Selasa, 06 November 2012

KNOWLEDGE BASED SOCIETY


Knowledge Management Membangun Masyarakat Berbasis Pengetahuan (Knowledge Based Society)

Pendahuluan
Knowledge Society refers to any society where knowledge is the primary production resource instead of capital and labour. It may also refer to the use a certain society gives to information. A Knowledge society "creates, shares and uses knowledge for the prosperity and well-being of its people". ( The Digital Strategy)

Rakyat adalah sekumpulan orang- orang bodoh, yang mudah diarahkan, dikelabui, dan dibodohi. JIka ada orang atau sekumpulan orang yang merasa lebih cerdas, maka orang itu atau sekumpulan orang tadi merasa dirinya bukanlah rakyat ( Bennedict Anderson)

Beberapa kawan akademisi dan peneliti ( serta segelintir pengambil kebijakan a.k.a Politisi - asumsinya kalau politisi pasti bijak "harusnya" namanya saja jelas : "Policy Maker") ramai membincangkan dan menuliskan tema Ekonomi berbasis Pengetahuan ( Knowledge Economy) di khalayak via media dan seminar. Saya tidak tahu, apakah ini hanya sekadar memetika tanpa substansi, atau memang sudah dipikirkan mulai dari fundamental ideologisnya sampai tataran praksis, dugaan saya sih, ini hanya efek memetika simbolik.

Ketika Perang Salib berlangsung, saudagar muslim dan nasrani masih melangsungkan transaksi seperti biasa di Laut Mediterania, Genoa, Sisilia, dan Venesia. Ketika Perang Krim, keadaannya juga sama, aktivitas transaksi Saudagar Turki dan Rusia cenderung tidak terpengaruh, Saya hanya mau bilang, bahwa mekanisme transaksi adalah salah satu metode purba untuk mempertahankan kehidupan, jauh sebelum institusi kelembagaan komunitas ( sekarang namanya "Negara" dulu namanya "Klan" atau "Suku") berdiri. Sampai sekarang pun, ikatan lewat perdagangan sebenarnya jauh lebih ekspansif dan efektif untuk menjalin hubungan jangka panjang antar negara-budaya daripada mekanisme politik dan militer, karena perdagangan selalu didasari prinsip kepercayaan dan kemanfaatan, nilai ini menembus batas budaya antar benua- ras sekalipun.

Setiap proses perdagangan antar budaya ini juga berfungsi akulturatif, tahap awal perdagangan pasti adalah menjalin rasa saling percaya, dan rasa ini bisa terwujud atas dasar pemahaman bahwa nilai yang dianut cocok. Nah, kembali ke judul tulisan diatas, perdagangan adalah aktivitas yang dilakukan oleh spesies manusia ( iya dong, masak monyet sih !), nilai itu ada dalam diri manusia. Nilai itu terbentuk oleh budaya lingkungan. Cara untuk membentuk budaya peradaban adalah dengan institusi pembentuk nilai yang terlembagakan, mulai dari yang terkecil, skala keluarga, sampai skala masif yaitu sekolah formal, kenapa ? Karena umur spesies manusia itu pendek, dan nilai yang membentuk identitas itu akan diwariskan turun temurun antar generasi. Teknologi adalah manifestasi budaya peradaban, begitu juga dengan budaya ilmiah dan apresiasi terhadap pengetahuan.

Etika bisnis- industri dibentuk dan dikendalikan sepenuhnya oleh manusia, karena manusialah yang memegang keseluruhan mekanisme strategisnya. Sebuah masyarakat berpengetahuan ( Knowledge Society) adalah bentukan dari tradisi yang menghargai tinggi pengetahuan, dalam artian pengetahuan ( Knowledge) adalah komoditas yang setiap manusia berhak untuk mengaksesnya, bukan hanya monopoli manusia yang sehari- harinya hidup di institusi pendidikan- penelitian formal. Pengetahuan adalah hak setiap orang, yang singkatnya, pendidikan adalah hak semua orang jika memang bertujuan untuk membentuk yang namanya masyarakat berpengetahuan ( Knowledge Society).

Ketika media mendengungkan tema " Industri Kreatif" ( salah satu bentuk ekonomi berbasis pengetahuan) , maka prasyarat yang dibentuk oleh jenis aktivitas bisnis yang satu ini adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dari yang sebelumnya belum ada ( Creare). Kemampuan ini sangat ditunjang oleh yang namanya "Pengetahuan" ( Knowledge) dan "Imajinasi" ( Imagination) dalam benak manusia pelakunya. Oleh karena itu, jangan heran walaupun namanya sama, tapi model bisnis, produk, fungsionalitas, nilai seni, dan nilai teknologi industri kreatif di Sillicon Valley, London, Sidney, dan Bandung, jauh berbeda ! Kenapa ? Karena tingkat pengetahuan, budaya manusia, kompetensi, skil bisnis, dan visi jangka panjangnya juga berbeda jauh.

Aktivitas ekonomi berbasis pengetahuan ( Knowledge Economy) dapat terbentuk sebagai sebuah pencapaian kolektif peradaban ( Collective Achievement) jika dan hanya jika terbentuk masyarakat berpengetahuan ( Knowledge Society) sebelumnya yang sifatnya semi paralel- sekuensial. Ini adalah soal akses terhadap pengetahuan dan pembentukan gaya hidup berbasis pengetahuan itu, salah satunya adalah dengan akses terhadap pendidikan. Lalu, apakah bisa sebuah industri kreatif yang berkarakter pasar kuat, nilai tambah teknologi canggih, dan ekonomi tinggi tumbuh di Indonesia ? Bisa saja, tapi sifatnya cenderung monopolistik, tidak jauh dengan India, keadaannya menambah disparitas ekonomi manusia yang bisa mengakses pengetahuan ( karena punya biaya) dan yang tidak bisa mengakses pengetahuan ( karena lebih miskin).

Lalu, apakah saya bilang bahwa kebijakan semacam itu salah ? Tidak, sama sekali tidak. Pembangunan sebuah masyarakat berpengetahuan ( Knowledge Society) adalah proyek perbaikan berkelanjutan ( Continues Improvement), dan pada proses ini selalu ada tahapan "Uji Lab", semacam prototype awalan untuk pembuktian empirik sebuah konsep. Artinya proses membentuk masyarakat berpengetahuan itu sifatnya dinamis dan berkelanjutan antar generasi, setiap generasi akan mampu melihat bahwa pencapaian setiap zaman itu akan berbeda, bergantung pada kerja keras dan kemauan tiap generasi untuk mencapainya. Sifat sabar adalah penyeimbang sikap kerja keras tadi, bahwa setiap proses itu harus dinikmati kinerjanya, hingga bisa merasakan hasilnya, selalu ada variabel ruang dan waktu bukan ? Dan, sebelum bergerak menjauh, harus ada satu langkah awal kecil yang dijalankan.

Tradisi Ilmiah

A university is a house of learning. It is a lighthouse and the same time functions as the conscience of the nation. It provides the stage for the young and old to be enganged in a great and exciting adventure of ideas. A university generates and produces knowledge besides educated people. A corporate produces goods or services through knowledge based activities ( M.T. Zen. Guru Besar Institut Teknologi Bandung)

Sukses riset bisa diukur dari tiga hal : Sukses secara akademik karena makalah yang dihasilkan dikutip; berpotensi ekonomis atau komersial; dan memberi manfaat kepada masyarakat. ( Menteri Negara Riset dan Teknologi RI Kusmayanto Kadiman di depan Sidang Paripurna Dewan Riset Nasional)

" Ketika Anda sedang kuliah ini, maka sebenarnya yang Anda lakukan adalah Learning How To Learn", itu kata salah satu dosen. Pendeknya, yang kita dapatkan saat menempuh pendidikan formal lebih besar pada aspek konstruksi pemikiran ( kognitif) dan tata nilai ( afektif). Dua basis itu yang akan menjadi "Mesin Sikap" dalam diri setiap individu produk pendidikan formal untuk menghasilkan output dari input informasi yang berkelindan setiap detik di kehidupannya.

Jika "Mesin Sikap" ini mandeg, maka bisa dipastikan bahwa semua informasi yang masuk hanya akan menjadi "Data Smog", data- data mati yang tidak dapat membentuk kualitas hidup lebih baik, sifatnya polutif. Jadi, jangan heran ketika mesin yang satu ini tidak jalan, banyak anak sekolah (kuliah) tidak paham untuk apa pengetahuan yang dia dapat bagi hidupnya, dan tidak kreatif sama sekali untuk melakukan konstruksi ide menghasilkan output positif bagi cita hidupnya ataupun kebaikan lingkungan.

Ada sebuah tradisi yang dibentukkan oleh lingkungan pendidikan formal terhadap manusia yang menjalaninya, yaitu tradisi ilmiah. Manusia manusia muda produk kampus selalu mendengungkan istilah ini" tradisi ilmiah".

Tapi bagaimana caranya kita mengetahui apakah sebuah komunitas memiliki tradisi ilmiah atau belum ? Apa ciri yang mengidentifikasikan bahwa sekumpulan manusia itu memiliki tradisi ilmiah ? Saya dapat input yang bagus dari sebuah kompilasi tulisan, perimeter tradisi ilmiah adalah sebagai berikut :

1. Berbicara atau bekerja berdasarkan pengetahuan ( mampu menjelaskan landasan rasional)
2. Tidak bersikap apriori dan tidak memberikan penilaian terhadap sesuatu sebelum memahaminya dengan jelas dan akurat ( data primer atau sekunder terpercaya)
3. Selalu membandingkan pendapatnya, dengan pendapat kedua dan ketiga sebelum mengambil keputusan ( Mekanisme Pembandingan)
4. Mendengar lebih banyak dibandingkan berbicara
5. Gemar membaca dan secara khusus menyediakan waktu untuk itu
6. Lebih banyak diam, dan menikmati saat saat perenungan dalam kesendirian
7. Selalu mendekati permasalahan dengan objektif, integral, komprehensif, dan proporsional.
8. Gemar berdikusi, proaktif dalam mengembangkan ide, tapi tidak suka berdebat kusir.
9. Berorientasi mencari kebenaran dalam diskusi dan bukan kemenangan dalam debat.
10. Berusaha mempertahankan sikap dingin dalam menghadapi masalah dan meredam sikap mudah meledak
11. Bepikir secara sistematis dan berbicara secara teratur
12. Tidak pernah merasa berilmu secara permanen, oleh karena itu sengaja untuk senantiasa belajar secara rutin
13. Menyenangi hal baru dan menyukai tantangan
14. Rendah hati dan bersedia menerima kesalahan
15. Lapang dada dan toleran terhadap perbedaan
16. Memikirkan ulang gagasan sendiri dan milik orang lain serta menguji kebenarannya
17. Melahirkan gagasan gagasan baru secara produktif

Visi 2025 Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi
Sebagai penjabaran dari Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional IPTEK 2005-2009 maka Kementerian Negara Riset dan Teknologi telah menetapkan visi dan misi IPTEK 2025. Sebagai bagian dari visi misi 2025 itu ,  telah dihasilkan Buku Putih mengenai Penelitian Pengembangan dan Penerapan IPTEK Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi 2005–2025 (P3 IPTEK TIK).
Buku Putih dibuat sebagai bagian dari upaya, khusus dalam bidang TIK, untuk menjawab tantangan dari dampak pergeseran paradigma strategi pembangunan ekonomi bangsa dari berbasis sumber daya (Resource Based Economy) menjadi ekonomi berbasis  pengetahuan (Knowledge Based Economy, KBE).  Untuk mewujudkan KBE diperlukan berbagai formulasi strategi dan kebijakan a.l menyangkut peran  berbagai pihak selaku stakeholder yaitu: pemerintah, dunia usaha, dunia pendidikan dan masyarakat.
Buku Putih telah mencakup seluruh aspek dari dimensi teknis  P3 IPTEK TIK, sebagai pendukung/pemberdaya terwujudnya KBE. Namun Buku Putih  tidak mencakup aspek-aspek dimensi sosial mengenai peng-kondisi-an masyarakat untuk terwujudnya Knowledge Based Society (KBS) sebagai landasan terwujudnya KBE. Kita sadari bahwa aspek sosial menyangkut banyak permasalahan yang kompleks dan  sifatnya intangible. 
Masyarakat sebagai suatu entitas dalam negara terdiri dari berbagai kelompok/komponen yang beragam bentuk, peran, misi  dan karakteristiknya. Namun sebagaimana halnya dengan aspek teknis maka dalam aspek sosial diperlukan juga berbagai strategi dan kebijakan untuk mewujudkan KBS.
Jika dalam aspek teknis dimungkinkan  untuk membuat strategi dan kebijakan secara top-down, maka dalam aspek sosial akan sangat efektif jika inisiatif dan dorongan dapat dikembangkan dari bawah (bottom-up) sesuai karakteristik  masing-masing kelompok, dengan memanfaatkan secara maksimal keunggulan TIK yang tersedia.
Dalam keberagaman kelompok masyarakat tsb perlu dijaga link and match-nya agar tercipta sinergi dalam bangunan besar KBS dalam kerangka dukungan terhadap kinerja negara  membangun KBE.
Banyak bentuk lembaga/jalur dimana proses pemberdayaan (dalam bentuk pembelajaran) dapat memberikan kontribusi kepada terwujudnya KBS, a.l misalnya : lembaga pendidikan, dunia usaha, lembaga pemerintahan, pelayanan publik, media massa, dll.
Dalam ke-anekaragam-an karakteristik lembaga-lembaga tersebut dapat dipahami bahwa sangat sulit untuk dilakukan pendekatan  top-down  melalui perumusan strategi secara nasional seperti halnya penyusunan Buku Putih untuk TIK.
Knowledge Management  untuk mewujudkan KBS
Pada dekade 1980-an seorang pakar manajemen dari MIT Amerika Serikat, yaitu Peter M Senge memperkenalkan satu konsep yang dikenal dengan istilah organizational learning (OL). Konsep tsb dapat dimanfaatkan untuk membangun KBS dalam lingkungan suatu organisasi.  Proses pembelajaran dalam konsep OL lebih banyak didorong oleh inisiatif individual dalam satu organisasi.
Memasuki periode saat persaingan dalam dunia usaha semakin tajam, menuntut perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya. Perusahaan dituntut  untuk lebih banyak dan cepat melakukan usaha efisiensi, dengan meningkatkan kinerja melalui best practices dan kreatifitas untuk menghasilkan berbagai inovasi. Pengertian pengetahuan sebagai penggerak best practices dan inovasi, berkembang menjadi suatu bentuk yang komprehensif dan dinamis (to know what, why, how, who, where & when).  Pengetahuan juga tidak terbatas hanya kepada bahan-bahan yang tertulis (explicit) tetapi mencakup juga pengetahuan tidak tertulis (tacit) berupa pengalaman, gagasan, intuisi dsb.
Seiring dengan dinamika tuntutan tersebut maka konsep organizational learning telah  berkembang melahirkan konsep yang kita kenal sekarang dengan istilah populernya knowledge management (KM). 
Konsep OL dan KM mempunyai persamaan bahwa proses pembelajaran terjadi sebagai hasil interaksi dan dialog antar individu, mempunyai tujuan yang sama yaitu peningkatan kinerja perusahaan yang kompetitif.
Tiga karakteristik utama dari KM  adalah :
1.      sistim pengelolaan proses sharing yang terorganisasi
2.      proses creating dan sharing  terjadi  dalam bentuk forum yang disebut Community of Practice (CoP), yaitu forum kolaborasi pembelajaran yang anggotanya adalah orang-orang dengan latar belakang disiplin pengetahuan atau kompetensi sejenis.
3.      dukungan TIK yang sangat signifikan karena lingkup interaksi partisipan dan lingkup penyebaran yang luas melampaui batas organisasi dan geografis.

Kesimpulan
·         Dengan terbitnya Buku Putih visi 2025 IPTEK Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi, Pemerintah telah menetapkan formulasi strategi dan kebijakan pembangunan infrastruktur teknologi untuk mendukung terwujudnya ekonomi Indonesia berbasis pengetahuan dalam menghadapi persaingan dengan bangsa dan negara lain di dunia.
·         Selanjutnya bersamaan dengan itu adalah menjadi kewajiban seluruh komponen masyarakat untuk membangun masyarakat Indonesia berbasis pengetahuanmemanfaatkan pembangunan infrastruktur teknologi yang tersedia.
·         Inisiatifnya  harus datang dari setiap komponen masyarakat sesuai bidang dan misinya. Pemerintah atau suatu lembaga independen dapat berperan melakukan evaluasi dan memberikan apresiasi.
·         Knowledge Management adalah konsep dan metodologi   yangmemungkinkan setiap komponen (yang sejenis) secara tersistim/terorganisasi membangun masyarakat berbasis pengetahuan dalam kelompoknya.
·         Sesuai dengan hakekat implementasi KM, maka kegiatan pembelajaran dalam setiap komponen harus menunjang dan menghasilkan produk berupa best practices dan inovasi sebagai faktor  kekuatan daya saing dari setiap organisasi/perusahaan yang resultantenya bermuara pada kekuatan daya saing bangsa dan negara dalam lingkungan global Ekonomi Berbasis Pengetahuan.

Pendidikan

Merujuk Peter Ferdinand Druckers dalam bukunya The Age of Discontinuity (1969) atau Daniel Bell (The Coming of Post-industrial Society, 1973) atau Niklas Luhmann (Die Wirtschaft der Gesellschaft, 1988) atau sejumlah teorisi lain seperti Polany atau George Simmel, pengertian "knowledge society" bisa diringkas sebagai masyarakat yang telah menjadikan ilmu pengetahuan sebagai faktor produksi utama menggantikan tenaga kerja dan modal dalam perekonomia.

Ciri khasnya, sebagian masyarakatnya memiliki pendidikan dengan standar yang baik, banyak memiliki pekerja berpengetahuan, menggunakan teknologi informasi dan komunikasi serta memiliki akses pada sumber pengetahuan.

Selain itu berkembang banyak organisasi dan insitusi intelijen yang memiliki informasi dan solusi persoalan dalam bentuk dijital, para ahli dan konsultan menjadi kelompok strategis yang dibutuhkan dalam masyarakat. Ciri khas masyarakat jenis ini dijumpai pada masyarakat yang memiliki industri dan teknologi maju seperti Jepang, negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.

Evers mencatat, sejak 1991 PM Malaysia Mahathir Mohammad sudah mencetuskan pentingnya ilmu pengetahuan dalam mendorong pembangunan di negara tersebut. Menurut Mahathir, pengetahuan adalah kunci kesejahteraan.

Itulah sebabnya tidak mengherankan kalau dalam Wawasan Malaysia 2020, Mahatir memberi penekanan pada kemajuan teknologi dan informasi. Itu juga alasan mengapa Malaysia berani menginvestasikan dana yang begitu besar untuk membangun "Super Multi Media Corridor". Kendati belum semaju Singapura, Malaysia sudah mengarahkan diri pada jalan yang benar.

Tentang Singapura, sebagai sayap pasar ekonomi AS di Asia Tenggara, negara tersebut sudah selangkah lebih jauh. Pengembangan teknologi dan informasi menjadikan negara itu sangat efisien dalam mengelola dirinya sebagai pemain utama di bidang ekonomi jasa.

Soal arah yang ditempuh Malaysia, sejumlah data berikut bisa memberikan bukti. Sampai dengan 2000, jumlah rata-rata pengguna PC (personal computer) di antara 1000 orang di Malaysia mencapai angka 100. Sementara rata-rata negara lain di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, masih berada di bawah angka 20.

Memang dibandingkan dengan negara Eropa, Jepang atau Korea Selatan, apa yang dicapai Malaysia belumlah signifikan. Misalnya saja dalam soal jumlah peneliti. Pada 1995 dan 1996 misalnya, jumlah rata-rata peneliti di Malaysia masih berada di bawah 500 orang per satu juta penduduk.

Korea Selatan mencatat angka sekitar 2500 per satu juta penduduk, Belanda juga sekitar 2.500 dan Jerman mencapai angka tertinggi, yaitu sekitar 3.000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar