1 Sejarah Bank Darah Tali Pusat
(CORD BLOOD)
Dari zaman
dahulu sudah tersebar mitos bahwa sisa tali pusat bayi yang dikeringkan, bisa
dipergunakan untuk mengobati pemiliknya bila sedang sakit parah. Keluarga yang
percaya pada mitos itu, sampai sekarang masih banyak yang mengeringkan dan
menyimpan sisa tali pusat anak-anak mereka. Saat anak sakit, tali pusat itu
direndam dengan air hangat, lalu air bekas rendamannya diminumkan pada anak.
Entah benar tali pusat kering itu yang mujarab atau tidak, tetapi nyatanya
anak-anak itu memang sembuh setelah minum air rendaman tali pusat mereka
sendiri.
Baru 1963,
lewat penelitian kedokteran terungkap, yang bisa dipergunakan untuk mengobati
penyakit bukan tali pusatnya, tetapi darah yang diambil dari tali pusat itu
beberapa saat setelah bayi dilahirkan.
Darah tali
pusat (umbilical cord blood ) bisa digunakan untuk terapi, karena mengandung
stem cell (sel induk) yang mampu memproduksi sel-sel darah baru seperti sel
darah merah, sel darah putih, dan keping darah. Stem cell juga mampu memperbaiki
sistem kekebalan tubuh sampai menggantikan jaringan yang rusak. Stem cell
merupakan sel yang belum terspesialisasi, namun mempunyai kemampuan berkembang
biak tanpa batas menjadi sel jenis lain. Kemampuan tersebut, memungkinkan stem
cell memperbaiki kerusakan tubuh dengan menyediakan sel-sel baru untuk
memperbaiki kelainan tersebut.
Sebenarnya,
stem cell bisa dibagi menjadi dua jenis yaitu stem cell embrionik (embryonic
stem cell) dan stem cell dewasa ( haemopoietic stem cell). Darah tali pusat
termasuk stem cell dewasa. Selain dari darah tali pusat, stem cell dewasa bisa
didapat dari sumsum tulang dan darah tepi. Hanya saja, pengambilan stem cell
dari darah tali pusat lebih disukai, karena berisiko lebih kecil dan tidak
menyakiti penderita. Selain itu, stem cell dari darah tali pusat mempunyai
kemampuan proliferasi (pertumbuhan dan pertambahan sel) yang tinggi. Tingkat
kecocokan pencangkokan stem cell darah tali pusat juga lebih baik dibandingkan
dengan stem cell yang berasal dari sumsum tulang.
Pengambilan stem cell embrionik dilakukan
dengan mengambil stem cell yang berasal dari embrio (jabang bayi) yang sudah
meninggal dunia, kebanyakan dari hasil aborsi. Cara ini sudah tidak dilakukan
lagi, karena banyak menimbulkan kontroversial karena alasan etika.
Pencangkokan
darah tali pusat pertama kali dilakukan pada anak penderita anemia fanconi di
Paris 1988. Kelainan itu berupa penyakit keturunan yang menyerang sumsum tulang
belakang, sehingga menyebabkan penurunan produksi semua jenis sel darah. Dengan
pencangkokan stem cell ke tulang belakang, produksi sel-sel darah dapat normal
kembali. Keberhasilan pencangkokan itu memberi peluang baru dalam pemanfaatan
darah tali pusat yang sebelumnya tidak diketahui.
Sebelum bank darah tali pusat ini hadir di Indonesia,
kebanyakan masyarakat Indonesia menyimpan darah tali pusatnya di Singapura dan
Malaysia. Di tahun 2006, sudah ada sekitar 100 orang Indonesia yang menyimpan
tali pusatnya di Cordlife Singapura. Dengan adanya bank penyimpanan tali pusat
di dalam negeri, masyarakat Indonesia tidak perlu lagi mengirimkannya ke luar
negeri. Biaya yang dikeluarkan pun menjadi lebih murah.
Bank penyimpanan darah tali pusat pertama di Indonesia
diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI periode 2004-2009, Siti Fadilah Supari
pada tanggal 14 Oktober 2006. Bank ini beroperasi di Indonesia atas kerja sama
PT. Kalbe Farma dan PT. CordLife, perusahaan Singapura yang bergerak di
penyimpanan darah tali pusat. Bank ini berdiri karena permintaan masyarakat
Indonesia untuk menyimpan darah tali pusat bayinya semakin banyak.
2.2 Manfaat Bank Darah Tali Pusat
Menurut
National Marrow Donor Program (NMDP) USA, sampai saat ini stem cell yang
terkandung di darah tali pusat, sudah bisa mengobati 72 penyakit seperti
kanker, kerusakan pada sumsum tulang belakang, kelainan pada darah, dan
penyakit yang berhubungan dengan metabolisme tubuh. Selain itu, metode ini
sedang diteliti kemampuannya untuk mengobati penyakit jantung, cedera pada
tulang belakang, stroke, lever, dan diabetes. Selain itu darah tali pusat
digunakan untuk mengobati berbagai kelainan darah seperti thalasemia, kelainan metabolisme
turunan, defisiensi kekebalan tubuh, jantung, dan saraf.
Selain itu,
yang memanfaatkan stem cell tersebut tidak hanya pemiliknya, tetapi juga bisa
digunakan oleh saudara kandung dan orang tua, asalkan mempunyai kecocokan dalam
struktur gen dan golongan darah tingkat kecocokan darah tali pusat akan berbeda
untuk setiap anggota keluarga. Darah tali pusat seorang bayi, memiliki tingkat
kecocokan 50%-75% jika digunakan oleh saudara kandungnya. Sementara tingkat
kecocokannya hanya 25%-50% jika digunakan oleh orang tuanya
Metode
pengobatan ini dilakukan dengan mentransplantasikan stem cell ke organ yang
rusak. Sesuai sifatnya, stem cell akan berkembang menjadi sel baru sehingga
bisa memperbaiki jaringan yang sudah rusak tersebut. Banyaknya stem cell yang
ditransplantasi, disesuaikan dengan berat badan penderita. Setiap kilogram
berat badan dibutuhkan sekitar 15 juta - 20 juta stem cell. Kelebihan terapi
dengan stem cell adalah mengurangi risiko penolakan oleh tubuh dan menurunkan
risiko penularan waktu terjadi pencangkokan.
2.3 Proses Pengambilan dan Penyimpanan Bank Darah Tali Pusat
Bila berminat
menyimpan darah tali pusat anak di bank tali pusat, saat kehamilan berlangsung
sudah harus mendaftarkan diri ke bank tali pusat. Setelah menandatangani
kontrak, akan dibekali kit pengambilan darah yang berisi kantong darah, tabung
untuk menyimpan darah ibu, dan alat untuk mengambil darah. Kit tersebut
diserahkan kepada dokter kandungan yang membantu persalinan. Bank tali pusat
bisa dihubungi 24 jam. Mereka akan mengatur pengambilan, pengiriman, dan
pemrosesan darah tali pusat dengan segera.
Darah tali pusat diambil setelah tali pusat dipotong dan
diekstraksi dari ujung tali pusat plasenta. Jumlah yang diambil bervariasi,
antara 50-100 mL, dengan asumsi dalam 50-65 mL terdapat lebih dari 800 juta
stem sel. Stem sel sendiri dapat bertumbuh.
Pada saat pengambilan darah tali
pusat ada resiko kontaminasi jamur dan bakteri yang berasal dari vagina, urine,
feces, udara dan sumber lain. Agar dapat digunakan untuk pencakokan di masa
depan, darah tali pusat harus bebas dari bakteri dan jamur. Oleh sebab itu
resiko kontaminasi pada saat pengambilan dan pemrosesan hrus di minimalkan. Saat
ini ada 2 metode pada pengambilan darah tali pusat yaitu dengan menggunakan
kantung darah (system tertutup) dan jarum suntik (system terbuka). Tidak ada
perbedaan dalam volume darah yang di dapat dalam 2metode ini, tetapi resiko
kontaminasinya sangat berbeda. Penelitian menunjukkan pengambilan dengan jarum
suntik mempunyai resiko kontaminasi sebesar 12,5% sedangkan dengan kantung
darah mempunyai resiko terkontaminasinya sebesar 3,3% .
Untuk mencegah
terjadinya pembekuan pada darah tali pusat, anti koagulan harus di tambahkan
sewaktu pengambilan. Pengambilan dengan jarum suntik menggunakan heparin yang
di buat dari babi atau sapi. Secara umum penggunaan heparin tidak dianjurkan
karena dapt mempengaruhi tes HLA(Human Leukocyte antigen) sebelum pencakokan. Untuk
kantung darah, anti koagulan yang di gunakan berupa larutan garam dan gula,
sehingga tidak ada pengaruh terhadap tes HLA. Resiko pencemaran dengan metode
kantung darah dapat di perkecil sampai kurang dari 1% dengan metode yang benar,
antara lain dengan dibersihkannya tali pusat dengan Iodine sebelum pengambilan.
Stem sel tambahan dikoleksi dari plasenta melalui proses di
bank. Setelah petugas dari bank stem sel mengambil darah tali pusat dari ujung
tali pusat plasenta, plasenta dibawa ke laboratorium stem sel diproses untuk
mendapatkan stem sel tambahan.
Guna memastikan ada cukup sel untuk transplantasi, jumlah
darah yang diambil dari tali pusat minimal 75 mL. Setelah pengambilan, darah
tali pusat dibawa ke laboratorium, diproses, dan disimpan dalam bentuk cryo. Terdapat banyak cara untuk
memproses unit darah tali pusat tersebut. Tentang mana cara yang terbaik,
terdapat opini yang berbeda. Ada metode yang memisahkan sel darah merah dan
membuangnya. Sedangkan metode lainnya, menyimpan sel darah merah. Bagaimanapun
metodenya, zat cryopreservant
dicampurkan ke darah tali pusat agar sel-sel dapat mempertahankan proses cryiogenik.
Proses pembekuan yang
lambat diperlukan untuk menjaga sel tetap hidup selama proses pembekuan.
Sebelum darah disimpan, perlu dilakukan test viral, meliputi tes HIV dan
hepatitis B dan C dan typing
jaringan (untuk menentukan tipe HLA/ Human Leukocyte antigen). Selama proses
penyimpanan itu dilakukan pemantauan secara periodik agar kualitas stem sel
yang disimpan tetap terjamin hingga saatnya digunakan.
2.4 Tranplantasi
sel Induk darah tali pusat
Pada saat transplantasi factor
terpenting yang menentukan keberhasilan adalah jumlah sel bukan pada volume.
Dokter yang melakukan transplantasi akan menentukan berapa jumlah sel per kg
berat badan pasien yang dibutuhkan. Jumlah maksimum sel induk harus
dipersiapkan terlebih dahulu, hal ini berarti satu unit darah tali pusat hanya
dapat digunakan sekali saja tidak tergantung dengan metode penyimpanan
Pada umumnya sangat tidak di
sarankan untuk memisahkan darah tali pusat ke beberapa tabung karena tidak ada
keuntungannya dan ada kemungkinan tertukar, yang dapat mematikan. Pada saat
transplantasi, sel induk darah tali pusat di cairkan terlebih dahulu dari suhu
-1960⁰C dan di transfusikan melalui vena si
penderita. Darah tali pusat yang di ambil dan di proses melalui system terbuka
, sel induk harus di ambil dari tabung, di cairkan kemudian di masukkan lagi ke
jarum suntik untuk kemudian di transfusikan ke vena penderita. Hal ini
menimbulkan resiko terkontaminasi yang lebih besar. Sebaliknya, sel induk darah
tali pusat yang di simpan dengan system tertutup atau kantung, dapat di
pergunakan dengan alat tranfusi yang tertutup. Dengan metode tertutup (kantung)
resiko pencemaran dan tertukarnya darah pada waktu proses pengambilan,
pemrosesan, penyimpanan dan transplantasi dapat di kurangi.
2.5 Efek samping
Pengobatan yang menggunakan darah
plasenta memiliki efek samping yang lebih sedikit dan lebih murah daripada
transplantasi sumsum tulang. Darah plasenta telah sukses digunakan untuk
penyakit kardiovaskular, diabetes, dan luka bakar serius. Sampel darah ini
dapat disimpan dalam waktu yang tak terhingga. Penyimpanan darah plasenta tidak
membahayakan ibu maupun anak.
2.6 Lokasi dan Prosedur Bank Darah
Tali Pusat di Indonesia
Prosedur pertama adalah dengan mendaftarkan diri untuk
menjadi anggota pada saat masa kehamilan di bank darah tali pusat Indonesia,
Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 2, Pulomas, Jakarta Pusat. Kemudian memberitahukan
kepada dokter atau bidan dimana pasien akan melahirkan. Pada saatnya
melahirkan, dokter kandungan akan siap membantu pengambilan darah tali pusat
untuk kemudian diproses dan disimpan di bank darah tali pusat. [primz]
Bank
darah tali pusat dapat dihubungi di PT Bintang Toedjoe (Jalan
Jenderal Ahmad Yani No. 2 Pulomas Jakarta Pusat, Fax: 62 21 470 1678) atau PT
Cordlife Indonesia (Plaza Chase Lantai 7, Jl Jend Sudirman Kav 21 Jakarta
Selatan, Fax: 62 21 521 3547).
Biaya untuk pengambilan darah, pemrosesan, dan
penyimpanan tahun pertama di bank darah tali pusat Indonesia yaitu Rp.
9.000.000,00. Sedangkan untuk penyimpanan tahun berikutnya, tarif yang
ditetapkan adalah Rp.1.250.000,00 per tahunnya. Menurut CEO Group
CordLife, Steven Fang, harga tersebut lebih murah dibandingkan dengan menyimpan
di luar negeri karena tidak termasuk dana pengiriman. Di Singapura misalnya,
untuk proses awal dibebankan biaya 2.000 dolar Singapura dan 250 dolar
Singapura per tahun untuk penyimpanan tahun selanjutnya. (info kurs 1 dolar
singapura per 13 April 2010 = Rp.6.500,00). Kapasitas penyimpanan bank ini
terbatas hanya untuk 30.000 unit darah tali pusat dengan kapasitas
masing-masing 22,5 mililiter per unit.
Nicee Article
BalasHapusAll about Cord Blood Information In Here :
http://bankingcordbloods.blogspot.com/