Rabu, 25 Maret 2020

PENANGGULANGAN DAERAH BERMASALAH KESEHATAN (PDBK)


PENANGGULANGAN DAERAH BERMASALAH KESEHATAN (PDBK)
Dr. Safrudin, SKM, M.Kes.


A.  INDEKS PEMBANGUNAN KESEHATAN MASYARAKAT ( IPKM )
IPKM adalah satu ukuran yang sering digunakan untuk membandingkan keberhasilan pembangunan sumber daya manusia antar negara adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM-HDI/HumanDevelopmentIndex). Indeks ini merupakan indikator komposit yang terdiri dari indikator:
(i)                 Kesehatan (umur harapan hidup waktu lahir)
(ii)               Pendidikan (angka melek huruf dan angka partisipasi sekolah)
(iii)             Ekonomi (pengeluaran riil per kapita).
IPKM adalah gabungan beberapa indikator kesehatan yang menggambarkan kemajuan pembangunan kesehatan masyarakat di seluruh kabupaten/kota yang dirumuskan dari data kesehatan  berbasis komunitas. IPKM dirumuskan dari 24 indikator kesehatan yang dikumpulkan dari Riset Kesehatan Dasar, Survai Sosial Ekonomi Nasional dan Potensi Desa, Pengembangan IPKM memungkinkan pemerintah untuk melakukan penajaman  sasaran pembangunan kesehatan yang inklusif. Dua puluh empat indikator kesehatan terpilih berdasarkan kesepakatan pakar diberikan bobot tertentu sesuai dengan kriteria :
Mutlak; dengan bobot 5 yang terdiri dari 11 indikator
Penting; dengan bobot 4 yang terdiri dari 5 indikator
Perlu; dengan bobot 3 yang terdiri dari 8 indikator
Nilai IPKM berkisar 0 (nol) adalah nilai terburuk dan nilai 1 (satu) adalah nilai terbaik. IPKM menggambarkan keberhasilan dan kesenjangan antardaerah.

BOBOT/ARTI
INDIKATOR
Bobot 5: mutlak
1.        Prevalensi balita gizi buruk dan kurang

2.        Prevalensi balita pendek dan sangat pendek

3.        Prevelansi balita kurus dan sangat kurus

4.        Prporsi rumah rumah tangga dengan aksesa ir bagus

5.        Proporsi rumah tangga dengan akses sanitasi bagus

6.        Proporsi penimbangan balita yang rutin

7.        Cakupan kunjungan neonatus I

8.        Cakupan imunisasi lengkap

9.        Rasio dokter terhadap puskesmas

10.     Rasio bidan terhadap desa

11.     Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
Bobot 4 : penting
1.      Prevelansi balita gemuk

2.      Prevalansi penyakit diare

3.      Prevalensi penyakit hipertensi

4.      Prevalensi penyakit pnemonia

5.      Proporsi cuci tangan yang benar
Bobot 3: perlu
1.      Prevalensi gangguan mental emosional

2.      Prevalensi merokok

3.      Prevalensi penyakit dan mulut

4.      Prevalensi penyakit asma

5.      Prevalensi

6.      Prevalensi cedera

7.      Prevalensi penyakit sendi

8.      Prevelansi penyakit infeksi saluran pernafasan akut

Indikator kesehatan penentu IPKM
IPKM dapat dimanfaatkan sebagai:
Indicator untuk menentukan peningkatan provinsi dan kabupaten/kota dalam keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat. Bahan advokasi ke pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kotaagar terpacu menaikan peringkatnya, sehingga aumber daya dan program kesehatan diprioritaskan.
Salah kriteria penentuan alokasi dana bantuan kesehatan dari pusat ke daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dan provinsi ke kabupaten/kota.
Dengan adanya IPKM diharapkan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dapat memperjelas masalah kesehatannya, sehingga program intervensinya menjadi lebih terarah. Dilihat dari berbagai sisi, maka pemanfaatan IPKM dapat berupa hal-hal sebagai berikut.
Dari sisi kesehatan  wilayah, penggunaan indikator IPKM secara keseluruhan dapat menghasilkan daftar kabupaten dan kota yang mempunyai masalah kesehatan kesehatan berat atau kompleks. Selanjutnya, dengan mengacu pada indikator-indikator IPKM, lalu dapat dilakukan penajaman program dengan mengarahkan intervensi kepada masalah-masalah kesehatan utama.
Dari sisi pengelola program kesehatan, baik tingkat provinsi maupun tingkat pusat, dengan IPKM dapat dilakukan pemusatan perhatian pada kabupaten-kabupatan/kota-kota yang bermasalah.
Dari sisi alokasi bantuan pusat ke daerah, IPKM dapat dijadikan salah satu kriteria perhitungan bantuan pusat ke kabupaten/kota secara berkeadilan.

B. DAERAH BERMASALAH KESEHATAN
Salah satu ukuran yang sering digunakan untuk membandingkan keberhasilan pembangunan sumber daya manusia antar negara adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM-HDI/HumanDevelopmentIndex). Indeks ini merupakan indikator komposit yang terdiri dari indikator: (i) Kesehatan (umur harapan hidup waktu lahir); (ii) Pendidikan (angka melek huruf dan angka partisipasi sekolah); serta (iii) Ekonomi (pengeluaran riil per kapita).
Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) adalah (1) kabupaten/kota yang memiliki IPKM di bawah rerata dan proporsi penduduk miskinnya lebih tinggi dari rerata, atau (2) kabupaten/kota yang memiliki masalah khusus seperti geografi (daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan), sosial budaya yang berdampak buruk pada kesehatan dan penyakit tertentu yang spesifik. DBK mengambarkan adanya kesenjangan pencapaian indikator-indikator pembangunan kesehatan antar-daerah di Indonesia.
Di Indonesia terdapat 10 provinsi yang memiliki lebih dari 50% jumlah kabupaten/kotanya masuk ke dalam kriteria IPKM yang perlu menjadi daerah prioritas perhatian Kementerian Kesehatan dan jajarannya melalui upaya Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK). Kesepuluh provinsi tersebut  adalah Aceh, NTB, NTT, Sultra, Sulteng, Gorontalo, Sulbar, Maluku, Papua Barat dan Papua.
Berdasarkan pada nilai IPKM masing-masing daerah, selanjutnya dapat dibedakan adanya 3 (tiga) kategori DBK (kabupaten/kota), yaitu DBK Ringan, DBK Berat dan DBK Khusus. Klasifikasi DBK Ringan dan DBK Berat didasarkan pada hasil penilaian indeks IPKM sesuai ketentuan yang ditetapkan pada Riskesdas 2007.
Daerah Bermasalah Kesehatan Ringan (DBK) adalah kabupaten atau kota yang mempunyai nilai IPKM rerata sampai dengan -1 (minus satu) simpangan baku dan mempunyai nilai kemiskinan (Pendataan Status Ekonomi/PSE) di atas rerata (masing-masing untuk kelompok kabupaten atau kelompok kota).
Daerah Bermasalah Kesehatan Berat (DBK-B) adalah kabupaten/kota yang memiliki nilai IPKM lebih rendah dari rerata IPKM -1 (minus 1) simpang baku.
Daerah Bermasalah Kesehatan Khusus (DBK-K) adalah kabupaten/ kota yang mempunyai masalah khusus seperti geografi (daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan), sosial budaya (tradisi/adat kebiasaan) yang mempunyai dampak buruk terhadap kesehatan, penyakit tertentu yang spesifik seperti Fasciolopsis buski, Schistosomiasis, dll.
C. PENANGGULANGAN DAERAH BERMASALAH KESEHATAN
Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (P-DBK) adalah upaya kesehatan terfokus, terintegrasi, berbasis bukti, dilakukan secara bertahap di daerah yang menjadi prioritas bersama kementerian terkait, dalam jangka waktu tertentu, sampai mampu mandiri dalam menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang (urusan wajib) kesehatan seluas-luasnya.
Timbulnya DBK disebabkan karena adanya kesenjangan pelayanan kesehatan  serta kesenjangan derajat kesehatan antar-daerah, antarkelompok masyarakat dan antar-tingkat sosial ekonomi. Contohnya, kesenjangan antara Daerah Indonesia Bagian Barat dengan Daerah Indonesia Bagian Timur, antara Daerah di Jawa dengan Daerah di Luar Jawa, antara Daerah Kaya dengan Daerah Miskin.
Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK) merupakan intervensi kesehatan masyarakat yang terfokus, terintegrasi, berbasis bukti dilakukan secara bertahap di daerah yang menjadi prioritas bersama kementerian terkait dalam jangka tertentu sampai mampu mandiri dalam penyelenggaraan kewenangan pemerintahan di bidang kesehatan. Tujuan dari PDBK adalah mempercepat peningkatan IPKM di kabupaten/kota DBK sehingga terjadi percepatan peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara nasional yang ditunjukkan dengan peningkatan IPKM serta pengurangan kesenjangan antar-daerah.
Penanggulangan DBK menggunakan pendekatan integrasi dengan upaya kesehatan prioritas nasional. Diawali dengan pembentukan tim pendamping di setiap tingkat administrasi mulai dari pusat, provinsi dan kabupaten/kota, melaksanakan langkah-langkah PDBK, meningkatkan sistem kesehatan DBK, pendampingan teknis di daerah dan pengembangan model pemecahan masalah spesifik daerah.
Sesuai dengan masalah kesehatan masyarakat yang dihadapi, di DBK tentu akan diselenggarakan percepatan dan peningkatan kinerja pelaksanaan program-program kesehatan. Oleh sebab ujung tombak pelaksanaan program-program kesehatan adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), maka fokus perhatian akan ditujukan kepada peningkatan kapasitas Puskesmas, tanpa mengabaikan peningkatan kapasitas rumah sakit dan dinas kesehatan kabupaten/ kota.
Keputusan Menteri Kesehatan No. 128/Menkes/SK/II/2004 menyatakan bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai UPT dari dinas kesehatan kabupaten/kota (UPTD), Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia, untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/ kota. Sedangkan Puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.
Tujuan pembangunan kesehatan yang Terdapat tiga fungsi yang harus diperankan oleh Puskesmas, yaitu:
            Puskesmas merupakan pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
            Puskesmas merupakan pusat pemberdayaan masyarakat.
            Puskesmas merupakan pusat pelayanan
kesehatan strata pertama, yang terdiri atas pelayanan kesehatan individu dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Untuk mencapai visi pembangunan kesehatan yakni mewujudkan Kecamatan Sehat, Puskesmas bertanggung jawab untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu (1) upaya kesehatan wajib dan (2) upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global, serta mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
(1) Promosi Kesehatan,
(2) Kesehatan Lingkungan,
(3) Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana,
(4) Perbaikan Gizi Masyarakat,
(5) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan
(6) Pengobatan.




DAFTAR PUSTAKA
www.depkes.go.id >downloadPDF promosi kesehatan – kementrian kesehatan
erjournal.litbang.depkes.go.id >view pergerakan penanggulangan daerah kesehatan(PDBK)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar