ASFIKSIA PADA NEONATUS
Syafrudin, SKM, M.Kes.
I. PENDAHULUAN
Di Indonesia, dari seluruh kematian
bayi, sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal (usia dibawah 1 bulan), setiap
5 menit terdapat satu neonatal yang meninggal. Adapun penyebab kematian
neonatal di Indonesia adalah BBLR sebanyak 29%, asfiksia sebanyak 27%, trauma
lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan congenital.
Masa neonatal adalah masa yang
sangat rawan bagi bayi, karena mudahnya terjadi gangguan atau masalah pada system tubuh yang akan menjadi penyulit
pada neonatus ini. Adapun penyulit yang dapat terjadi pada msa neonatal ini
yakni:
1. Perlukaan kelahiran (dapat timbul karena disebabkan
oleh alat bantu saat persalinan, mis: forcp dan vacuum).
2. Asfiksia neonatorum.
3. Kelainan congenital.
4. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
5. Adanya penyakit-penyakit dalam masa neonatal ini
(mis: meningitis, pneumonia, dll).
Oleh karena itu orang tua (terutama
ibu) harus dapat menjaga anak dari masa kehamilan sampai anak dilahirkan,
terutama masa neonatal ini dengan baik dengan pengetahuan yang cukup mengenai
msalah / penyulit yang mungkin bisa terjadi. Dan sebagai tenaga kesehatan
sangat diperlukan mengusai pengetahuan mengenai hal ini agar dapat memberikan
pertolongan yang baik dan tepat pada bayi di usia neonatal ini yang mengalami
penyulit atau masalah yang terjadi.
II. ASFIKSIA NEONATORUM
A. Pengertian
Asfiksia adalah keadaan bayi baru
lahir tidak bernafas secara spontan dan teratur. Sehingga, dengan adanya
keadaan ini dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang dapat
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Keadaan ini disertai
dengan hipoksia, yang merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat
adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterine. Akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna, maka
tindakan yang akan dilakukan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.
B. Etiologi
Hipoksia
janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran
gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam
persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2.
Pada saat bayi dilahirkan, alveoli
bayi diisi dengan “cairan paru-paru janin”. Cairan paru-paru janin herus
dibersihkan terlebih dahulu apabila udara harus masuk ke dalam peru-paru bayi
baru lahir. Dalam kondisi demikian, paru-paru memerlukan tekanan yang cukup
besar untuk mengeluarkan cairan tersebut agar alveoli dapat berkembang untuk
pertama kalinya. Untuk mengembangkan paru-paru, upaya pernafasan pertama
memerlukan tekanan 2 sampai 3 kali lebih tinggi daripada tekanan untuk
pernafasan berikutnya agar berhasil. Menghadapi bayi yang tidak pernah
menganbil nafas pertama dapat diasumsikan bahwa pengembangan alveoli tidak
terjadi dan paru-paru tetap berisi cairan. Melakukan pernafasan buatan pada
bayi seperti ini diperlukan tekanan tambahan untuk membuka alveoli dan
mengeluarkan cairn paru-paru.
Masalah yang dihadapi dalam
mengeluarkan cairan dari paru-paru adalah:
·
Bayi sudah menderita apnu saat dilahirkan.
·
Bayi dengan upaya pernafasan yang lemah dan
tidak efektif seperti pada:
-
Bayi kurang bulan
-
Bayi yang dilahirkan dengan depresi karena asfiksia,
pengaruh obat-obat pada ibu, anestesi dan lain-lain sebab.
Upaya
pernafasan seperti pernafasan megap-megap atau tidak teratur tidak cukup untuk
mengembangkan paru-paru. Hal ini berarti bahwa anda tidak bisa mengandalkan
pada upaya pernafasan spontan sebagai indikasi pernafasan efektif bayi baru
lahir. Pergerakan dada tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya indicator untuk
pernafasan yang efektif.
Pada
kelahiran, peredaran darah di paru-paru harus meningkat untuk memungkinkan
proses oksigenasi yang cukup. Keadaan ini akan dicapai dengan terbukanya
arterioli dan diisi darah yang sebelumnya dialirkan dari paru-paru melalui
duktus arteriosus. Bayi dengan asfiksia, hipoksia dan asidosis akan
mempertahankan pola sirkulasi janin dengan menurunnya darah paru-paru.
Pada
asfiksia, darah lebih banyak dialirkan ke otak dan jantung. Dengan adanya
hipoksia dan asidosis maka fungsi miokardium menurun, curah jantung menurun dan
aliran darah ke alat-alat vital juga berkurang.
C. Penyebab Asfiksia
Beberapa keadaan pada ibu dapat
menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran
oksigen ke janin juga berkurang, akibatnya terjadi gawat janin, dan hal inilah
yang menyebabkan asfiksia bayi baru lahir (BBL). Pada keadaan bayi , bayi
mungkin mengalami asfiksia walaupun tanpa didahului oleh keadaan gawat janin.
Selain itu, pada keadaan tali pusat yaitu akibat dari penurunan aliran darah
dan oksigen melalui tali pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami
asfiksia. Adapun beberapa faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia)
adalah:
1.
Keadaan Ibu
- Preeklampsia dan eklampsia.
- Perdarahan abnormal (plasenta previa dan solution plasenta).
- Partus lama atau partus macet.
- Delam selama persalinan.
- Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
- Kehamilan post matur (sesudah 42 minggu kehamilan)
2.
Keadaan Bayi
- Bayi premature (sebelum 37 minggu kehamilan).
- Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, akstraksi vacuum, forsep).
- Kelainan congenital.
- Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
3.
Keadaan Tali Pusat
- Lilitan tali pusat.
- Tali pusat pendek.
- Simpul tali pusat.
- Prolapsus tali pusat.
D. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi
biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia
/ hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda
gawat janin. Ada
tiga hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu:
1.
Denyut jantung janin.
Frekuensi normal ialah antara 120 – 160 denyutan
permenitnya. Selama his, frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali
lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak
banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 kali
permenitnya, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda
bahaya. Di beberapa klinik, elektrokardiografi janin digunakan untuk
terus-menerus mengawasi keadaan denyut jantung dalam persalinan.
2.
Mekonium dalam air ketuban.
Mekonium dalam presentasi sungsang tidak ada artinya,
akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi
dan harus menimbulkan kewaspadaan. Pengeluaran mekonium pada letak kepala
menunjukkan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervus X, sehingga
peristaltic usus meningkat dan sfingter ani terbuka, sehingga terjadi
pengeluaran mekonium. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala
dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
3.
Pemeriksaaan PH darah janin.
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat
serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambilcontoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya PH.
Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya
oleh beberapa penulis.
Dignosis
gawat janin sangat penting untuk dapat menyelamatkan dan dengan demikian
membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal. Selain itu, kelahiran bayi yang
telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia
neonatorum. Jika terdapat asfiksia, tingkatannya perlu dikenal untuk dapat
melakukan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan cara penilaian
menurut Apgar. Nilai Apgar mempunyai hubungan erat dengan beratnya asfiksia dan
biasanya dinilai satu menit dan lima
menit setelah bayi lahir. Angka ini penting artinya karena dapat dipergunakan
sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi yang akan dikerjakan.
Cara
penilaian dengan menggunakan system nilai Apgar ialah sebagai berikut:
Gejala
|
0
|
1
|
2
|
Denyut jantung
bayi
|
Tak ada
|
< 100
|
> 100
|
Pernafasan
|
Tak ada
|
Lemah,
menangis lemah
|
Baik, menangis
kuat
|
Otot
|
Lemas
|
Refleks lemah
|
Gerak aktif,
refleks baik
|
Reaksi
terhadap rangsangan
|
Tak ada
|
Menyeringai
|
Menangis
|
Warna kulit
|
Biru / pucat
|
Badan merah /
ekstremitas pucat
|
Seluruhnya
merah
|
Keterangan:
·
Skor Apgar 7 – 10 : bayi dianggap sehat dan
tidak memerlukan tindakan istimewa.
·
Skor Apgar 4 – 6: Bayi dalam keadaan asfiksia
sedang, pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung > 100 /
menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak
ada.
·
Skor Apgar 0 – 3: Bayi dalam keadaan asfiksia
berat, pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi jantung < 100 / menit,
tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang kadang pucat, refleks iritabilitas
tidak ada.
E. Perubahan Patofisiologis dan Gambaran
Klinis
Pernafasan
spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang
bersifat sementara pada bayi (asfiksia tensien). Proses ini dianggap sangat
perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi ‘primary
gasping’ yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia
ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat
mengatasinya.
Bila terdapat gangguan pertukaran
gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan / persalinan, akan terjadi
asfiksia yang lebih berat. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode
apnu (‘primary apnu’) disertai dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya
bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh
pernafasan teratur. Pada bayi dengan asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak
tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (‘secondary apnu’).
Pada tingkat ini disamping brakikardia ditemukan pula penurunan tekanan darah.
Di samping adanya perubahan klinis,
akan terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam basa
pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas mungkin hanya
menimbulkan asidosis respiratorik, yang bila berlanjut akan menyebabkan
asidosis metabolic karena terjadinya proses metabolisme anaerobic. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa
keadaaan diantaranya:
1.
Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan
mempengaruhi fungsi jantung.
2.
Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan
menurunnya sel jaringan, termasuk otot jantung, sehingga menimbulkan kelemahan
jantung.
3.
Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan
menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi
darah ke paru dan demikian pula ke system sirkulasi tubuh lain akan mengalami
gangguan.
Asidosis
dan gangguan kardiovaskular yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap
sel otak, kemudian kerusakan sel otak yang terjadi dapat menimbulkan kematian.
F. Tindakan Pada Asfiksia Neonatorum
Tujuan utama mengatasi asfiksia
ialah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa
(sekule) yang mungkin timbul di kemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada
bayi laazim disebut resusitasi bayi baru lahir. Untuk mendapatkan hasil yang
sempurna dalam resusitasi, prinsip dasar yang perlu diingat ialah:
1.
Membersihkan lingkungan baik pada bayi dan mengusahakan
saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu
agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
2.
Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi
menunjukkan usaha pernafasan lemah.
3.
Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
4.
Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
Adapun
tindakan-tindakan yang dilakukan pada bayi dapat dibagi menjadi 2 golongan ,
yaitu:
1.
Tindakan pertolongan umum neonatus
Tindakan ini dikerjakan pada setiap bayi tanpa memandang nilai Apgar,
yakni:
·
Kepala bayi diletakkan pada posisi yang lebih
rendah.
·
Bersihkan jalan nafas dari lender: mulut dan
tenggorokan, saluran nafas bagian atas.
·
Mengurangi kehilangan panas badan bayi dengan
membungkus dan memandikan dengan air hangat.
·
Memberikan rangsangan menangis: memukul telapak
kaki, atau menekan tendon pada tumit bayi.
·
Dalam ruang gawat darurat selalu tersedia:
penghisap lendir bayi dan O2 dengan maskernya.
2.
Tindakan Khusus asfiksia neonatorum
Menghadapi
asfiksia neonatus memang diperlukan tindakan spesialistik, sehingga diharapkan
bidan dapat segera melakukan rujukan ke rumah sakit. Melakukan pertolongan
persalinan dengan resiko rendah di daerah pedesaan sebagian besar berlangsung
dengan aman dan baik. Penilaian bayi baru lahir dilakukan dengan menggunakan
system nilai Apgar.
Berdasarkan
criteria nilai Apgar, bidan dapat melakukan penilaian untuk mengambil tindakan
yang tepat, diantaranya melakukan rujukan medis sehingga keselamatan bayi dapat
ditingkatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar