Rabu, 18 April 2012

IMMUNISASI DASAR

Imunisasi Dasar

I. PENDAHULUAN
Dibandingkan dengan 10 tahun lalu, cakupan beberapa imunisasi rutin yang wajib diberikan sesuai program pemerintah cenderung menurun. Hal ini mengakibatkan sejumlah penyakit infeksi pada bayi, seperti campak, belum teratasi dan masih mengancam bayi yang tidak diimunisasi.
Sejumlah daerah belum optimal melakukan imunisasi, dengan cakupan kurang dari 90 persen pada tahun 2008. Untuk imunisasi campak di Papua baru tercakup 60,7 persen, Sulawesi Barat 77,6 persen, dan Nusa Tenggara Timur 74,2 persen. Campak merupakan penyakit yang ditandai oleh demam tinggi dan adanya bintik-bintik merah. Penyakit ini di dunia membunuh satu dari 1.000 kasus infeksi.

Tidak tercapainya target imunisasi hingga mencakup semua bayi, di beberapa daerah, antara lain disebabkan pemahaman masyarakat yang masih terbatas bahkan keliru terhadap imunisasi, terutama di perkotaan. Adapun di pedesaan karena minimnya infrastruktur dan rendahnya cara hidup sehat.

”Keberhasilan program imunisasi sangat tergantung dari kesiapan petugas kesehatan, tingkat kesadaran masyarakat, dan alat untuk menjamin efektivitas vaksin,” kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Tjandra Yoga Aditama, Sabtu (5/9) di Jakarta.



Lima imunisasi wajib
Upaya imunisasi di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1970-an pada bayi dan anak. Sesuai program imunisasi pemerintah, ada lima jenis imunisasi yang wajib diberikan kepada bayi usia 0-11 bulan, yaitu polio, BCG, hepatitis B, DPT, dan campak.
Adapun imunisasi yang dianjurkan adalah MMR, Hib, tifoid, hepatitis A, varisela, PPV, dan pneumokokus (IPD).

Beberapa manfaat imunisasi yang wajib diberikan itu antara lain vaksin hepatitis B mencegah infeksi hepatitis B, vaksin BCG untuk menghindari tuberkulosis berat, vaksin DPT untuk mencegah difteri, batuk rejan (pertusis) dan tetanus. Adapun vaksin polio untuk menghindari penyakit polio.

Namun, cakupan imunisasi yang wajib diberikan itu menurun beberapa tahun terakhir dibandingkan dengan 10 tahun lalu. Sebagai contoh, cakupan imunisasi DPT tahun 1997 secara nasional mencapai 100 persen atau lebih, sedangkan tahun 2008 cakupannya turun menjadi 91,6 persen. Dengan sasaran imunisasi pada bayi sekitar 5 juta anak, ini berarti ada sekitar 420.000 bayi tidak mendapat vaksin DPT.

Kondisi ini menyebabkan sejumlah penyakit infeksi pada anak balita belum bisa diatasi hingga tak ada lagi kasus. Sebagai contoh, angka kasus campak tahun 2007 berjumlah 18.488 orang. Polio muncul tahun 2005 setelah tidak ditemukan sejak tahun 1995 meski berhasil dieliminasi setelah imunisasi nasional.

Mencegah infeksi
Imunisasi merupakan hal mendasar untuk diberikan kepada setiap anak. ”Masa depan bangsa ditentukan anak saat ini. Karena itu, salah satu sasaran Millennium Development Goals 2015 adalah menurunkan angka kematian bayi dan anak balita, membasmi berbagai penyakit infeksi,” kata Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Bagriul Hegar.

Sejauh ini, kematian anak di bawah usia satu tahun di Indonesia sangat tinggi. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, angka kematian bayi tahun 2007 adalah 34 per 1.000 kelahiran hidup. ”Angka kematian bayi di Indonesia tertinggi di antara negara ASEAN,” ujar Sri Rezeki S Hadinegoro, Ketua Satuan Tugas Imunisasi IDAI.
Sekitar 75 persen dari kematian bayi di bawah umur 1 tahun karena infeksi saluran napas akut (ISPA), komplikasi perinatal (bayi umur 0-28 hari), dan diare. Karena itu, upaya mengatasi ketiga penyebab utama kesakitan dan kematian itu harus diutamakan. Banyak penyakit terkait ISPA bisa dicegah dengan imunisasi, antara lain campak, pertusis, Hib, dan pneumokokus.
Imunisasi juga mencegah penyakit di masa depan. Sebagai contoh, hepatitis B pada bayi bisa mencegah kanker hati pada usia produktif. Karena 90 persen bayi yang dilahirkan ibu dengan infeksi hepatitis B akan terinfeksi virus itu, 95 persen di antaranya berkembang menjadi kronik dan kanker hati.

”Pemberian vaksin dapat melindungi anak dari serangan berbagai penyakit infeksi yang bisa menyebabkan kematian dan kecacatan. Imunisasi merangsang sistem imunologi tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit,” kata Sri Rezeki.
Keuntungan vaksin dapat dirasakan secara individu, sosial, dan menunjang sistem kesehatan nasional. Jika seorang anak telah mendapat vaksinasi, 80-95 persen akan terhindar dari penyakit itu. Hal ini memutus rantai penularan penyakit dari anak ke anak lain atau orang dewasa yang hidup bersama, menurunkan biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit, mencegah kematian dan kecacatan seumur hidup.



Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan, pemerintah terus melakukan kegiatan vaksinasi. ”Itu terus berlanjut di seluruh Indonesia,” katanya.
Mengenai adanya kelompok dalam masyarakat yang menolak imunisasi, Menkes menyatakan, penolakan memang pernah terjadi, tetapi sekarang ini sudah jauh berkurang. ”Saya lakukan pendekatan kepada mereka selama dua tahun,” kata Menkes.

Menkes menyatakan, empat vaksin wajib seperti polio, DPT, campak, dan BCG adalah produksi dalam negeri. Karena itu, saat melakukan pendekatan kepada kelompok-kelompok yang menolak vaksin tersebut, ia menjelaskan bahwa keempat vaksin diproduksi oleh Bio Farma. Bio Farma sudah mengekspor vaksin produksinya dan sudah menguasai 35 persen pasar dunia.
Tjandra Yoga menyatakan, cakupan imunisasi tidak menurun, tetapi berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada hepatitis B, penurunan cakupan imunisasi tahun 2007 terjadi karena perubahan kebijakan, yaitu menggabungkan DPT dan hepatitis B apabila bayi sudah berusia di atas tujuh hari.
Keberhasilan imunisasi rutin bergantung pada petugas kesehatan, kesadaran masyarakat, dan alat penyimpan vaksin. Sejak desentralisasi sektor kesehatan, dana operasional imunisasi dilimpahkan ke daerah, pemerintah pusat bertanggung jawab atas pengadaan dan distribusi logistik vaksin ke semua provinsi.
Dalam menjalankan program imunisasi rutin, kendala yang dihadapi adalah banyak posyandu yang tidak aktif lagi di banyak daerah. Karena itu, revitalisasi posyandu mulai dilakukan agar bayi terpantau kesehatannya dan mendapat imunisasi lengkap.



II. MATERI PENYULUHAN
Imunisasi adalah upaya memberikan kekebalan aktif kepada seseorang dengan cara memberikan vaksin dengan imunisasi, seseorang akan memiliki kekebalan terhadap penyakit. sebaliknya, bila tidak, akan mudah terkena penyakit infeksi berbahaya.
*      MACAM MACAM IMUNISASI
-BCG diberikan  1 kali            (pada usia 1 bulan)
-DPT diberikan 3 kali (pada usia 2,3,dan 4 bulan)
-Polio diberikan 4 kali (pada usia 1,2,3, dan 4 bulan)
-Campak diberikan 1 kali (pada usia 9 bulan)
-Hepatitis B diberikan 1 kali (pada usia 0-7 hari)
Jadwal Pemberian Imunisasi
No
Jenis Vaksin
Jumlah Vaksinasi
Selang Waktu Pemberian
Sasaran
1
BCG
1 kali
-
Bayi 0-11 bulan
2
DPT-Hb
3 kali (DPT-Hb 1,2,3)
4 minggu
Bayi 2-11 bulan
3
Polio
4 kali (Polio 1,2,3,4)
4 minggu
Bayi 0-11 bulan
4
Campak
1 kali
-
Anak 9-11 bulan

*      Tujuan imunisasi
Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.




  • Penyakit yang Dapat di Cegah Dengan Imunisasi
a.    TBC
Untuk mencegah timbulnya tuberkolosis (TBC) dapat dilakukan imunisasi BCG. Imunisasi BCG adalah singkatan dari Basillus Calmatto Guenin. Imunisasi BCG diberikan pada semua bayi baru lahir sampai usia kurang dari dua bulan. Penyuntikan biasanya dilakukan dibagian atas lengan kanan (region deltoid) dengan dosis 0,05 ml reaksi yang mungkin timbul setelah penyuntikan adalah :
Kemerah-merahan disekitar suntikan, dapat timbul luka yang lama sembuh di daerah suntikan, dan terjadi pembengkakan di kelenjar sekitar daerah suntikan (biasanya di daerah ketiak).
Bila terjadi hal tersebut di atas yang penting adalah menjaga kebersihan terutama daerah sekitar luka dan segera bawa ke dokter.
b.    Difteri, Pertusis dan Tetanus
Penderita difteri, pertusis, dan tetanus ini bila tidak segera mendapat pertolongan yang memadai maka berakibat fatal. Imunisasi DPT dimaksudkan untuk mencegah ketiga penyakit tersebut di atas. Imunisasi dasar diberikan tiga kali, pertama kali bersama dengan BCG dan polio, kemudian berturut-turut dua kali dengan jarak masing-masing 4 minggu (1 bulan). Imunisasi ulangan dapat dilakukan 1 tahun setelah imunisasi ketiga dan pada saat usia masuk sekolah dasar (5-6 tahun). Imunisasi selanjutnya dianjurkan tiap lima tahun dengan imunisasi DT (tanpa pertusis).
c.    Poliomyelitis
Penderita poliomyelitis apabila terhindar dari kematian banyak yang menderita kecacatan sehingga imunisasi sebagai usaha pencegahan sangat dianjurkan.
Imunisasi polio di Indonesia dilakukan dengan cara meneteskan vaksin sebanyak 2 tetes di mulut. Pertama kali diberikan bersama BCG dan DPT pertama pada usia dua bulan. Kemudian diulang dengan jarak 4 minggu sebanyak 4 kali. Imunisasi ulangan dilakukan satu tahun, setelah imunisasi dasar ke-4 dan saat masuk SD (6-7 tahun). Imunisasi tambahan dapat diberikan apabila ada resiko kontak dengan virus ganas.
d.    Hepatitis B
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara vaksin hepatitis B yang dipakai untuk program pemerintah di Indonesia adalah vaksin buatan Korean Green Cross yang dibuat dari plasma darah penderita hepatitis B. Jadwal imunisasi yang dianjurkan adalah untuk bayi baru lahir (0 – 7 bulan) dengan satu kali suntikan dosis 0,5 ml satu bulan kemudian mendapat satu kali lagi. Setelah itu, imunisasi ketiga diberikan pada saat bayi berusia 6 bulan, mengenai waktu pemberian suntikan yang ketiga ada beberapa pendapat. Untuk pelaksanaan program diberikan 1 bulan setelah suntikan kedua. Hal ini semata-mata untuk kemudahan dalam pelaksanaan, tetapi kekebalan yang didapat tidaklah berbeda. Imunisasi hepatitis B ulangan dilakukan setiap 5 tahun sekali.
e.    Campak
Pencegahan penyakit campak dapat dilakukan melalui imunisasi. Imunisasi campak dilakukan ketika bayi berumur sekitar 9 bulan. Imunisasi campak hanya dilakukan satu kali dan kekebalannya bisa berlangsung seumur hidup. Imunisasi campak bisa diberikan sendiri atau bersama dalam imunisasi

  • Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
KIPI adalah kejadian sakit yang mungkin timbul setelah imunisasi. kejadian ini umumnya terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi.
BCG = setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah di tempat suntikan. setelah 2-3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil yang menjadi luka dengan garis tengah sekitar 10 mm. jangan diberi obat apapun, dan biarkan luka tetap terbuka. luka tersebut akan sembuh dengan sendirinya dan meninggalkan parut yang kecil.
DPT = kadang-kadang bayi menderita panas setelah mendapat vaksin ini. tetapi panas ini umumnya akan sembuh dalam 1-2 hari. sebagian bayi merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak di tempat suntikan. sedangkan sebagian bayi lainnya tidak. keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu pengobatan, akan sembuh sendiri.
Polio
1.    Sangat jarang; bila terjadi kelumpuhan ekstremitas segera konsul,
2.    Diare,
3.    Dehidrasi (tergantung derajat diare, biasanya hanya diare ringan).
Campak = anak mungkin panas pada hari ke 5-12 sesudah suntikan. kadang2 disertai kemerahan pada kulit seperti campak. hal ini adalah gejala penyakit campak ringan dan umumnya setelah 1-2 hari akan hilang.
Hepatitis B = tidak ada efek samping
  • Yang Perlu ibu lakukan bila anak demam setelah di imunisasi :
1. lebih sering meneteki (ASI) dari biasanya, untuk menjamin bayi/anak menerima cukup zat cair.jika bayi berusia lebih dari 6 bulan boleh diberi tambahan air minum.
2. memberikan obat penurun panas dengan dosis sesuai anjuran dokter.
3. mengompres dahi bayi dengan menggunakan kain yang dibasahi air hangat.
4. membawa bayi ke dokter atau layanan kesehatan jika demam berlanjut.
DAFTAR PUSTAKA

www.inilah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar