MASALAH KEBIDANAN DI KOMUNITAS
Syafrudin,
SKM, MKes
Masalah kerusakan lingkungan hidup
manusia di bumi telah diketahui secara umum dan dapat memberikan dampak
kerugian bagi kesehatan ibu dan bayi sehingga dapat mengakibatkan kematian.
Masalah kebidanan komunitas terdiri dari identifikasi kematian ibu dan bayi,
kehamilan remaja, unsafe abortion, BBLR, tingkat kesuburan, ANC yang kurang yang
ada di komunitas dan identifikasi pertolongan persalinan non kesehatan, PMS,
serta perilaku dan social budaya yang berpengaruh pada pelayanan kebidanan
komunitas.
Pada hand out ini juga menjelaskan
indentifikasi masalah kebidanan komunitas yang ada di masyarakat dengan baik
dan benar. Hal ini sangat penting bagi bidan dalam memberikan pelayanan yang
komprehensip dan menyeluruh dari semua area lapisan masyarakat sehingga kita
dapat mengetahui betapa dibutuhkannya pelayanan kebidanan yang dilakukan komunitif
oleh bidan karena akan banyak membawa pengaruh positif dan mengurangi adanya
intervensi yang tidak perlu.
A. Identifikasi kematian ibu
dan bayi, kehamilan remaja, unsafe abortion, BBLR, tingkat kesuburan, ANC yang
kurang yang ada di komunitas.
Menurut McCharty dan Maine (1992) dalam kerangka konsepnya
mengemukakan bahwa peran determinan sebagai landasan yang melatarbelakangi dan
menjadi penyebab langsung dan tidak langsung dari identifikasi kematian ibu dan
bayi, kehamilan remaja, unsafe abortion, BBLR dan tingkat kesuburan yang ada di
komunitas. Faktor determinan tersebut
adalah :
1. Determinan
proksi / dekat / outcome
a. Kejadian kehamilan
b. Komplikasi kehamilan dan persalinan (perdarahan, infeksi, eklamsi,
partus macet, rupture uteri).
c. Kematian, kecacatan
2. Determinan
antara / intermediate determinants
a. Status kesehatan (gizi, infeksi penyakit kronik, riwayat
komplikasi).
b. Status reproduksi (umur paritas, status perkawinan)
c. akses terhadap pelayanan kesehatan (lokasi pelayanan kesehatan KB,
ANC, pelayanan obstetric, jangkauan pelayanan, kualitas pelayanan, akses
informasi pelayanan kesehatan).
d. Perilaku sehat (penggunaan KB, pemeriksaan ANC dan penolong
persalinan).
e. Faktor-faktor yang tidak diketahui/tidak terduga.
3. Determinan
kontekstual / jauh / distant determinan
a. Status wanita dalam keluarga dan masyarakat (pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, keberdayaan).
b. Status keluarga dan masyarakat (penghasilan, kepemilikan,
pendidikan, dan pekerjaan anggota rumah tangga).
c. Status masyarakat (kesejahteraan, sumber daya spt dokter, klinik).
Kematian Maternal dan Perinatal
Sejak permulaan kehamilan pertama
manusia, mereka yang menjuruskan diri pada ketrampilan untuk menolong
persalinan telah mulai dirintis. Di Indonesia dikenal dengan istilah paraji
atau dukun beranak. Salah satu bentuk kepedulian dunia melalui WHO dan UNICEF
1978 melaksanakan pertemuan yang berkaitan dengan tingginya angka kematian ibu
di seluruh dunia mencanangkan “primary health care dan helath for all by the
years 2000”. Diperkirakan terjadi kematian sekitar 560.000-585.000 orang setiap
tahunnya dengan tekanan terbesar di Negara berkembang. Di samping itu dapat
pula diaudit bahwa sebagian besar kematian maternal masih dapat dihindari bila pertolongan
pertama dapat dilakukan dengan memuaskan, dan juga dikemukakan bahwa kematian
maternal merupakan masalah yang kompleks karena berkaitan dengan penyebab
antara dan penyebab tidak langsung.
Obstetri social menetapkan arahnya pada
upaya promotif dan preventif dalam bidang obstetric sehingga lebih
mengkhususkan pada upaya meniadakan sebanyak mungkin penyebab kematian antara
dan penyebab kematian langsung.
Penyebab
kematian natara yaitu :
1. Kesanggupan dalam memberikan pelayanan
gawat darurat
2. Keadaan gizi ibu hamil laktasi yang
berkaitan dengan status social ekonomi.
3. Kebodohan dan kemiskinan sehingga masih
tetap berorientasi pada pelayanan tradisional.
4. Penerimaan gerakan keluarga berencana,
masih kurang yang nyata dapat menurunkan AKI AKP.
5. Masalah perilaku seksual terjadi kehamilan
yang tidak dikehendaki sehingga mencari jalan pintas terminasi unadekat.
Penyebab kematian
tidak langsung yaitu :
1. Rendahnya status perempuan Indonesia
secara umum.
2. Pekerjaan yang berat sekalipun sedang hamil
tua karena harus ikut serta menunjang kebutuhan social ekonomi keluarga.
3. Budaya komunal sehingga saat yang kritis
masih memerlukan persetujuan kepala keluarga, kepala desa, mereka yang
disegani, sehingga terlambat untuk mengambil keputusan.
Perhatian
dan kemauan politik penguasa dalam menentukan skala prioritas pelayanan
kesehatan. Penyebab kematian perinatal sebagian besar berkaitan dengan penyebab
kematian maternal diantaranya trias kematian perinatal yaitu trauma persalinan,
infeksi dan perdarahan, asfiksia saat persalinan, persalinan prematuritas.
Tingginya angka kematian perinatal dianggap tolok ukur kemampuan melakukan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan menyeluruh.
Upaya
untuk dapat menurunkan AKI dan AKP adalah :
1. Mendekatkan pelayanan di tengah masyarakat
dengan menempatkan bidan di desa.
2. Meningkatkan penerimaan KB sehingga ibu
hamil makin berkurang serta diikuti komplikasi yang makin menurun.
3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
umumnya.
4. Menyebarkan keberadaan ahli obgin yang berorientasi
pada aspek sosialnya.
5. Meningkatkan upaya rujukan, sehingga
diterima di pusat pelayanan kesehatan dalam keadaan maih optimal.
Kehamilan Remaja
Arus
informasi menuju globalisasi mengakibatkan perubahan perilaku remaja yang makin
dapat menerima hubungan seksual sebagai cerminan fungsi rekreasi. Akibatnya
meningkatnya kehamilan yang belum dikehendaki atau terjadi penyakit hubungan
seksual.
Dampak kehamilan
remaja :
a. Faktor psikologis belum matang
1) Alat
reproduksinya masih belum siap menerima kehamilan sehingga dapat menimbulkan
berbagai bentuk komplikasi.
2) Remaja
berusia muda sedang menuntut ilmu akan mengalami putus sekolah sementara atau
seterusnya, dan dapat putus kerjaan yang baru dirintisnya.
3) Perasaan
tertekan karena mendapat cercaan dari keluarga, teman, atau lingkungan
masyarakat.
4) Tersisih
dari pergaulan karena dianggap belum mampu membawa diri.
5) Mungkin
kehamilannya disertai kecanduan obat-obatan, merokok atau minuman keras.
b. Faktor Fisik
1. Mungkin
kehamilan ini tidak jelas siapa ayah sebenarnya.
2. Kehamilannya
dapat disertai penyakit hubungan seksual sehingga memerlukan pemeriksaan ekstra
yang lebih lengkap.
3. Tumbuh
kembang janin dalam rahim belum matang dapat menimbulkan aboruts, persealinan
premature dapat terjadi komplikasi penyakit yang telah lama dideritanya.
4. Saat
persalinan sering memerlukan tindakan medis operatif.
5. Outcome,
janin mengalami kelainan congenital, berat badan lahir rendah.
6. Kematian
maternal dan perinatal pada kehamilan remaja lebih tinggi dibandingkan dengan
usia reproduksi sehat usia antara 20-35 tahun.
Fungsi
seksual yaitu untuk prokreasi (mendapatkan keturunan), rekreasi (untuk
dinikmati keberadaannya), untuk relasi (hubungan kekeluargaan) dan bersifat
institusi (kewajiban suami untuk istrinya).
Hubungan
seksual remaja merupakan masalah besar dalam disiplin ilmu kedokteran yaitu
ilmu andrologi, seksologi, penyakit kelamin dan kulit, kebidanan dan kandungan.
Mungkin
terjadi pelacuran terselubung untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup bagi remaja
yang disebabkan oleh makin menariknya berbagai bentuk produksi kosmetika,
pakaian dan lainnya.
Langkah-langkah
untuk mengendalikan masalah kehamilan remaja dalah sebagai berikut :
1. Sebelum terjadi kehamilan
a. Menjaga
kesehatan reproduksi dengan jalan melakukan hubungan seksual yang bersih dan
aman.
b. Menghindari
multipartner (umumnya sulit dihindari)
c. Mempergunakan
KB remaja, diantaranya kondom, pil, dan suntikan sehingga terhindar dari
kehamilan yang tidak diinginkan.
d. Memberikan
pendidikan seksual sejak dini.
e. Meningkatkan
iman dan taqwa kepada Tuhan YME sesuai ajaran agama masing-masing.
f. Segera
setelah hubungan seksual mempergunakan KB darurat penginduksi haid atau
misoprostol dan lainny.
2. Setelah terjadi kehamilan
Setelah terjadi konsepsi sampai nidasi,
persoalannya makin sulit karena secara fisik hasil konsepsi dan nidasi
mempunyai beberapa ketetapan sebagai berikut :
a.
Hasil konsepsi dan nidasi mempunyai hak untuk hidup dan
mendapatkan perlindungan.
b.
Hasil konsepsi dan nidasi merupakan zygote yang
mempunyai potensi untuk hidup.
c.
Hasil konsepsi dan nidasi nasibnya ditentukan oleh ibu
yang mengandung.
d.
Hasil konsepsi dan nidasi mempunyai landasan moral yang
kuat, karena potensinya untuk tumbuh kembang menjadi generasi yang didambakan
setiap keluarga.
Berdasarkan
pertimbangan tersebut di atas maka langkah yang dapat diambil antara lain :
1. Membiarkan tumbuh kembang sampai lahir,
sekalipun tanpa ayah yang jelas dan selanjutnya menjadi tanggung jawab Negara.
Berdasarkan hak Negara biaya dapat dialihkan haknya kepada orang lain. Mereka
dinikahkan sehingga bayi yang lahir mempunyai keluarga yang sah.
2. Di lingkungan Negara yang dapat menerima
kehadiran bayi tanpa ayah, pihak perempuan memeliharanya sebagai anak secara
lazim.
3. Dapat dilakukan terminasi kehamilan dengan
berbagai teknik sehingga keselamatan remaja dapat terjamin untuk menyongsong
kehidupan normal sebagaimana mestinya. Undang-undang kesehatan yang mengatur
gugur kandung secara legal yaitu No. 23 Tahun 1992.
Persoalan
selanjutnya adalah menghindari kehamilan yang berulang dengan meningkatkan budi
pekerti dan aktivitas yang lebih bermanfaat, bila hal tersebut tidak mungkin
dilakukan maka gunakan KB remaja dengan risiko yang paling ringan.
Tingkat
Kesuburan
Perubahan perilaku seksual remaja menuju
liberalisasi tanpa batas akan makin meningkatkan kejadian penyakit hubungan
seks. Penyakit hubungan seks tanpa pengobatan yang memuaskan dapat menimbulkan
infeksi radang panggul dan mengenai genetalia bagian atas. Penyakit infeksi
radang panggul tanpa pengobatan adekuat dapat berlangsung akut dan besar
kemungkinan memerlukan tindakan radikal untuk mengangkat sumber infeksinya.
Sebagian berlangsung secara menahun dengan menimbulkan kerusakan fungsi
utamanya yaitu prokreasi. Setiap kejadian (infeksi) pertama penyakit radang
panggul telah dapat menimbulkan perlekatan yang berat, sehingga dapat terjadi
gangguan fungsi tuba fallopii yaitu sebagai transportasi ovum spermatozoa dan
hasil konsepsi serta khususnya ampula tuba fallopii merupakan tempat terjadinya
konsepsi.
Tertutupnya sebagaian tuba fallopii
sehingga hasil konsepsi tersangkut dalam perjalanan dapat menimbulkan kehamilan
ektopik. Terbatasnya kemampuan tuba fallopii untuk berkembang dan menampung
hasil konsepsi, melibatkan terjadinya kehamilan ektopik. Kehamilan ekatopik
yang bernidasi pada kornu uteri dengan kemampuan agak besar untuk berkembang
dan membentuk pembuluh darah dapat menimbulkan perdarahan hebat intra abdominal
sampai dengan kematian. Pada gangguan yang sangat berat sehingga tuba sama
sekali tertutup maka habislah harapan perempuan untuk hamil.
Perkembangan
untuk dapat mengupayakan kehamilan :
1.
Pada kasus fimosis fibriaetuba fallopii, masih ada
kemungkinan dilakukan tuboplasi sehingga terbuka dan kemungkinan masih bisa
hamil.
2.
Dapat pula dilakukan replantasi tuba dengan bedah
tuboplasi yang rumit dan hasilnya sulit diharapkan.
3.
Assisted Reproductive Technologi maka dengan laparoskop
dapat dilakukan :
a.
GIFT/gamete intrafallopian transverse
b. EIFT/embryo
intrafallopian transverse
4.
Dilakukan ICSI/intra celuler sperm injection sehingga
diperlukan beberapa ovum dan spermatozoa untuk pebuahan.
5.
Menggunakan jasa surrowgate mother.
Upaya
yang dapat dilakukan adalah mencari penyebab utama pasangan infertilitas
sehingga diperlukan pemeriksaan yang panjang yang dimulai dari suami dengan
jumlah spermatozoa yang cukup kemudian pemeriksaan terhadap istri. Sebagian
besar kerusakan terjadi akibat penyakit radang panggul dengan kerusakan tuba
fallopii sebagai penyebab utama dengan upaya tuboplasti kia tidak berhasil bisa
dengan Assisted Reporductive Technologi. Oleh karena itu infeksi alat
reproduksi bagian bawah harus mendapatkan pengobatan yang adekuat dan
pemeriksaan laboratorium untuk memastikan kesembuhannya. Sebagian besar infeksi
ini berkaitan dengan penyakit hubngan seksual, karena perilaku yang bebas tanpa batas atau melakukan gugur secara
illegal kurang aman dan bersih dan tanpa pengobatan adekuat.
Upaya promotif dan preventif kesehatan
alat reproduksi khususnya para remaja menjadi sangat penting untuk mengurangi
jumlah pasangan infertilitas. Pengobatan post abortus, post partum dan penyakit
hubungan seksual merupakan kunci utama sehingga pasangan infertilitas dapat
ditekan sekecil mungkin. Perlunya diingatkan bahwa pemakaian IUCD pada mereka
yang belum mempunyai anak atau baru menikah sebaiknya dihindari karena besar
kemungkinan terjadi infeksi asenden menahan yang berakhir dengan kerusakan alat
genetalia interna khususnya tuba fallopii.
Unsafe Abortion
Di Indonesia diperkirakan sekitar 2-2,5
juta kasus gugur kandung terjadi setiap tahunnya. Sebagian besar masih
dilakukan secara sembunyi sehingga menimbulkan berbagai bentuk komplikasi
ringan sampai meninggal dunia. Sekalipun UU kesehatan No. 23 tahun 1992 telah
ada tetapi masih sulit untuk dapat memenuhi syaratnya. Pelaksanaan gugur
kandung yang lebih liberal akan dapat meningkatkan sumber daya manusia karena
setiap keluarga dapat merencanakan kehamilan pada saat yang optimal. Akibat
beratnya syarat yang harus dipenuhi dari UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992,
masyarakat yang memerlukan terminasi kehamilan akhirnya mencari jalan pintas
dengan minta bantuan dukun dengan risiko tidak bersih dan tidak aman.
Pertolongan terminasi kehamilan yang dilakukan secara illegal/sembunyi dengan
fasilitas terbatas, dan komplikasinya sangat besar (yaitu
perdarahan-infeksi-trauma) dan menimbulkan mortalitas yang tinggi. Terminasi
kehamilan yang tidak dikehendaki merupakan fakta yang tidak dapat dihindari
sebagai akibat perubahan perilaku seksual khususnya remaja, sehingga memerlukan
jalan pemecahan yang rasional dan dapat diterima masyarakat.
Untuk memenuhi kebutuhan remaja dapat
dilakukan upaya promotif dan preventif dengan memberikan pendidikan seksual
yang sehat, termasuk menghindari kehamilan, menyediakan metode KB khusus untuk
remaja, memberikan penjelasan tentang KB darurat dan menyediakan sarana
terminasi kehamilan. Menyediakan sarana terminasi kehamilan dianggap menjunjung
hak asasi manusia karena menentukan nasib kandungan merupakan hak asasi
perempuan. Tempat yang memenuhi syarat terminasi kehamilan sesuai dengan UU
Kesehatan No. 23 Tahun 1992 hanya rumah sakit pemerintah sehingga pelaksanaan
terminasi kehamilan berjalan bersih dan aman dengan tujuan fungsi dan kesehatan
reproduksi remaja dipertahankan.
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
1. Pengertian
Istilah premature telah diganti menjadi
Berat Badan Lahir Rendah oleh WHO sejak 1960, hal ini dikarenakan tidak semua
bayi dengan berat kurang dari 2500 gram
pada waktu lahir adalah bayi yang premature (Budjang RF, 1999).
Pada Kongres “European Perinatal Medicine” ke II di London (1970) maka dibuat
keseragaman defenisi yaitu :
Bayi kurang bulan : Bayi
dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259) hari.
Bayi cukup bulan : Bayi depan masa
kehamilan mulai 37 minggu sampai 42 minggu (259 hari – 293 hari).
Bayi lebih bulan : Bayi dengan masa
kehamilan mulai 42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih). (Hasan dan Alatas,
1985).
Menurut Saifuddin (2001) Bayi
Berat Lahir Rendah ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang
dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram).
Menurut Depkes RI (1996) Bayi
Berat Lahir Rendah ialah bayi yang lahir dengan berat lahir 2500 gram atau
kurang, tanpa memperhatikan lamanya kehamilan ibunya.
2. Klasifikasi
Dari pengertian
tersebut bayi BBLR dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a. Prematuritas Murni
Masa gestasinya kurang dari 37
minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau
biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan (NKB-SMK).
b. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan
kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Berarti bayi
mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi yang kecil
untuk masa kehamilannya. (Alatas dan Hasan, 1985).
3. Diagnosis dan Gejala Klinik
Menurut Rustam, (1998) diagnosis dan
gejala klinik dibagi dua yaitu :
a. Sebelum
bayi lahir : Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus
prematurus dan lahir mati, pembesaran uterus tidak sesuai dengan tuanya
kehamilan, pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat, pertambahan
berat badan ibu sangat lambat tidak menurut seharusnya, sering dijumpai
kehamilan dengan oligohidramnion, hiperemesis gravidarum dan perdarahan
anterpartum.
b. Setelah
bayi lahir :
1) Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin.
Secara
klasik tampak seperti bayi yang kelaparan. Tanda-tanda bayi ini adalah
tengkorak kepala keras, gerakan bayi terbatas, verniks caseosa sedikit atau
tidak ada, kulit tipis, kerang, berlipat-lipat, mudah diangkat.
2) Bayi prematur
Vernik caseosa ada,
jaringan lemak bawah kulit sedikit, menangis lemah, tonus otot hipotoni, kulit
tipis, kulit merah dan transparan.
Menurut Prawirohardjo (1999),
karakteristik dari BBLR dibagi dua :
a. Bayi Prematur
Berat lahir sama dengan atau
kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm, lingkaran
dada kurang dari 30 cm, lingkungan kepala kurang dari 33 cm, umur kehamilan
kurang dari 37 minggu. Kepala relative lebih besar dari badannya, kulit tipis,
transparan, lanugo banyak, lemak subkutan kurang, sering tampak peristaltic
usus, tangisnya lemah dan jarang, pernapasan tidak teratur dan sering terjadi
apnea.
b. Bayi dismatur
Terdapat perubahan ukuran
panjang, berat dan lingkar kepala dan organ-organ di dalam badan juga terjadi
perubahan.
4. Penanganan
Bayi Berat Lahir Rendah
a. Mempertahankan
suhu dengan ketat
Bayi Berat Lahir Rendah mudah
mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan
ketat.
b. Mencegah
infeksi dengan ketat
Dalam penanganan Bayi Berat
Lahir Rendah harus memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi karena
sangat rentan. Salah satu cara pencegahan infeksi yaitu dengan mencuci tangan
sebelum memegang bayi.
c. Pengawasan
nutrisi/ASI
Refleks menelan dari bayi dengan
berat lahir rendah belum sempurna oleh karena itu pemberian nutrisi harus
dilakukan dengan cermat.
d. Penimbangan
ketat
Penimbangan berat badan harus
dilakukan secara ketat karena peningkatan berat badan merupakan salah satu
kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat dengan daya tahan tubuh. (Saifuddin, 2001).
KESIMPULAN
Faktor
determinan menurut McCharty dan Maine
(1992) adalah :
a. Determinan proksi / dekat/ outcome
b. Determinan antara / intermediate
determinants
c. Determinan kontekstual / jauh / distant
determinan
AKI dan AKP yang tinggi
1. Faktor biologis penduduk
Usia terlalu muda/tua untuk hamil,
grandemultipara, jarak kehamilan pendek, abortus illegal, system rujukan lemah.
2. Faktor Fisik Kependudukan
Distribusi penduduk tidak rata,
fasilitas belum sempurna dan memadai, masyarakat miskin, penyebab antara dan
tidak langsung masih dominant.
3. Upaya penanggulangan
KIE dan KIEM gerakan KB, meningkatkan
social ekonomi masyarakat, meningkatkan peranan / status perempuan.
4. Gerakan saying ibu
Tidak ingin hamil tetapi tanpa KB
tinggi, penempatan bidan di desa, pelatihan dukun.
5. Komitmen Politik Pemerintah
Meningkatkan upaya promotif dan
preventif obginsos, meningkatkan fasilitas kuratif rumah sakit, legalisasi
abortus di fasilitas pemerintah.
6. Meningkatkan kesejahteraan keluarga
Punya anak sesuai dengan kemampuan
poleksosbudhankam keluarga, mencapai well born baby dan well health mother.
7. Audit Maternal Perinatal
8. Penyebab kematian langsung.
Trias kematian maternal yaitu
perdarahan, infeksi-trauma, pre eklamsi. Trias kematian perinatal yaitu
perdarahan-trauma-infeksi, asfiksia, prematuritas.
9. Penyebab kematian tidak langsung
Status perempuan, budaya komunal,
kemiskinan / kebodohan, perhatian penguasa berdasarkan poleksosbudhankamnas,
system rujukan, system asuransi kesehatan.
10. Penyebab kematian antara
Penerimaan, KB, status gizi, perilaku
seksual, kesiapan dalam pelayanan gawat darurat, system rujukan.
Kehamilan Remaja
1. Faktor Fisik :
a. Alat
reproduksi belum matang.
b. Komplikasi
hamil, persalinan, dan nifas
c. Kelainan
congenital.
d. Mortalitas
dan morbiditas tinggi
2. Faktor Psikologis
a. Tekanan
dari keluarga dan teman
b. Tersisih
dari pergaulan
3. Upaya pemecahan masalah
a. Sebelum
hamil
Seksual sehat, KB remaja,
pendidikan seks, KB darurat, hindari multipaper
b. Setelah
hamil
Hamil tanpa ayah, dinikahkan,
diserahkan kepada Negara, terminasi kehamilan.
c. Upaya
lanjutan
Menghindari terjadinya hamil
ulang, KB remaja, pendidikan budi pekerti.
Tingkat Kesuburan
Pada
pasangan infertilitas dan perubahan perilaku seksual dapat mengakibatkan fungsi
tuba fallopii berkurang maka dapat dilakukan :
1. Jika terjadi fibrosis fimbriae maka dengan
tuboplasi kemungkinan berhasil 10%.
2. Jika Assisted Reproductive Technologi
dilakukan dengan :
a. Pada
tuba yang baik dapat dilakukan GIFT atau ZIFT
b. Pada
tuba yang tidak berfungsi dapat dilakukan : konsepsi di luar diikuti dengan nidasi,
surrowgate mother, atau dengan nidasi dalam akuarium.
Unsafe Abortion
Adanya
evolusi dan revolusi hubungan seksual yaitu naluri seksual yang terkunkung
karena menunda usia kawin, kekurangan biaya atau tata nilai masyarakat dan
audit kematian, serta informasi menguasai dunia dan mengubah pandangan terhadap
fungsi alat reproduksi menjurus kearah kreasi. Hal tersebut di atas
mengakibatkan hubungan seksual pranikah makin bebas karena hubungan seksual
bukan tabu. Menghinari hamil dengan cara siap alat kontrasepsi dan KB darurat
sedangkan kehamilan yang tidak diinginkan mempunyai hambatan UU Kesehatan No.
23 Tahun 1992. Jika terminasi kehamilan dilakukan secara illegal maka akan
mengakibatkan perdarahan – trauma-infeksi dengan mortalitasnya I/3 AKI serta adanya
kerusakan fungsi alat reproduksi. Dampak jangka panjang dari terminasi
kehamilan yang illegal adalah PID / penyakit radang panggul yang menahun,
infertilitas dan kehamilanektopik terganggu / KET yang mengingat. Perawatan
selanjutnya paska APM adalah radikal lege artis profilaksis dan KB radikal
histerktomi.
Pertolongan persalinan oleh dukun :
1. Tidak mengetahui mekanisme persalinan
2. Tidak mengenal hamil dengan risiko tinggi.
3. Secara psikologis merupakan turun menurun
dan pertolongan yang tidak bersih dan aman.
4. Faktor fisik dukun di Indonesia masih 65-70% di jawa adalah perempuan
sedangkan di Bali adalah laki-laki.
5. Teknik pertolongan oleh dukun adalah
menunggu tanda mengenal mekanisme yang benar dan kurang mengenal bahaya risiko
ibu dan janin.
6. Komplikasi pertolongan dukun adalah
persalinan lama dan terlantar yang dapat mengakibatkan pendarahan dengan
berbagai sebab, rupture uteri immien atau rupture uteri, robekan jalan lahir
dan infeksi karena persalinan kurang bersih dan aman.
Rujukan
terlambat sehingga meninggal di jalan, diterima dalam keadaan terminal, dan
sebagian kecil tertolong
DAFTAR PUSTAKA
1. Syahlan. Kebidanan Komunitas. Yayasan Sumber Daya Masyarakat. Jakarta.1996
2. Depkes RI. Indonesia Sehat 2010. Depkes .Jakarta.1999.hal I-5
3. Depkes RI. Profil Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia. Depkes.Jakarta.1999.hal
20-25
4. Manuaba, IBG. Konsep Obstetri dan Ginekologi Sosial Indonesia . EGC.Jakarta.2002
-determinan dibagi menjadi 3 yaitu proksi, intermediate, dan kontesktual
BalasHapusAKI dan AKB tinggi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor biologis dan faktor fisik kependudukan