A. Pendahuluan
Bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat,
di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah
sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia.
Pendidikan menjadikan sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam
menghadapi perubahan di lingkungan kerja. Oleh karena itu tidaklah heran
apabila Negara yang memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi
akan mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Pendidikan adalah usaha orang dewasa dalam pergaulan
dengan anak-anak untuk memimpin jasmani dan rohani kearah kedewasaan. Dalam
artian, pendidikan adalah sebuah proses transfer nilai-nilai dari orang dewasa
(guru atau orang tua) kepada anak-anak agar menjadi dewasa dalam segala hal.
Pendidikan merupakan masalah yang penting bagi setiap bangsa yang sedang
membangun. Upaya perbaikan dibidang pendidikan merupakan suatu keharusan untuk
selalu dilaksanakan agar suatu bangsa dapat maju dan berkembang seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa upaya dilaksanakan antara
lain penyempurnaan kurikulum, peningkatan kompetensi guru melalui
penataran-penataran, perbaikan sarana-sarana pendidikan, dan lain-lain. Hal ini
dilaksanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa dan terciptanya
manusia Indonesia seutuhnya
Secara fungsional, pendidikan pada dasarnya ditujukan
untuk menyiapkan manusia menghadapi masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik
sebagai individu maupun secara kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa maupun
antar bangsa. Bagi pemeluk agama, masa depan mencakup kehidupan di dunia dan
pandangan tentang kehidupan hari kemudian yang bahagia. Namun saat ini dunia
pendidikan kita belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan mayarakat. Fenomena itu
ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah pendidikan yang
tidak tuntas, atau cenderung tambal sulam, bahkan lebih berorintasi proyek.
Akibatnya, seringkali hasil pendidikan mengecewakan masyarakat. Mereka terus
mempertanyakan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika
kehidupan ekonomi, politik , sosial, dan budaya.
Kualitas lulusan pendidikan kurang sesuai dengan
kebutuhan pasar tenaga kerja dan pembangunan, baik industri, perbankan,
telekomunikasi, maupun pasar tenaga kerja sektor lainnya yang cenderung
menggugat eksistensi sekolah. Bahkan SDM yang disiapkan melalui pendidikan
sebagai generasi penerus belum sepenuhnya memuaskan bila dilihat dari segi
akhlak, moral, dan jati diri bangsa dalam kemajemukan budaya bangsa.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang
tertuang dalam UU No.20 Tahun 2003 (Sisdiknas, pasal 3). Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini harus
dibarengi dengan pengingkatan mutu tenaga pendidik dan pendidikan dalam segi
rekruitmen, kompetensi dan manejemen pengembangan sumber daya manusianya.
Salah satu contoh nyata
yang terjadi dalam era reformasi, yaitu sebagian besar keberhasilan agenda
reformasi di bidang pendidikan pada akhirnya ditentukan oleh unsur yang berada
di front terdepan, yaitu tenaga pendidik. Hak-hak tenaga pendidik sebagai
pribadi, pemangku profesi keguruan, anggota masyarakat dan warga negara yang
selama ini terabaikan, perlu mendapat prioritas dalam era pasca reformasi kini.
Selama ini berbagai pandangan dan pemikiran kurang terpusat pada guru sebagai
andalan utama pelaksana acara kurikuler. Para ahli lebih sering membahas
kurikulum sebagai pokok permasalahan pendidikan di sekolah.
Para ahli di bidang
pendidikan, secara terus terang mengakui bahwa pokok persoalan pendidikan yang
sering dibahas dalam berbagai kesempatan selama ini lebih terfokus kepada
masalah kurikulum ketimbang dengan masalah pendidik (Kompas, 28 Februari 2006).
Padahal, telah menjadi pemahaman umum bahwa masalah pendidik jauh lebih penting
daripada masalah kurikulum dan komponen pendidikan lain. Pernyataan tersebut
memberikan gambaran bahwa masalah pendidik atau guru memang belum sepenuhnya
mendapatkan perhatian yang memadai oleh para praktisi pendidikan, apalagi oleh
pengambil kebijakan pendidikan.
Sebagaimana diketahui,
negeri ini menghadapi masalah pendidikan yang demikian rumit. UNESCO meletakkan
Indonesia dengan Human Development Index (HDI) pada urutan ke-112 di antara 174
negara yang diteliti. Di lain pihak, The Political dan Economics Risk
Consultancy (PERC) yang berpusat di Hongkong telah meletakkan sistem pendidikan
di Indonesia pada urutan ke-12 di antara 12 negara yang diteliti. Pendek kata,
kondisi bangsa ini menang sedang tidak nyaman, termasuk dunia pendidikannya.
Ahmad Sjafii Maarif, ketua umum Persyarikatan Muhammadiyah, sebagai contoh,
menyebut masalah pendidikan sebagai 'wajah bopeng pendidikan kita' (Republika,
9 Mei 2005). Singkat kata, mutu pendidikan di negeri ini memang masih rendah.
Untuk memecahkan masalah pendidikan tersebut diperlukan usaha ekstra keras dari
semua pihak secara sinergis. Tidak ada kata putus ada bagi orang yang masih
percaya kepada kekuasaan-Nya.
Saat ini, dalam segi kurikulum salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan
memberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Yang paling
penting dalam hal ini adalah faktor guru. Sebab secanggih apapun suatu
kurikulum dan sehebat apapun sistem pendidikan, tanpa kualitas guru yang
baik, maka semua itu tidak akan membuahkan hasil yang maksimal. Oleh
karena itu, guru diharapkan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif dan
efisien. Kompetensi merupakan salah satu kualifikasi guru yang terpenting.
Bila kompetensi ini tidak ada pada diri seorang guru, maka ia tidak akan
berkompeten dalam melakukan tugasnya dan hasilnya pun tidak akan optimal.
Dengan komptensi yang dimiliki, selain menguasai
materi dan dapat mengolah program belajar mengajar, guru juga dituntut
dapat melaksanakan evaluasi dan pengadministrasiannya. Kemampuan guru
dalam melakukan evaluasi merupakan kompetensi guru yang sangat penting.
Evaluasi dipandang sebagai masukan yang diperoleh dari proses pembelajaran
yang dapat dipergunakan untukmengetahui kekuatan dan kelemahan berbagai
komponen yang terdapat dalam suatu proses belajar mengajar.
Sedemikian pentingnya evaluasi ini sehingga
kelas yang baik tidak cukup hanya didukung oleh perencanaan
pembelajaran,kemampuan guru mengembangkan proses pembelajaran serta
penguasaannya terhadap bahan ajar, dan juga tidak cukup dengan kemampuan
guru dalam menguasai kelas, tanpa diimbangi dengan kemampuan melakukan
evaluasi terhadap perencanaan kompetensi siswa yang sangat menentukan
dalam konteks perencanaan berikutnya, atau kebijakan perlakuan terhadap
siswa terkait dengan konsep belajar tuntas.3 Atau dengan kata lain tidak
ada satupun usaha untuk memperbaiki mutu proses belajar mengajar yang
dapat dilakukan dengan baik tanpa disertai langkah evaluasi.
Guru harus mampu
mengukur kompetensi yang telah dicapai oleh siswa dari setiap proses
pembelajaran atau setelah beberapa unit pelajaran, sehingga guru dapat
menentukan keputusan atau perlakuan terhadap siswa tersebut. Apakah perlu diadakannya perbaikan atau
penguatan, serta menentukan rencana pembelajaran berikutnya baik dari segi
materi maupun rencana strateginya.
Oleh karena itu, guru setidaknya mampu menyusun
instrumen tes maupun non tes, mampu membuat keputusan bagi posisi
siswa-siswanya, apakah telah dicapai harapan penguasaannya secara optimal
atau belum. Kemampuan yang harus dimiliki oleh guru yang kemudian menjadi
suatu kegiatan rutin yaitu membuat tes, melakukan pengukuran, dan
mengevaluasi dari kompetensi siswa-siswanya sehingga mampu menetapkan
kebijakan pembelajaran selanjutnya.
B. Permasalahan
Tulisan ini akan lebih
memfokuskan pembahasan dari aspek guru atau pendidik, yakni Upaya-upaya apa
saja yang harus ditempuh pemerintah dan pihak-pihak yang terkait untuk
meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Dan strategi
bagaimanakah meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.
C. Peningkatan Mutu Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan
Upaya peningkatan mutu
pendidikan dipengaruhi oleh faktor majemuk. Faktor yang satu saling berpengaruh
terhadap faktor yang lainnya. Namun demikian, faktor yang paling penting adalah
guru, karena hitam-putihnya proses belajar mengajar di dalam kelas banyak
dipengaruhi oleh mutu gurunya. Guru dikenal sebagai 'hidden currickulum' atau
kurikulum tersembunyi, karena sikap dan tingkah laku, penampilan profesional,
kemampuan individual, dan apa saja yang melekat pada pribadi sang guru, akan
diterima oleh peserta didiknya sebagai rambu-rambu untuk diteladani atau
dijadikan bahan pembelajaran. Bagi sebagian besar orangtua siswa, sosok
pendidik atau guru masih dipandang sebagai wakil orangtua ketika anak-anaknya
tidak berada di dalam keluarga.
Fasilitas pendidikan
berupa buku sudah demikian canggih disusun. Bahkan banyak bahan ajar yang kini
telah disusun dalam bentuk CD ROM, bukan buku yang tebal dan biasanya disusun
tidak semenarik komik atau majalah. Dengan demikian peserta didik memiliki pilihan
lain berupa sumber informasi yang tinggal 'ngeklik' di komputer pribadinya.
Sumber informasi dengan mudah dicari dengan cara 'surfing' melalui bahan ajar
virtual melalui internet. Nah, dalam kondisi seperti itu, apakah peran pendidik
masih diperlukan lagi?
Pada era teknologi
informasi, guru memang tidak lagi dapat berperan sebagai satu-satunya sumber
informasi dan ilmu pengetahuan. Peran guru telah berubah lebih menjadi
fasilitator, motivator, dan dinamisator bagi peserta didik. Dalam era teknologi
informasi peserta didik dengan mudah dapat mengakses informasi apa saja yang
tersedia melalui internet. Dalam kondisi seperti itu, maka guru diharapkan
dapat memberikan peran yang lebih besar untuk memberikan rambu-rambu etika dan
moral dalam memilih informasi yang diperlukan. Dengan kata lain, peran pendidik
tidak dapat digantikan oleh apa dan siapa, serta dalam era apa saja. Untuk
dapat melaksanakan peran tersebut secara efektif dalam proses pendidikan,
pendidik dan tenaga kependidikan harus ditingkatkan mutunya dengan skenario
yang jelas.
Pertanyaan besar yang
akan dicoba dijawab dalam tulisan ini adalah tentang bagaimana skenario yang
harus diikuti untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan?
Keseluruhan skenario itu akan meliputi beberapa pertanyaan. Pertama, langkah
pertama apakah yang dinilai sangat penting sebagai titik awal (starting point)
untuk melakukan langkah-langkah berikutnya. Langkah pertama ini juga dinilai
sebagai pemutus rantai dari serangkaian mata rantai masalah yang sering sebagai
lingkaran setan (vicious circle) yang tidak diketahui mana pangkal dan
ujungnya. Kedua, langkah-langkah besar apakah yang harus dilakukan dalam
keseluruhan skenario itu. Ketiga, apa hubungan antara langkah yang satu dengan
langkah yang lain, serta apa prasyarat yang harus dipenuhi untuk dapat mencapai
langkah yang telah ditentukan. Untuk lebih jelasnya penulis uraikan sebagai
berikut:
1. Peningkatan Gaji dan Kesejahteraan
Guru
Mohammad Surya (Ketua
Umum Pengurus Besar PGRI), menyatakan dengan tegas bahwa "semua
keberhasilan agenda reformasi pendidikan pada akhirnya ditentukan oleh unsur
yang berada di front terdepan, yaitu guru. Hak-hak guru sebagai pribadi,
pemangku profesi keguruan, anggota masyarakat dan warga negara yang selama ini
terabaikan, perlu mendapat prioritas dalam reformasi". Hak utama
pendidik yang harus memperoleh perhatian dalam kebijakan pemerintah adalah hak
untuk memperoleh penghasilan dan kesejahteraan dengan standar upah yang layak,
bukan 'upah minimum'. Kebijakan "upah minimun" boleh jadi telah
menyebabkan pegawai bermental kuli, bukan pegawai yang mengejar prestasi.
Itulah sebabnya, maka langkah pertama peningkatan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan adalah memberikan kesejahteraan guru dengan gaji yang layak untuk
kehidupannya.
Langkah pertama ini
dinilai amat vital dan strategis untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan. Mengapa? Setidaknya ada dua alasan. Pertama, dari lima syarat
pekerjaan dapat disebut sebagai profesi, yang masih belum terpenuhi secara
sempurna adalah gaji dan kompensasi dari pelaksanaan peran sebagai profesi.
Kelima syarat pekerjaan sebagai profesi adalah;
(1) bahwa pekerjaan itu memiliki fungsi dan
signifikansi bagi masyarakat,
(2) bahwa pekerjaan itu memerlukan bidang
keahlian tertentu,
(3) bidang keahlian itu dapat dicapai dengan
melalui cabang pendidikan tertentu (body of knowledge),
(4) bahwa pekerjaan itu memerlukan organisasi
profesi dan adanya kode etik tertentu, dan kemudian
(5) bahwa pekerjaan tersebut memerlukan gaji
atau kompensasi yang memadai agar pekerjaan itu dapat dilaksanakan secara
profesional.
Dari kelima syarat
tersesbut, yang masih belum terpenuhi sepenuhnya adalah syarat yang kelima,
yakni gaji dan kompensasi yang memadai. Alasan kedua, karena peningkatan gaji
dan kesejahteraan merupakan langkah yang memiliki dampak yang paling
berpengaruh (multiplier effects) terhadap langkah-langkah lainnya. Kalau perlu,
agar langkah pertama tersebut tidak menjadikan iri bagi pekerjaan lainnya,
kenaikan gaji dapat dilakukan secara menyeluruh dan bertahap. Hal ini terkait
dengan maraknya tindak korupsi yang telah mencapai tingkat yang berbahaya
seperti virus yang telah menjangkiti semua aspek kehidupan manusia.
Apa prasyarat yang harus
dipenuhi untuk dapat melaksanakan langkah pertama ini dengan baik? Jika standar
gaji yang akan dinaikkan itu cukup tinggi, maka kenaikan gaji dapat dilakukan
dengan standar kompetensi yang tinggi pula. Yang akan diberikan kenaikan gaji
adalah para pendidik dan tenaga kependidikan yang telah mencapai standar kompetensi
yang telah ditetapkan. Oleh karena dewasa ini terdapat berbagai pangkat dan
golongan pegawai, maka kenaikan gajinya juga diselaraskan dengan pangkat dan
golongan pegawai tersebut. Dengan demikian, uji kompetensi harus dilakukan
dahulu secara jujur dan transparan. Untuk itu, maka instrumen uji kompetensi
harus disiapkan secara matang. Jangan ada kecurangan dalam proses uji
kompetensi ini. Jika terjadi kecurangan dalam pelaksanaan uji kompetensi, maka
secara otomatis akan dapat merusak seluruh komponen dalam sistem ini. Langkah
pertama ini akan berjalan dengan lebih matap jika sistem pembayaran gajinya
telah dilaksanakan dengan melalui bank.
2. Alih Tugas Profesi dan
Rekruitmen Guru Untuk Menggantikan Guru atau Pendidik yang Dialihtugaskan ke
Profesi Lain
Upaya kedua ini
merupakan konsekuensi dan kesinambungan dari langkah pertama. Para pendidik
yang tidak memenuhi standar kompetensi harus dialihtugaskan kepada profesi
lain. Pengalihtugasa tersebut dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
(1) mereka telah diberikan kesempatan untuk
mengikuti diklat dan pembinaan secara intensif, tetapi tidak menunjukkan adanya
perbagian yang signifikan,
(2) guru tersebut memang tidak menunjukkan adanya
perubahan kompetensi dan juga tidak ada indikasi positif untuk meningkatkan
kompetensinya.
Jika syarat tersebut
telah dilakukan, maka mereka harus rela dan pantas untuk dialihtugaskan dari
profesi guru menjadi tenaga lain yang sesuai, misalnya tenaga administrasi,
atau kalau perlu dipensiundinikan.
Untuk mengganti tenaga
pendidik yang telah dialihtugaskan ke profesi lain tersebut perlu diadakan
seleksi (rekruitmen) secara jujur dan transparan, sesuai standar kualifikasi
yang telah ditetapkan. Rekruitmen pendidik yang jujur dan transparan ini telah
dilakukan oleh Paulo Freirie dalam rangka reformasi pendidikan di Brazilia.
Crass program seperti guru bantu sebaiknya tidak dilakukan di masa-masa
mendatang, karena program seperti ini sama dengan ibarat memasang bom waktu
yang berbahaya, terutama jika tidak mengelola program ini dengan baik. Program
guru bantu dapat saja dimasukkan menjadi satu sistem dalam rekruitmen guru.
Artinya, proses rekruitmen guru dilakukan dengan mekanisme melalui guru bantu.
Jadi, untuk ikut rekruitmen guru seseorang harus melalui guru bantu. Guru bantu
yang tidak lulus tes secara otomatis menjadi masa akhir kontrak kerja untuk
menjadi guru bantu.
Alasan seperti itu
karena terciptanya pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan-kegiatan baru, dimana
sekolah mempunyai rancangan program baru dan diperlukan guru yang
ditugaskan dalam program tersebut sehingga membutuhkan calon guru baru,
dan juga karena adanya guru di sekolah yang berhenti karena pensiun atau
yang sudah lanjut usia, tidak mungkin untuk melanjutkan kegiatan proses
belajar mengajar di sekolah.
Selain itu, adanya pegawai yang berhenti karena
ingin pindah kesekolah lain, maupun pekerja yang melanggar aturan
yang telah ditetapkan sekolah tersebut. Sehingga sekolah membutuhkan guru
baru untuk mengisi lowongan pekerjaan tersebut, agar kegiatan belajar
mengajar (KBM) pun dapat berjalan dengan lancar sebagaimana biasanya.Untuk
itu sekolah perlu melakukan proses rekrutmen guru baru karena rekrutmen
merupakan hal yang sangat penting, dengan melalui proses rekrutmen sekolah
akan mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
Rekrutmen guru merupakan satu aktivitas manajemen
yang mengupayakan didapatkannya seorang atau lebih calon pegawai yang
betul-betul potensial untuk menduduki posisi tertentu di sebuah
lembaga. Tujuan aktivitas rekrutmen dalam proses penyusunan pegawai
jelas terlihat bahwa untuk mencapai tujuan-tujuan aktivitas rekrutmen
membutuhkan pemahaman yang tidak hanya pelamar mengidentifikasi dan
memilih tawaran pekerjaan, tetapi bagaimana mengelolanya serta selama
proses rekrutmen pelamar mendapatkan informasi yang membantu mereka
memutuskan apakah kesempatan kerja yang ditawarkan itu cocok untuk mereka
dan membutuhkan interaksi antara individu dan organisasi yang memikat dan
menyeleksinya. Sehingga tujuan aktivitas
rekrutmen dapat berjalan dengan baik.
