    Sistem Informasi KB.
Proses Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA ini tidak hanya proses memfasilitasi masyarakat dalam pembentukan sistem kesiagaan itu saja, tetapi juga merupakan proses fasilitasi yang terkait dengan upaya perubahan perilaku, yaitu:
  1. Upaya mobilisasi sosial untuk menyiagakan masyarakat saat situasi gawat darurat, khususnya untuk membantu ibu hamil saat bersalin.
  2. Upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menurunkan angka kematian maternal.
  3. Upaya untuk menggunakan sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat dalam menolong perempuan saat hamil dan persalinan.
  4. Upaya untuk menciptakan perubahan perilaku sehingga persalinan dibantu oleh tenaga kesehatan profesional.
  5. Merupakan proses pemberdayaan masyarakat sehingga mereka mampu mengatasi masalah mereka sendiri.
  6. Upaya untuk melibatkan laki-laki dalam mengatasi masalah kesehatan maternal.
  7. Upaya untuk melibatkan semua pemanggku kepentingan (stakeholders) dalam mengatasi masalah kesehatan.
Karena itu Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA ini berpijak pada konsep-konsep berikut Ini :
  1. Revitalisasi praktek-praktek kebersamaan sosial dan nilai-nilai tolong menolong, untuk perempuan saat hamil dan bersalin.
  2. Merubah pandangan: persalinan adalah urusan semua pihak, tidak hanya urusan perempuan.
  3. Merubah pandangan: masalah kesehatan tidak hanya tanggung jawab pemerintah tetapi merupakan masalah dan tanggunjawab masyarakat.
  4. Melibatan semua pemangku kepentingan (stakeholders) di masyarakat.
  5. Menggunakan pendekatan partisipatif.
  6. Melakukan aksi dan advokasi.

D.    MANAJEMEN KEGIATAN KIA
Pemantauan kegiatan KIA dilaksanakan melalui Pemantauan Wilayah Setempat - KIA (PWS-KIA) dengan batasan :
Pemantauan Wilayah Setempat KIA adalah alat untuk pengelolaan kegiatan KIA serta alat untuk motivasi dan komunikasi kepada sektor lain yang terkait dan dipergunakan untuk pemantauan program KIA secara teknis maupun non teknis.Melalui PWS-KIA dikembangkan indikator-indikator pemantauan teknis dan non teknis, yaitu :
1.    Indikator Pemantauan Teknis :
Indikator ini digunakan oleh para pengelola program dalam lingkungan kesehatan yang terdiri dari :
1)    Indikator Akses
2)    Indikator Cakupan Ibu Hamil
3)    Indikator Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
4)    Indikator Penjaringan Dini Faktor Resiko oleh Masyarakat
5)    Indikator Penjaringan Faktor resiko oleh Tenaga Kesehatan
6)    Indikator Neonatal.
2.    Indikator Pemantauan Non teknis :
Indikator ini dimaksudkan untuk motivasi dan komunikasi kemajuan maupun masalah operasional kegiatan KIA kepada para penguasa di wilayah, sehingga dimengerti dan mendapatkan bantuan sesuai keperluan. Indikator-indikator ini dipergunakan dalam berbagai tingkat administrasi, yaitu :
3.    Indikator pemerataan pelayanan KIA.
Untuk ini dipilih indikator AKSES (jangkauan) dalam pemantauan secara teknis memodifikasinya menjadi indikator pemerataan pelayanan yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah.
4.    Indikator efektivitas pelayanan KIA :
Untuk ini dipilih cakupan (coverage) dalam pemantauan secara teknis dengan memodifikasinya menjadi indikator efektivitas program yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah.
Kedua indikator tersebut harus secara rutin dijabarkan per bulan, per desa serta dipergunakan dalam pertemuan-pertemuan lintas sektoral untuk menunjukkan desa-desa mana yang masih ketinggalan.
Pemantauan secara lintas sektoral ini harus diikuti dengan suatu tindak lanjut yang jelas dari para penguasa wilayah perihal : peningkatan penggerakan masyarakat serta penggalian sumber daya setempat yang diperlukan.