Sedangkan yang menjadi tujuan diselenggarakannya
rekrutmen yaitu mengemban keinginan-keinginan tertentu atau memikat para
pelamar kerja, yang harus dipenuhi agar sekolah tersebut dapat eksis.
Selain itu untuk mendapatkan persediaan sebanyak mungkin calon-calon pelamar,
sehingga sekolah itu akan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk
melakukan pilihan terhadap calon pegawai yang dianggap memenuhi standar
yang ditetapkan.
Implementasi rekrutmen
guru yang dilaksanakan oleh sekolah bertujuan untuk mencari guru yang
memiliki potensi dan kemampuan serta berkualitas sehingga dapat
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Pola atau metode rekrutmen yang
dipakai untuk pelaksanaan rekrutmen guru baru selalu sama
dan pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan di sekolah tersebut.
Proses rekrutmen guru bisa dilakukan melalui empat
kegiatan yaitu kegiatan pertama dalam proses rekrutmen guru baru adalah
dengan melakukan Persiapan rekrutmen guru baru dimana kegiatan ini harus
matang dengan melakukan pembentukan panitia rekrutmen guru baru, penetapan
persyaratanpersyaratan untuk melamar menjadi guru baru dan penetapan
prosedur pendaftaran guru baru dan lain-lain. Begitu persiapan telah
selesai dilakukan maka kegiatan berikutnya penyebaran pengumuman
penerimaan guru baru yaitu dengan melalui media yang ada seperti
brosur, surat kabar dan sebagainya. Begitu pengumuman penerimaan
lamaran guru baru telah disebarkan tentu masyarakat mengetahui bahwa dalam
jangka waktu tertentu, sebagaimana tercantum dalam pengumuman, ada
penerimaan guru baru disekolah.
Mengetahui ada penerimaan guru baru itu lalu
masyarakat yang berminat memasukkan lamarannya, kegiatan yang harus
dilakukan panitia yaitu mengecek semua kelengkapan yang harus disertakan
beserta surat lamaran. Kemudian tahap selanjutnya seleksi
atau penyaringan terhadap semua pelamar. Dalam tahapan kegiatan proses
rekrutmen ini dapat mempermudah pihak sekolah untuk melaksanakan pekerjaan
mereka menjadi lebih tersusun dengan baik, sebelum menjalankan proses rekrutmen karena
pihak sekolah sudah merencanakan kegiatan proses rekrutmen ini.
Dari kualifikasi tentang
guru dan dosen juga dapat dipahami bahwa seorang guru wajib memiliki
kualifikasi akademik yaitu telah menyelesaikan program sarjana, kompetensi
dalam hal ini dapat dilihat dari kompetensi pedagogik yakni hal ini
berkaitan dengan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar yaitu
persiapan mengajar yang mencakup merancang dan melaksanakan skenario
pembelajaran, memilih metode, media, serta alat evaluasi bagi anak didik agar
tercapai tujuan pendidikan baik pada ranah kognitif, afektif,
maupun psikomotorik siswa.
Kemudian kompetensi
kepribadian seorang guru harus mempunyai kepribadian yang baik agar
menjadi contoh untuk anak didiknya, kompetensi sosial disini adanya
interaksi yang baik antara guru dan siswa, baik dalam kegiatan proses
belajar mengajar maupun diluar jam pelajaran. Selanjutnya kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi seorang guru harus
menguasai sepenuhnya materi yang akan ia ajarkan kepada anak
didiknya tentunya sesuai bidang yang ia geluti.
Selain itu, sertifikat
pendidik sebagaimana yang dimaksud disini yaitu yang diberikan kepada guru
yang telah memenuhipersyaratan, sehat jasmani dan rohani, dengan kualifikasi
tersebut akhirnya akan mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Disamping itu, Mengkaji
berbagai kendala umum yang ada dalam pelaksanaan rekrutmen memang perlu
karena untuk mengetahui kendala-kendala penarikan pegawai yang terjadi,
seperti kebijaksanaan promosi serta kebijaksanaan kompensasi dan lain
sebagainya sekolah harus mampu mengatasi berbagai kendala tersebut. Selain itu, salah satunya yaitu dengan
membuat perencanaan rancangan program yang sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan dan dijalankan dengan baik oleh lembaga pendidikan.
Sehingga sekolah dapat mengetahui kendala-
kendala yang ada dan dapat mengatasinya dengan baik. Dengan demikian,
secara teoritis rekrutmen guru merupakan hal yang sangat penting tentunya
rekrutmen yang dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan
yang ditentukan oleh sekolah agar mendapatkan sumber daya manusia (SDM)
yang berkualitas dan profesional di bidangnya di sebuah lembaga pendidikan.
Sebaliknya jika proses rekrutmen yang dilakukan tidak selektif maka akan
menghasilkan sumber daya manusia (SDM)yang biasa saja.
3. Membangun Sistem
Sertifikasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Serta Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan
Sebagaimana diamanatkan
dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pembangunan
sistem sertifikasi pendidik dan tenaga Kependidikan serta sistem penjamin mutu
pendidikan merupakan langkah yang amat besar, yang akan memberikan
dukungan bagi pelaksanaan langkah pertama, yang juga sangat berat, karena
terkait dengan anggaran belanja negara yang sangat besar. Penataan sistem
sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan tidak boleh tidak harus dilakukan
untuk menjamin terpenuhinya berbagai standar nasional pendidikan yang telah
ditetapkan.
Prasyarat yang harus
dipernuhi sebagai berikut; untuk pendidik yang akan diangkat menjadi PNS harus
diterapkan standar minimal kualifikasi pendidikan. Sementara bagi guru yang
sudah memiliki pengalaman tidak perlu dituntut untuk memenuhi standar ijazah
tersebut, karena hanya akan menyebabkan terjadinya apa yang disebut dengan
'jual beli ijazah' yang juga dikenal dengan 'STIA' atau 'sekolah tidak ijazah
ada'. Yang diperlukan bagi mereka adalah pendidikan profesi dan sistem diklat
berjenjang yang harus dihargai setara dengan kualifikasi pendidikan tertentu.
Jika sistem sertifikasi ini telah mulai berjalan, maka sistem kenaikan pangkat
bagi pendidik dan tenaga kependidikan sudah waktunya disesuaikan. Kenaikan
pangkat pendidik dan tenaga kependidikan bukan semata-mata sebagai proses
administrasi semata-mata, melainkan lebih merupakan proses penting dalam
sertifikasi yang berdasarkan kompetensi.
4. Membangun Satu
Standar Pembinaan Karir (Career Development Path)
Seiring dengan
pelaksanaan sertifikasi tersebut, disusunlah satu standar pembinaan karier.
Sistem itu harus dalam bentuk dokumen yang disyahkan dalam bentuk undang-undang
atau setidaknya berupa peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan oleh aparat
otonomi daerah. Sebagai contoh, untuk menjadi instruktur, atau menjadi kepala
sekolah, atau pengawas, seorang pendidik harus memiliki standar kompetensi yang
diperlukan, dan harus melalui proses pencapaian yang telah baku. Standar
pembinaan karir ini akan dapat dilaksanakan dengan matap apabila memenuhi
prasyarat antara lain jika sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan
telah berjalan dengan lancar. Selain itu, langkah ketiga ini akan berjalan
lancar jika sistem kenaikan pangkat pegawai berdasarkan sertifikasi sudah
berjalan.
5. Peningkatan Kompetensi Yang Berkelanjutan
Sebagaimana dijelaskan
pada langkah sebelumnya, proses rekruitmen guru baru harus dilaksanakan secara
jujur dan transparan, dan dengan menggunakan standar kualifikasi yang telah
ditetapkan. Standar kualifikasi tersebut tidak dapat ditawar-tawar. Sementara
itu, untuk para pendidik yang sudah berpengalaman perlu diberikan kesempatan
untuk mengikuti penataran yang dilaksanakan oleh lembaga inservice training
yang juga sudah terakreditasi. Selain itu, mereka juga disyaratkan untuk
mengikuti pendidikan profesi yang dapat dilaksanakan oleh lembaga tenaga
kependidikan (LPTK) yang juga harus terakreditasi.
Upaya peningkatan
kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan harus dilaksanakan secara
terencana dan terprogram dengan sistem yang jelas. Jumlah pendidik yang besar
di negeri ini memerlukan penanganan secara sinergis oleh semua instansi yang
terkait dengan preservice education, inservice training, dan on the job
training. Kegiatan sinergis peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan
harus melibatkan organisasi pembinaan profesi guru, seperti Kelompok Kerja Guru
(KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah
(MKKS), dan Musyawarah Kerja Penilik Sekolah (MKPS). Sudah tentu termasuk PGRI,
organisasi perjuangan para guru.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang
mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal
balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
tertentu. Dalam proses belajar mengajar tersirat adanya satu kesatuan
kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang
mengajar. Agar proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien, maka guru mempunyai tugas dan peranan yang penting dalam mengantarkan
peserta didiknya mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, sudah
selayaknya guru mempunyai berbagai kompetensi yang berkaitan dengan tugas
dan tanggungjawabnya. Dengan kompetensi tersebut, maka akan menjadikan
guru profesional, baik secara akademis maupun non akademis.
Masalah kompetensi guru merupakan hal urgen yang harus
dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apapun. Guru yang
terampil mengajar tentu harus pula memiliki pribadi yang baik dan mampu
melakukan social adjustment dalam masyarakat. Kompetensi guru
sangat penting dalam rangka penyusunan kurikulum. Ini dikarenakan kurikulum
pendidikan haruslah disusun berdasarkan kompetensi yang dimiliki oleh guru.
Tujuan, program pendidikan, system penyampaian, evaluasi, dan sebagainya, hendaknya
direncanakan sedemikian rupa agar relevan dengan tuntutan kompetensi guru
secara umum. Dengan demikian diharapkan guru tersebut mampu menjalankan tugas
dan tanggung jawab sebaik mungkin.
Dalam hubungan dengan kegiatan dan hasil belajar
siswa, kompetensi guru berperan penting. Proses belajar mengajar dan hasil
belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi
kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang
mengajar dan membimbing para siswa. Guru yang berkompeten akan lebih mampu
mengelola kelasnya, sehingga belajar para siswa berada pada tingkat optimal16.
Agar tujuan pendidikan tercapai, yang dimulai dengan lingkungan belajar yang
kondusif dan efektif, maka guru harus melengkapi dan meningkatkan
kompetensinya. Di antara kriteria-kriteria kompetensi guru yang harus dimiliki
meliputi:
1) Kompetensi
kognitif, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan intelektual.
2) Kompetensi
afektif, yaitu kompetensi atau kemampuan bidang sikap, menghargai pekerjaan dan
sikap dalam menghargai hal-hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya.
3) Kompetensi
psikomotorik, yaitu kemampuan guru dalam berbagai keterampilan atau
berperilaku.
D. Strategi Peningkatan Mutu Pendidik
dan Tenaga Kependidikan
Untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru
sebagai tenaga kependidikan, maka profesi guru harus memiliki dan menguasai
perencanaan kegiatan belajar mengajar, melaksanakan kegiatan yang direncanakan
dan melakukan penilaian terhadap hasil dari proses belajar mengajar. Kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan
prosespembelajaran merupakan faktor utama dalam mencapai tujuan
pengajaran. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan proses belajar
mengajar ini sesuatu yang erat kaitannya dengan tugas dan tanggung jawab
guru sebagai pengajar yang mendidik.
Guru sebagai pendidik mengandung arti yang
sangat luas, tidak sebatas memberikan bahan-bahan pengajaran tetapi
menjangkau etika dan estetika perilaku dalam menghadapi tantangan
kehidupan di masyarakat. Sebagai pengajar, guru hendaknya memiliki
perencanaan (planing) pengajaran yang cukup matang. Perencanaan pengajaran
tersebut erat kaitannya dengan berbagai unsur seperti tujuan pengajaran,
bahan pengajaran, kegiatan belajar, metode mengajar, dan evaluasi.
Unsur-unsur tersebut merupakan bagian integral dari keseluruhan tanggung jawab
guru dalam proses pembelajaran.
Secara umum terdapat beberapa langkah strategi yang
dapat diimplementasikan dalam lingkungan kependidikan dengan tujuan bahwa
peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan akan behasil melalui
strategi- strategi berikut ini:
1) Evaluasi diri self
assessment
Evaluasi diri
sebagai langkah awal bagi setiap sekolah yang ingin, atau menerncanakan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kegiatan ini dimulai dengan curah
pendapat brainstorming yang diikuti oleh kepala sekolah, guru,
dan seluruh staf, dan diikuti juga anggota komite sekolah.
Prakarsa dan
pimpinan rapat adalah kepala sekolah. Untuk memancing minat acara rapat dapat
dimulai dengan pertanyaan seperti: Perlukah kita meningkatkan mutu? seperti
apakah kondisi sekolah / madrasah kita dalam hal mutu pada saat ini? Mengapa
sekolah kita tidak/belum bermutu?
Kegiatan evalusi
diri ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sekolah saat ini dalam segala
aspeknya (seluruh komponen sekolah), kemajuan yang telah dicapai, maupun
masalah-masalah yang dihadapi ataupun kelemahan yang dialami. Kegiatan evaluasi
diri ini juga merupakan refleksi/mawas diri, untuk membangkitkan kesadaran /
keprihatinan akan penting dan perlunya pendidikan yang bermutu, sehingga
timbul komitmen bersama untuk meningkatkan mutu sense of quality, serta
merumuskan titik tolak point of departure bagi
sekolah/madrasah yang ingin atau akan mengembangkan diri terutama dalam hal
mutu.
Titik awal ini
penting karena sekolah yang sudah berjalan untuk memperbaiki mutu, mereka tidak
berangkat dari nol, melainkan dari kondisi yang dimiliki.
2) Perumusan Visi, Misi,
dan tujuan
Bagi pihak sekolah
yang baru berdiri atau baru didirikan, perumusan visi dan misi serta tujuan
merupakan langkah awal / pertama yang harus dilakukan yang menjelaskan kemana
arah pendidikan yang ingin dituju oleh para pendiri/ penyelenggara pendidikan.
Dalam kasus sekolah/madrasah negeri kepala sekolah bersama guru mewakili
pemerintah kab/kota sebagai pendiri dan bersama wakil masyarakat setempat
ataupun orang tua siswa harus merumuskan kemana sekolah kemasa depan akan
dibawa, sejauh tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional seperti
tercantum dalam UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kondisi yang
diharapkan / diinginkan dan diimpikan dalam jangka panjang itu, kalau
dirumuskan secara singkat dan menyeluruh disebut visi. Keadaan yang
diinginkan tersebut hendaklah ada kaitannya dengan idealisme dan mutu
pendidikan . Idealisme disini dapat berkaitan dengan kebangsaan, kemanusiaan,
keadilan, keluhuran budi pekerti, ataupun kualitas pendidikan sebagaimana telah
didefinisikan sebelumnya.
Sedangkan misi,
merupakan jabaran dan visi atau merupakan komponenkomponen pokok yang harus
direalisasikan untuk mencapai visi yang telah ditetapkan. Dengan kata lain,
misi merupakan tugas-tugas pokok yang harus dilakukan untuk mewujudkan visi.
Tujuan merupakan
tahapan antara, atau tonggak tonggak penting antara titik berangkat (kondisi
awal) dan titik tiba tujuan akhir yang rumusannya tertuang dalam dalam bentuk
visi-misi. Tujuan-tujuan antara ini sebagai tujuan jangka menengah kalau tiba
saatnya berakhir (tahun yang ditetapkan ) akan disusul dengan tujuan
berikutnya, sedangkan visi dan misi (relatif/pada umumnya)masih tetap. Tujuan
(jangka menengah), dipenggal-penggal menjadi tujuan tahunan yang biasa disebut
target/sasaran, dalam formulasi yang jelas baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Tujuan-tujuan jangka pendek (1 tahun) inilah yang rincian persiapannya dalam
bentuk perencanaan.
3) Perencanaan
Perencanaan pada
tingkat sekolah adalah kegiatan yang ditujukan untuk menjawab : apa yang harus
dilakukan dan bagaimana melakukannnya untuk mewujudkan tujuan (tujuan-tujuan)
yang telah ditetapkan / disepakati pada sekolah yang bersangkutan, termasuk
anggaran yang diperlukan untuk membiayai kegiatan yang direncanakan.
Dengan kata lain
perencanaan adalah kegiatan menetapkan lebih dulu tentang apa-apa yang harus
dilakukan, prosedurnya serta metode pelaksanaannya untuk mencapai suatu tujuan
organisasi atau satuan organisasi. Perencanaan oleh sekolah merupakan persiapan
yang teliti tentang apa-apa yang akan dilakukan dan skenario melaksanakannya
untuk mencapai tujuan yang diharapkan, dalam bentuk tertulis. Dikatakan teliti
karena ia harus menjelaskan apa yang akan dilakukan, seberapa besar lingkup
cakupan kuantitatif dan kualitatif yang akan dikerjakan, bagaimana, kapan dan
berapa perkiraan satuan-satuan biayanya, serta hasil seperti apa yang
diharapkan.
4) Pelaksanaan
Apabila kita
bertitik tolak dari fungsi-fungsi manajemen yang umumnya kita kenal sebagai
fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/penggerakkan atau pemimpinan
dan kontrol/pengawasan serta evaluasi, maka langkah pertama sampai dengan
ketiga dapat digabungkan fungsi perencanaan yang secara keseluruhan (untuk
sekolah) sudah dibahas. Didalam pelaksanaan tentu masih ada kegiatan
perencanaan-perencanaan yang lebih mikro (kecil) baik yang terkait dengan
penggalan waktu (bulanan,semesteran, bahkan mingguan), atau yang terkait erat
dengan kegiatan khusus, misalnya menghadapi lomba bidang studi, atau kegiatan
lainnya.
Tahap pelaksanaan,
dalam hal ini pada dasarnya menjawab bagaimana semua fungsi manajemen sebagai
suatu proses untuk mencapai tujuan lembaga yang telah ditetapkan melalui
kerjasama dengan orang lain dan dengan sumber daya yang ada, dapat berjalan
sebagaimana mestinya (efektif dan efisien). Pelaksanaan juga dapat diartikan sebagai
suatu proses kegiatan merealisasikan apa-apa yang telah direncanakan.
Peran
masing-masing itulah yang juga perlu disoroti didalam implementasi strategi
peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Untuk melihat peran tersebut
dapat dilihat sebagai berikut:
a. Peran kepala sekolah/Madrasah
Dengan kedudukan sebagai manajer kepala
sekolah/Madrasah bertanggung jawab atas terlaksananya fungsi-fungsi manajemen.
Sebagai perencana, kepala sekolah mengidentifikasi dan merumuskan hasil kerja
yang ingin dicapai oleh sekolah dan mengidentifikasi serta merumuskan cara-cara
(metoda) untuk mencapai hasil yang diharapkan. Peran dalam fungsi ini mencakup:
penetapan tujuan dan standar, penentuan aturan dan prosedur kerja disekolah
/madrasah, pembuatan rencana, dan peramalan apa yang akan terjadi untuk masa
yang akan datang.
b. Peran Guru dan Staf Sekolah
Peran guru (staf pengajar) sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan peran kepala sekolah, hanya lingkupnya yang berbeda. Dalam
lingkup yang lebih kecil (mikro) yaitu mengelola proses pembelajaran sesuai
kelompok belajar atau bidang studi yang dipegangnya, setiap guru memahami visi
dan misi sekolah, merencanakan proses pembelajaran, (mengorganisasikan bahan,
siswa, mensinergikan dengan metoda dan sumber belajar yang tepat yang ia
kuasai), menerapkan kepemimpinan yang demokratis dan memberdayakan siswa dengan
mengambil keputusan sesuai kewenangan yang ia miliki dan menjalin hubungan
komunikasi yang baik dengan guru lain, dengan siswa, dengan kepala sekolah dan
orang tua. Ia juga memonitor kemajuan siswa, serta melakukan evaluasi
perkembangan setiap anak sebagai masukan bagi perbaikan pelaksanaan proses
pembelajaran secara terus menerus. Guru juga memberi penghargaan bagi siswa
yang menunjukkan kemajuan dalam belajar (berprestasi) serta memberikan
semangat/dorongan (motivasi) serta membantu siswa yang prestasinya kurang/belum
memuaskan.
c. Peran Orang Tua Siswa dan Masyarakat
Kedua peran tersebut akan sulit dilaksanakan tanpa
keikutsertaan peran orang tua siswa dan masyarakat. Orang tua siswa dan
masyarakat berperan dalam mengawasi mutu hasil pendidikan yang dilaksanakan
oleh tenaga kependidikan di sekolah. Orang tua siswa dan masyarakat harus
aktif mengamati hasil yang diupayakan dan yang diajarkan oleh guru di sekolah,
sehingga para guru disekolah tetap aktif untuk mempertahankan dan bahkan
mengembangkan kualitas pendidikan kepada para siswanya
d. Pemerintah
Peran Pemerintah untuk tujuan dalam jangka panjang,
yaitu dengan mengupayakan kebijakan yang memperkuat sumber daya tenaga
kependidikan melalui cara dengan memperkuat sistem pendidikan dan tenaga
kependidikan yang memiliki keahlian. Di abad ke-21 perolehan peningkatan mutu
tenaga kependidikan itu memerlukan pengembangan keahlian para pendidik karena
beberapa alasan: (1) keahlian yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan akan
semakin tinggi dan berubah sangat cepat, (2) Keahlian yang diperlukan sangat
tergantung pada teknlogi dan inovasi baru, maka banyak dari keahlian itu harus
dikembangkan dan dilatih melalui pelatihan dalam pekerjaan, dan (3) kebutuhan
akan keahlian itu didasarkan pada keahlian individu.
5) Evaluasi
Evaluasi sebagai salah satu langkah strategi dalam
meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, merupakan kegiatan yang
penting untuk mengetahui kemajuan ataupun hasil yang dicapai oleh sekolah
didalam melaksanakan fungsinya sesuai rencana yang telah dibuat sendiri oleh
masing-masing sekolah. Evaluasi pada tahap ini adalah evaluasi menyeluruh,
menyangkut pengelolaan semua bidang dalam satuan pendidikan yaitu bidang teknis
edukatif (pelaksanaan kurikulum/proses pembelajaran dengan segala aspeknya),
bidang ketenagaan, bidang keuangan, bidang sarana prasarana dan administrasi
ketatalaksanaan sekolah. Sungguh pun demikian, bidang teknis edukatif harus menjadi
sorotan utama dengan focus pada capaian hasil (prestasi belajar siswa).
6) Pelaporan
Pelaporan disini diartikan sebagai pemberian atau
penyampaian informasi tertulis dan resmi kepada berbagai pihak yang
berkepentingan stake hokders, mengenai aktifitas manajemen satuan
pendidikan dan hasil yang dicapai dalam kurun waktu tertentu berdasarkan
rencana dan aturan yang telah ditetapkan sebagai bentuk pertanggung jawab atas
tugas dan fungsi yang diemban oleh satuan pendidikan tersebut.
Kegiatan pelaporan sebenarnya merupakan kelanjutan
kegiatan evaluasi dalam bentuk mengkomunikasikan hasil evaluasi secara resmi
kepada berbagai pihak sebagai pertanggung jawaban mengenai apa-apa yng telah
dikerjakan oleh sekolah beserta hasilhasilnya. Hanya perlu dicatat disini bahwa
sesuai keperluan dan urgensinya tidak semua hasil evaluasi masuk kedalam
laporan (pelaporan). Ada hasil evaluasi tertentu yang pemanfaatannya
bersifat internal (untuk kalangan dalam sekolah sendiri), ada yang untuk
kepentingan eksternal (pihak luar), bahkan masing-masing stake
holder mungkin memerlukan laporan yang berbeda fokusnya. Disamping
itu, sebagai dokumen tertulis resmi, yang menyangkut pertanggungjawaban serta
reputasi lembaga pendidikan, sungguhpun isinya harus berdsarkan data dan
informasi yang benar laporan memiliki tujuan tertentu sesuai dengan peran
institusi yang dikirimi atau pembacanya.
Strategi tersebut dalam esensi tertentu
sebenarnya sudah diimplementasikan oleh beberapa sekolah yang berada di
Indonesia sejak sebelum Indonesia merdeka yang terbukti dengan adanya berbagai
lembaga pendidikan swasta (swadaya masyarakat) tumbuh besar, bahkan sebagian
besar berbentuk lembaga pendidikan .tradisional. baik yang berlandaskan agama
maupun budaya.
Demikian juga penerapan skenario peningkatan mutu
pendidik dan tenaga kependidikan di Indonesia sangat terkait dengan sistem
pemerintahan (yang baru mengalami perubahan besar dan implementasinya
masih terus berkembang), sistem pendidikan, kebijakan yang mendukung,
serta pengalaman-pengalaman masa lalu yang dapat digunakan sebagai
guru terbaik disamping mengambil manfaat dari pengalaman negara lain, agar
tidak perlu mengulang kesalahan yang sama. Tidak kalah pentingnya
dalam hal ini adalah suasana masyarakat (semua pihak) yang menghendaki
desentralisasi (otonomi), transparansi, demokratisasi,
akuntabilitas, serta dorongan peningkatan peran masyarakat dalam hampir
semua kebijakan dan layanan publik, termasuk pendidikan.
Upaya peningkatan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan di indonesia cukup mendapat respon/tanggapan
yang positif, meskipun disana-sini ada pro dan kontra baik secara terus
terang maupun secara diam-diam. Baik yang antusias menerima, mereka ingin
segera memperoleh kepastian, ingin memperoleh pedoman, petunjuk dan
sebagainya, bahkan menuntut adanya definisi/batasan pengertian yang pasti.
Disisi lain, ada yang pesimis bahkan sinis terhadap upaya peningkatan mutu
pendidik dan tenaga kependidikan,apalagi yang akan diimplementasikan untuk
membuat pusing sekolah.
Keberhasilan upaya peningkatan mutu pendidik dan
tenaga kependidikan indonesia (sungguhpun secara bertahap atauincremental)
tidak lepas dari kondisi objektif yang mendukung pada saat (timing) yang tepat.
Elemen-elemen yang mendukung tersebut antara lain : iklim perubahan
pemerintahan yang menghendaki transparansi, demokratisasi dan akuntabilitas,
desentralisasi dan pemberdayaan potensi masyarakat, konsepsi manajemen
pendidikan yang telah lama dipendam oleh para tokoh pendidikan untuk
diaktualkan, serta sebagian birokrat yang secara diam-diam konsisten ingin
melakukan reform tanpa banyak publikasi.
Konkritnya, keluarnya UU No. 22 tahun 1999 tentang
pemerintah daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan
kewenangan propinsi sebagai Daerah Otonomi, UU No.25 Tahun 2000 tentang
Propenas, dan Kepmemdiknas No. 122/U/2001 tentang Rencana Strategis Pembangunan
Pendidikan, Pemuda, dan olah raga tahun 2000-2004, serta UU Sisdiknas Tahun
2003 memberikan landasan hukum yang kuat untuk diterapkannya peningkatan mutu
pendidik dan tenaga kependidikan sebagai sebuah inovasi pendidikan untuk
mencapai mutu tenaga kependidikan yang lebih baik dalam meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia
E. Penutup
Peningkatan mutu
pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan upaya peningkatan mutu pendidiknya dan
tenaga kependidikannya. Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan memenuhi
sasaran yang diharapkan tanpa dimulai dengan peningkatan butu pendidik dan
tenaga kependidikannya.
Upaya peningkatan mutu
pendidik dan tenaga kependidikan tidak dapat dilepaskan dengan aspek-aspek
penting sebagai berikut: (1) gaji dan standar kesejahteraan yang layak untuk
kehidupannya, (2) standar kualifikasi, (3) standar kompetensi dan upaya
peningkatannya, (4) sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependiikan dan alih
profesi yang tidak memenuhi standar kompetensi, (4) seleksi/rekruitmen yang
jujur dan transparan, (5) standar pembinaan karir, (6) penyiapan calon pendidik
dan tenaga kependidikan yang selaras dengan standar kompetensi, dan lebih
menekankan praktik dan dengan teori yang kuat, (7) sistem diklat di lembaga
inservice training dan pendidikan profesi di LPTK, dan (8) pemberdayaan
organisasi pembinaan profesional seperti KKG, MGMP, MKKS, dan MKPS, yang perlu
diberdayakan. Mudah-mudahan.
Semoga melalui sumbangan
pemikiran dalam peningkatann mutu pendidik dan tenaga kependidikan dapat terus
ditingkatkan sehingga tercapai Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif melalui
upaya mewujudkan pendidikan yang mampu membangun insan Indonesia yang cerdas
dan kompetitif dengan adil, bermutu, dan relevan untuk kebutuhan masyarakat
global.
DAFTAR BACAAN
Hamalik,
Oemar, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta:
Bumi Aksara, 2006
Kunandar. Guru
Profesional:Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan Dan
Sukses Dalam Sertifikasi Guru Jakarta: Raja Grafindo persada,.2007
N.K,
Roestiyah Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina
Aksara.1989
Ni.am,
Asrorun. Membangun Profesionalitas Guru. Jakarta : eLSAS.
2006
Rosyada,Dede Paradigma
Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat Dalam
Penyelenggaraan Pendidikan.Jakarta: Prenada Media. 2004
Samana, A. Profesionalisme
Keguruan,Yogyakarta:Kanisius,1994
Uzer Usman,
Moch. Menjadi Guru Profesional.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.2005
Adi Saiful,
.Kompetensi yang Harus Dimiliki Seorang Guru., www.SaifulAdi.wordpress.com, 6 Januari 2007
Ibrahim Bafadal,
Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Peraturan Pemerintah RI No.
19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Sinar Grafika, 2006
Undang-undang RI
No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta:
Sinar Grafika, 2003.
Azra,
Azyumardi, Inovasi Kurikulum, Edisi 01/Tahun 2003, Strategi
Pengembangan Kurikulum Madrasah Aliyah Dalam Era Otonomi Daerah dan
Desentralisasi Pendidikan.
Membina Mutu
Pendidikan, (www. Kompas. Com), 3 februari 2005
Soebagio
Atmodiworo, Manajemen Pendidikan Indonesia Jakarta:
PT.Ardadijaya, 2000.
Sujanto,
Bedjo, Mensiasati Manajemen Berbasis Sekolah Di Era Krisis Yang Berkepanjangan,
ICW, 2004.
Syafrudin,
Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Grasindo, 2002.
Uwes Sanusi, Manajemen
Pengembangan Mutu Dosen, Jakarta: Logos wacana Ilmu,1999.
Wahyu Ariyani,
Doretea, Manajemen Kualitas, yogyakarta: Andioffset 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar