Selasa, 04 Maret 2025

Peran Gizi Terhadap Kesehatan Ibu Dan Anak Melalui Kesehatan Masyarakat

 

 “Peran Gizi Terhadap Kesehatan Ibu Dan Anak Melalui Kesehatan Masyarakat”

 

A.    Konsep Dasar Gizi Masyarakat

Gizi masyarakat membahas berbagai masalah pangan dan gizi yang berkaitan dengan individu, keluarga, dan kelompok khusus yang memiliki hubungan umum dalam hal wilayah, bahasa, budaya, atau masalah kesehatan tertentu. Segmen ini mencakup gizi kesehatan masyarakat, pendidikan gizi, dan terapi gizi medis . Gizi masyarakat semakin penting dalam promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, karena perilaku individu dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal, norma, dan kepercayaan setempat.

 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan komunitas sebagai kelompok sosial yang ditentukan oleh batas geografis dan/atau nilai atau minat yang sama. Komunitas juga dapat didefinisikan berdasarkan minat atau tujuan yang sama. Banyak upaya peningkatan kesadaran kesehatan dan pencegahan penyakit yang berhasil seperti peningkatan layanan dan kesadaran akan masalah khusus komunitas tertentu telah dimungkinkan dalam komunitas yang memiliki kepentingan bersama. Inisiatif gizi komunitas bertujuan untuk melibatkan profesional gizi dan dietetika komunitas untuk menyediakan layanan gizi sesuai dengan kebutuhan individu melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier:

b.  Pencegahan primer

 

Melibatkan perancangan kegiatan untuk mencegah penyakit atau kondisi sebelum terjadi. Gizi kesehatan masyarakat juga berfokus pada peningkatan kesehatan melalui


gizi, pencegahan primer penyakit terkait gizi, dan pemeliharaan kesehatan gizi masyarakat.

b.     Pencegahan sekunder

 

Melibatkan kegiatan perencanaan yang berkaitan dengan diagnosis dan pengobatan dini termasuk skrining penyakit.

c.      Pencegahan tersier

 

Terdiri dari merancang kegiatan untuk mengobati penyakit atau kondisi seperti kekurangan gizi atau cedera untuk mencegahnya berkembang lebih lanjut.

 

 

Dalam gizi masyarakat, keberlanjutan mengacu pada kemampuan program atau intervensi untuk terus berlanjut seiring waktu sejalan dengan sumber daya ekonomi, manusia, dan lingkungan, serta kebijakan gizi dan peternakan setempat dan global yang berkenaan dengan lingkungan. Produksi pangan memberikan dampak yang berbeda pada lingkungan geofisika, seperti degradasi spesies, emisi racun, polusi udara, dan konsumsi air. Perubahan pola makan yang terkait dengan pengurangan produk hewani dan peningkatan konsumsi sayur tidak hanya memberikan manfaat bagi kesehatan manusia dan pemanfaatan lahan secara keseluruhan, tetapi juga dapat memainkan peran yang menentukan dalam kebijakan mitigasi perubahan iklim .

 

Mediterania, yang dipahami tidak hanya sebagai sekumpulan makanan konkret tetapi juga sebagai budaya yang menggabungkan cara makanan diproduksi dan diproses, merupakan contoh keberlanjutan, yang di dalamnya keanekaragaman hayati juga menjadi kunci.  Keberlanjutan  harus  dipertimbangkan  sebagai  elemen  mendasar  ketika


merencanakan dan mendefinisikan intervensi gizi masyarakat dan harus menjadi isu utama dalam agenda mitigasi perubahan iklim.

 

 

B.    Kebutuhan Gizi bagi Ibu dan Anak

Memenuhi kebutuhan gizi anak tidak hanya ketika ia mulai MPASI, tetapi juga ketika sudah masuk usia balita. Semakin besar, balita sudah mulai mengerti makanan yang ia sukai dan tidak. Di masa ini, ibu perlu mencari cara agar anak tetap mau makan dengan gizi dan nutrisi yang baik untuk balita. Berikut panduan kebutuhan gizi seimbang pada balita agar perkembangan anak berjalan dengan optimal.

1.     Kebutuhan gizi balita usia 1-3 tahun:

 

Sebagai acuan, menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013, status kebutuhan gizi makro harian balita usia satu sampai tiga tahun meliputi:

a.      Energi: 1125 kilo kalori (kkal)

 

b.     Protein: 26 gram

 

c.      Karbohidrat: 155 gram

 

d.     Lemak: 44 gram

 

e.      Air: 1200 milimeter (ml)

 

f.      Serat: 16 gram

 

2.     Kebutuhan zat gizi mikro harian anak, meliputi:

 

a.      Vitamin

 

Jenis vitamin yang perlu didapatkan oleh anak usia 1-3 tahun yaitu:

1)     Vitamin A: 400 mikrogram (mcg)

2)     Vitamin D: 15 mcg


3)     Vitamin E: 6 miligram (mg)

 

4)     Vitamin K: 15 mcg

 

3.     Takaran dan jenis mineral yang diberikan pada usia 1-3 tahun:

 

a.      Mineral

 

1)     Kalsium: 650 gram

 

2)     Fosfor: 500 gram

 

3)     Magnesium: 60 mg

 

4)     Natrium: 1000 mg

 

5)     Besi: 8 mg

 

 

Berbagai mineral di atas merupakan kebutuhan gizi makro dan mikro pada balita usia 1 tahun sampai balita usia 3 tahun yang perlu dipenuhi agar kesehatan si kecil tetap terjaga.

 

 

C.    Masalah Gizi pada Ibu dan Anak

Banyak hal yang menjadi penyebab adanya masalah gizi pada ibu dan anak, sebagai berikut.

1.     Kurang vitamin A

 

Masalah gizi ini umum terjadi pada anak-anak dan ibu hamil. Pada anak, kekurangan vitamin A dapat menyebabkan masalah penglihatan hingga kebutaan. Pada ibu hamil, kekurangan vitamin A dapat meningkatkan risiko kebutaan hingga kematian saat persalinan.


2.     Stunting

 

Kondisi pertumbuhan tinggi badan anak yang terhambat atau perawakan pendek. Stunting merupakan manifestasi kronis dari kekurangan gizi.

3.     Anemia

 

Kondisi kekurangan sel darah merah yang dapat terjadi pada ibu menyusui. Anemia pada ibu menyusui dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan produksi ASI menjadi kurang.

4.     Marasmus

 

Kondisi kekurangan asupan kalori (energi) seperti karbohidrat dan protein. Marasmus sering dialami balita usia 0-2 tahun.

5.     Kwashiorkor

 

Kondisi kekurangan protein yang sering menimpa anak usia 1-3 tahun.

 

6.     Marasmus-Kwashiorkor

 

Masalah kesehatanan ini mengakibatkan gizi buruk pada anak yang menggabungkan kondisi dan gejala marasmus dan kwashiorkor.

7.     Skorbut

 

Dimana kondisi ini di akibatkan karena kekurangan vitamin C.

 

8.     Keguguran

 

Ibu hamil yang kekurangan gizi rentan mengalami keguguran.

 

 

 

Kebutuhan gizi ibu dan anak yang baik dapat membantu menjaga kesehatan ibu dan bayi. Berikut beberapa kebutuhan gizi yang perlu diperhatikan:

1.     Ibu hamil


Ibu hamil membutuhkan nutrisi seperti asam folat, kalsium, protein, zat besi, vitamin, lemak, dan omega-3. Asam folat membantu pertumbuhan sel dan organ janin, serta mengontrol tekanan darah ibu hamil. Kalsium dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan gigi janin, serta menjaga kesehatan tulang ibu hamil. Zat besi dibutuhkan untuk membuat hemoglobin, protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen ke jaringan.

2.     Ibu menyusui

 

Ibu menyusui membutuhkan kebutuhan energi, protein, dan lemak yang berbeda- beda pada setiap 6 bulan. Pada 6 bulan pertama, kebutuhan energi ibu menyusui adalah 330 kalori, dan proteinnya 20 gram. Pada 6 bulan kedua, kebutuhan energi ibu menyusui adalah 400 kalori, dan proteinnya 15 gram. Ibu menyusui juga perlu meningkatkan asupan lemak, terutama asam lemak esensial, omega-3, dan omega

3.     Bayi

 

Bayi usia 6–11 bulan membutuhkan kebutuhan gizi seperti energi, protein, lemak total, air, vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin K, folat, kalsium, fosfor, dan zat besi.

 

 

D.    Masalah Gizi di Indonesia

Masalah gizi di Indonesia menjadi persoalan krusial mengingat masa depan bangsa yang dipertaruhkan. Tidak dapat dipungkiri, terpenuhinya kebutuhan gizi masyarakat merupakan indikator penting terhadap kemajuan suatu negara. Survei Studi Status Gizi menyebutkan prevalensi gizi buruk di Indonesia masih di angka 20% hingga 25%. Padahal target pembangunan jangka menengah Indonesia sebesar 14%. Sejumlah


penelitian mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki masalah gizi yang beragam dan cenderung meningkat dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya. Ini artinya masalah gizi di Indonesia masih tinggi dan membutuhkan penanganan segera.

 

Kementerian Kesehatan RI mengidentifikasi setidaknya ada 5 masalah gizi di Indonesia, antara lain Kurang Energi Protein (KEP), Kekurangan Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), kekurangan zat besi atau Anemia Gizi Besi (AGB), dan Gizi Lebih penyebab Berikut adalah masalah gizi di Indonesia.

 

1.     Kurang Energi Protein (KEP)

 

Kurang Energi Protein adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari serta adanya gangguan kesehatan. Kondisi ini merupakan salah satu tanda terjadinya masalah gizi buruk dan defisiensi gizi yang paling berat terutama pada anak dan balita. Anak disebut Kurang Energi Protein (KEP) jika berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO NCHS. Ciri-ciri KEP antara lain:

1)     Pertumbuhan terhambat: Anak-anak yang mengalami KEP mungkin memiliki pertumbuhan yang terhambat, baik dalam hal tinggi badan maupun berat badan.

2)     Kekurangan berat badan: KEP dapat menyebabkan kekurangan berat badan yang signifikan. Seseorang dengan KEP mungkin tampak kurus atau memiliki indeks massa tubuh (BMI) yang rendah.

3)     Kelemahan dan kelelahan: Kurangnya asupan protein dan energi dapat menyebabkan kelemahan otot dan kelelahan yang persisten. Penderita KEP


sering kali merasa lemah dan kurang bertenaga dalam menjalani aktivitas sehari- hari.

4)     Penurunan daya tahan tubuh: KEP dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat individu rentan terhadap infeksi dan penyakit. Penderita KEP mungkin lebih sering mengalami penyakit dan kesulitan pulih dari sakit.

5)     Penurunan massa otot: KEP dapat menyebabkan penurunan massa otot, yang dapat terlihat dalam bentuk otot yang tampak lebih kecil atau mengecil. Kekurangan protein menyebabkan tubuh mengambil protein dari jaringan otot untuk digunakan sebagai sumber energi.

6)     Untuk mengatasi Kurang Energi Protein (KEP), sebaiknya kita meningkatkan asupan protein dan energi yang cukup dalam diet sehari-hari. Misalnya dengan mengonsumsi makanan yang kaya protein seperti daging, ikan, telur, kacang- kacangan, dan produk susu. Jika diperlukan, bantuan medis dan pengawasan dari profesional kesehatan dapat memberikan dukungan dan penanganan yang tepat.

 

 

2.     Kekurangan Vitamin A (KVA)

 

Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah kondisi di mana tubuh mengalami defisiensi atau kekurangan vitamin A. Akibatnya bisa berbahaya jika tidak segera ditangani. Pada anak-anak kondisi KVA dapat menyebabkan masalah penglihatan dan meningkatkan risiko penyakit diare dan campak. Berikut adalah ciri-ciri Kekurangan Vitamin A (KVA) yang perlu diwaspadai:

1)     Masalah dengan penglihatan malam: Salah satu ciri khas KVA adalah kesulitan dalam melihat dengan jelas pada kondisi cahaya yang rendah, seperti saat senja


atau malam hari. Penglihatan malam yang terganggu dapat berupa kesulitan melihat objek dengan jelas atau pandangan kabur.

2)     Gangguan mata: KVA dapat menyebabkan masalah pada mata, seperti keringnya mata dan peradangan konjungtiva (konjungtivitis). Gejala-gejala ini dapat mencakup mata kemerahan, gatal, berair, dan rasa terbakar.

3)     Gangguan pertumbuhan dan perkembangan: Kekurangan vitamin A dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak. Anak-anak dengan KVA mungkin mengalami pertumbuhan terhambat, pertambahan berat badan yang lambat, dan keterlambatan perkembangan fisik dan kognitif.

4)     Xerosis dan keratinisasi: KVA dapat menyebabkan kekeringan dan kulit kasar (xerosis) serta keratinisasi yang berlebihan pada jaringan tubuh, termasuk kulit dan membran mukosa. Hal ini dapat menyebabkan kulit kering, pecah-pecah, dan kerontokan rambut.

 

Untuk mengatasi Kekurangan Vitamin A (KVA), diperlukan suplementasi vitamin A dan perbaikan dalam pola makan. Asupan makanan yang kaya akan vitamin A seperti hati, telur, ikan, wortel, labu, dan sayuran hijau dapat membantu mengatasi kekurangan ini. Guna mencegah KVA, Indonesia menerapkan pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas setiap Februari dan Agustus. Dosis yang diberikan yaitu

100.000 IU untuk bayi usia 6-11 bulan dan 200.000 IU untuk anak usia 12-59 bulan.

 

 

 

3.     Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)

Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) adalah kondisi yang terjadi ketika tubuh mengalami defisiensi atau kekurangan yodium. Yodium adalah mineral


penting yang diperlukan oleh kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid yang penting bagi fungsi normal tubuh. Kekurangan yodium dapat menyebabkan gangguan pada kelenjar tiroid dan berbagai masalah kesehatan lainnya. Ciri-ciri Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) antara lain.

1)     Pembesaran kelenjar tiroid (gondok): Kekurangan yodium dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang terlihat sebagai gondok di leher.

2)     Gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental: Kekurangan yodium pada anak-anak dapat menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan mental, termasuk rendahnya IQ dan gangguan pembelajaran.

3)     Gangguan pada kehamilan dan perkembangan janin: Kekurangan yodium pada ibu hamil dapat berdampak serius pada perkembangan janin, seperti kerusakan otak dan kelainan kognitif.

4)     Gangguan pada fungsi tiroid: Kekurangan yodium dapat mengganggu fungsi normal kelenjar tiroid, mempengaruhi metabolisme tubuh, energi, dan regulasi suhu tubuh.

5)     Gangguan reproduksi: Kekurangan yodium dapat mempengaruhi fungsi reproduksi pada wanita dan pria, termasuk gangguan menstruasi, kesulitan kehamilan, dan masalah kesuburan.

6)     Cara mengatasi Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) antara lain dengan mengonsumsi makanan yang kaya yodium dan menggunakan garam beryodium dalam masakan. Jika diperlukan, penggunaan suplemen yodium sesuai anjuran dokter atau ahli gizi dapat dilakukan.


4.     Anemia Gizi Besi (AGB)

 

Kekurangan zat besi ditandai dengan kadar hemoglobin yang rendah dalam sel darah merah, yang pada akhirnya mengurangi kemampuan darah untuk mengangkut oksigen ke jaringan tubuh. Kondisi Anemia Gizi Besi (AGB) ini merupakan masalah gizi di Indonesia yang cukup sering terjadi. Kekurangan zat besi dapat disebabkan oleh diet yang tidak mencukupi zat besi, masalah penyerapan zat besi dalam tubuh, atau kehilangan darah yang berlebihan. Gejala Anemia Gizi Besi (AGB) di antaranya:

1)     Kelelahan dan kelemahan: Penderitanya sering mengalami kelelahan yang berlebihan dan kelemahan fisik yang persisten.

2)     Pucat: Anemia Gizi Besi dapat menyebabkan kulit, bibir, dan kuku menjadi pucat, karena kurangnya jumlah sel darah merah yang sehat.

3)     Sesak napas: Kekurangan zat besi dapat mengurangi kemampuan darah untuk mengangkut oksigen, sehingga menyebabkan sesak napas dan sesak saat melakukan aktivitas fisik.

4)     Penurunan daya tahan tubuh: Penderita AGB cenderung lebih rentan terhadap infeksi dan sering mengalami penurunan daya tahan tubuh.

5)     Gangguan kognitif: Anemia Gizi Besi dapat mempengaruhi konsentrasi dan fungsi kognitif, termasuk masalah fokus, kebingungan, dan penurunan performa kognitif.

Cara mengatasi kekurangan zat besi yakni dengan meningkatkan asupan zat besi melalui makanan yang kaya zat besi seperti daging merah, hati, ikan, sayuran


berdaun hijau, dan kacang-kacangan. Penggunaan suplemen zat besi yang diresepkan oleh dokter juga dapat membantu mengatasi AGB.

 

 

5.     Gizi Lebih (Obesitas)

 

Tidak sedikit orang tua yang menganggap anak dengan berat badan berlebihan itu menggemaskan. Sehingga anak terus-menerus diberikan makanan melebihi kebutuhannya. Padahal, gizi lebih penyebab obesitas termasuk salah satu masalah gizi di Indonesia yang harus segera ditangani. Ciri-ciri gizi lebih atau obesitas antara lain:

1)     Kelebihan berat badan: Obesitas ditandai oleh akumulasi lemak berlebih dalam tubuh, yang menyebabkan peningkatan berat badan yang signifikan.

2)     Lingkar pinggang yang besar: Obesitas sering kali menyebabkan peningkatan lingkar pinggang, di mana lemak terkumpul di sekitar area perut.

3)     Kehilangan kebugaran fisik: Penderita obesitas sering mengalami kehilangan kebugaran fisik, seperti sulit bernapas, cepat lelah, dan sulit melakukan aktivitas fisik.

4)     Gangguan tidur: Obesitas dapat menyebabkan gangguan tidur, termasuk sleep apnea, insomnia, dan gangguan pernapasan selama tidur.

5)     Masalah kesehatan terkait: Obesitas meningkatkan risiko penyakit seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, gangguan metabolisme, dan masalah sendi.

Cara mencegah obesitas bisa dilakukan dengan mengontrol jumlah kalori dan porsi makan, menghindari makanan olahan dan camilan tidak sehat, serta


mengelola stres juga membantu dalam menurunkan berat badan dan menjaga keseimbangan tubuh. Dianjurkan juga untuk melakukan aktivitas fisik teratur, seperti berjalan kaki, berlari, atau berenang, minimal 150 menit per minggu.

 

 

E.    Defisiensi Vitamin dan Mineral

Vitamin dan mineral merupakan nutrisi atau zat yang sangat berperan penting bagi tubuh dan merupakan salah satu indikator penentu kesehatan pada tubuh manusia. Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh yang sangat berperan penting untuk membantu pengaturan atau proses kegiatan pada tubuh manusia sedangkan mineral merupakan mikronutrien yang berfungsi untuk proses pertumbuhan, pengaturan, dan perbaikan fungsi tubuh.

 

Kekurangan atau defisiensi terhadap vitamin dan mineral dapat menjadi masalah bagi kesehatan manusia sehingga menimbulkan berbagai penyakit pada tubuh. Banyak yang tidak mengetahui bahwa gejala yang dirasakan pada tubuh merupakan akibat dari defisiensi suatu vitamin atau mineral tertentu sehingga seringkali terlambat untuk diketahui dan mengakibatkan perlunya kunjungan ke dokter. Terdapat bidang ilmu kecerdasan buatan yang mampu membantu untuk mengetahui secara dini defisiensi vitamin dan mineral dan dapat pula membantu para

 

 

Sistem pakar merupakan suatu program komputer yang dirancang untuk memodelkan kemampuan penyelesaian masalah yang dilakukan oleh seorang pakar profesional kedokteran dalam menentukan defisiensi vitamin dan mineral yaitu sistem


pakar. Dengan dibangunnya sistem pakar, selain calon pasien, dokter muda atau dokter yang baru lulus serta dokter magang dapat melihat kondisi pasien tersebut berdasarkan gejala yang dimiliki apakah sesuai dengan analisa dari dokter spesialis.

1.     Defisiensi vitamin

 

Defisiensi vitamin umumnya disebabkan oleh pola makan yang kurang tepat atau tidak mengandung gizi seimbang. Kondisi ini dapat dialami oleh siapa saja, namun umumnya lebih berisiko pada ibu hamil, ibu menyusui, serta anak-anak. Pasalnya, kelompok tersebut memiliki kebutuhan gizi lebih besar. Selain pola makan yang kurang tepat, beberapa kondisi lain yang dapat menyebabkan defisiensi vitamin adalah sebagai berikut:

a.    Penyakit autoimun

 

b.   Penyakit Crohn

 

c.    Penyakit celiac

 

d.   Gastritis

 

e.    Operasi lambung atau operasi pemotongan sebagian usus

 

f.    Ketidakseimbangan bakteri di usus

 

g.   Kanker usus besar

 

h.   Penyakit hati alkoholik

 

i.     Gagal hati

 

j.     Penyakit ginjal

 

k.   Diare kronis

l.     Sindrom malabsorpsi

m.  Mengonsumsi obat-obatan tertentu, seperti obat antikejang.


Defisiensi vitamin juga berkaitan dengan operasi bariatrik. Pasalnya, prosedur bedah ini dapat memengaruhi asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh dan proses pencernaan, sehingga dapat meningkatkan risiko kekurangan gizi tertentu.

 

 

2.     Defisiensi mineral

 

Kekurangan mineral atau defisiensi mineral adalah kondisi ketika tubuh tidak mendapatkan asupan mineral yang cukup. Mineral sendiri merupakan salah satu jenis nutrisi yang dibutuhkan tubuh agar bisa menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Manusia bisa mendapatkan asupan mineral dari mengonsumsi sumber makanan yang mengandung berbagai mineral, suplemen, atau produk makanan lain yang diperkaya dengan mineral tambahan. Penyebab kekurangan mineral dapat terjadi secara perlahan dari waktu ke waktu dan disebabkan oleh berbagai hal, seperti kebutuhan mineral yang meningkat tapi tidak terpenuhi (misalnya pada wanita hamil), kekurangan mineral dalam makanan, atau kesulitan menyerap mineral dari makanan. Selain itu, kekurangan mineral juga bisa dipicu oleh:

a.      Pola makan yang buruk, misalnya bergantung pada junk food atau kurang mengonsumsi buah dan sayur.

b.     Menjalani diet yang sangat rendah kalori.

 

c.      Menderita gangguan makan, seperti anoreksia dan bulimia.

 

d.     Orang yang memiliki nafsu makan buruk, sehingga tidak mendapatkan cukup kalori dan nutrisi lainnya dalam makanan yang dikonsumsi.


e.      Menderita kondisi medis tertentu, seperti penyakit hati, kantung empedu, usus, pankreas, dan ginjal.

f.      Mengonsumsi obat-obatan tertentu, seperti antasida, antibiotik, obat pencahar, dan diuretik.

 

 

F.     Masalah Gizi Lebih

Gejala gizi lebih pada anak dimana kondisi ini terjadi ketika tubuh kelebihan nutrisi yang untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Kondisi ini terjadi ketika anak mengonsumsi terlalu banyak makanan dengan kalori, gula, atau lemak yang berlebihan. Gejalanya bervariasi tergantung pada jenis nutrisi yang berlebihan dan tingkat keparahan kondisinya. Berikut adalah beberapa gejala yang dapat terjadi.

1.     Kenaikan berat badan berlebihan

 

Anak-anak dengan gizi lebih cenderung mengalami kenaikan berat badan yang berlebihan untuk usia dan tinggi badan mereka. Kenaikan berat badan ini dapat mempengaruhi kesehatan anak dan meningkatkan risiko obesitas, penyakit gula, dan penyakit lainnya.

2.     Lemahnya tulang

 

Anak-anak dengan asupan nutrisi yang lebih mungkin mengalami lemahnya tulang atau kerapuhan tulang. Kondisi ini terjadi karena kelebihan nutrisi tertentu, yaitu vitamin A dan D, yang dapat menyebabkan penyerapan kalsium yang buruk dan menyebabkan kepadatan tulang menurun.


3.     Masalah dengan sistem pencernaan

 

Kelebihan gizi pada anak juga dapat mempengaruhi sistem pencernaan mereka. Anak-anak dengan kondisi ini mungkin mengalami gangguan pencernaan, yaitu diare, sembelit, dan perut kembung. Mereka juga dapat mengalami masalah dengan hati dan pankreas.

4.     Tekanan darah tinggi

 

Anak-anak dengan gizi lebih mungkin mengalami tekanan darah tinggi, yang dapat mempengaruhi kesehatan jantung mereka. Tekanan darah tinggi dapat meningkatkan risiko stroke, serangan jantung, dan penyakit jantung lainnya.

5.     Masalah dengan gigi

 

Kelebihan nutrisi pada anak dapat mempengaruhi kesehatan gigi mereka. Anak-anak dengan kondisi ini mungkin mengalami karies gigi dan masalah dengan gigi susu mereka.

 

 

G.    Stunting

Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi dalam jangka panjang. Stunting bisa disebabkan oleh malnutrisi yang dialami ibu saat hamil, atau anak pada masa pertumbuhannya. Stunting ditandai dengan tinggi anak yang lebih pendek daripada standar usianya. Jumlah kasus stunting di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu sekitar 3 dari 10 anak. Oleh karena itu, stunting masih menjadi masalah yang harus segera ditangani dan dicegah. Meski begitu, perlu diketahui bahwa anak yang tinggi badannya di bawah rata-rata belum tentu mengalami kekurangan gizi.


Hal ini karena tinggi badan dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Jadi bila kedua orang tua berpostur tubuh pendek, anak juga bisa memiliki kondisi yang sama.

 

Selain itu, perkembangan anak yang stunting biasanya terlambat secara signifikan. Sementara di sisi lain, anak yang sehat umumnya tidak mengalami keterlambatan perkembangan meski perawakannya pendek. Gejala atau ciri-ciri stunting umumnya bisa terlihat saat anak berusia 2 tahun. Namun, hal ini sering tidak disadari, atau malah disalahartikan sebagai perawakan pendek yang normal.

1.     Gejala dan tanda-tanda yang bisa menunjukkan anak mengalami stunting

 

1)     Tinggi badan anak lebih pendek daripada tinggi badan anak seusianya.

 

2)     Berat badan tidak meningkat secara konsisten.

 

3)     Tahap perkembangan yang terlambat dibandingkan anak seusianya.

 

4)     Tidak aktif bermain.

 

5)     Sering lemas.

 

6)     Mudah terserang penyakit, terutama infeksi.

 

 

2.     Penyebab Stunting

 

Penyebab utama stunting adalah malnutrisi dalam jangka panjang (kronis). Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan anak kekurangan nutrisi adalah:

1)     Ibu mengalami malnutrisi atau terserang infeksi selama hamil.

 

2)     Anak tidak mendapatkan ASI eksklusif.

 

3)     Kualitas gizi MPASI yang kurang.

4)     Anak menderita penyakit yang menghalangi penyerapan nutrisi, seperti alergi susu sapi atau sindrom malabsorbsi.


5)     Anak menderita infeksi kronis, seperti tuberkulosis atau cacingan.

 

6)     Anak memiliki penyakit bawaan, seperti penyakit jantung bawaan atau thalasemia.

 

3.     Faktor risiko stunting

 

Ada faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko anak mengalami stunting, antara lain:

1) Terlahir prematur

 

2)       Terlahir dengan berat badan rendah.

 

3)       Mengalami intrauterine growth restriction (IUGR).

 

4)       Tidak mendapatkan vaksin yang lengkap.

 

5)       Hidup di tengah kemiskinan.

 

6)       Tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk dan tidak mendapatkan akses untuk air bersih.

 

4.     Pengobatan Stunting

 

Pengobatan stunting adalah dengan mengatasi penyakit penyebabnya, memperbaiki asupan nutrisi, memberikan suplemen, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Berikut adalah tindakan yang dapat dilakukan oleh dokter:

1)     Mengobati penyakit yang mendasarinya, misalnya memberikan obat-obatan antituberkulosis bila anak menderita TBC.

2)     Memberikan suplemen vitamin A, zinc, zat besi, kalsium, dan yodium.

3)     Memberikan penyuluhan kepada orang tua agar memenuhi kebutuhan nutrisi anak.


Keberhasilan pengobatan stunting pada anak juga sangat bergantung pada upaya orang tua dan keluarga. Upaya yang dapat dilakukan adalah:

1)     Memberikan nutrisi yang tepat dan lengkap lewat MPASI atau makanan pokok, berupa makanan yang kaya protein hewani, lemak, dan kalori.

2)     Membawa anak untuk kontrol rutin ke dokter jika ia menderita penyakit kronis.

 

3)     Memeriksakan tinggi dan berat badan anak secara berkala.

 

4)     Memperbaiki sanitasi di rumah dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) guna mencapai keluarga yang sehat.

 

 

H.    Konsep Windows Of Opportunity

Masa 1000 hari pertama kehidupan disebut juga sebagai masa emas atau “window of opportunity”.Status gizi dan kesehatan ibu dan anak sebagai penentu kualitas sumber daya manusia semakin nyata, dan terlihat bahwa status gizi dan kesehatan ibu sebelum hamil, selama hamil dan selama menyusui merupakan masa yang sangat kritis. Masa 1000 hari, yaitu 270 hari pada masa kehamilan dan 730 hari pada kehidupan pertama setelah melahirkan, merupakan masa sensitif karena akibatnya bagi anak bersifat permanen dan tidak dapat diperbaiki.

 

Efeknya tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan fisik, tetapi juga perkembangan mental dan kecerdasan, yang tercermin dari ukuran fisik yang tidak optimal dan tidak kompetitifnya pekerjaan di masa dewasa, yang mengakibatkan rendahnya produktivitas ekonomi.


Para ahli telah menemukan bahwa setidaknya ada 50 zat yang mempengaruhi fungsi otak dan dipengaruhi oleh makanan dan zat gizi mikro dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Kegagalan untuk menerima nutrisi penting selama ini akan memiliki efek jangka panjang dan tidak dapat diubah. Nutrisi yang optimal selama ini tidak hanya memungkinkan anak untuk hidup lebih lama, lebih sehat dan lebih produktif, tetapi juga mengurangi risiko penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, diabetes, stroke dan obesitas. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan di masa kritis ini, yaitu:

1.     Siklus rahim (280 hari)

 

1)     Pastikan ibu bergizi baik sebelum dan selama hamil serta tidak mengalami kekurangan energi kronis (IBD) atau anemia. Selama hamil, ibu makan makanan bergizi sesuai kebutuhannya dalam porsi kecil, namun seringkali jauh lebih baik, perbanyak konsumsi sayur dan buah.

2)     Konsumsi Suplemen tablet besi (Fe), asam folat dan vitamin C diperlukan untuk mencegah ibu dari anemia.

3)     Ibu sebaiknya melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin.

 

4)     Ibu dan suami harus mendapat informasi tentang menyusui di awal trimester kehamilan, bagaimana tidak keluar, dll).

2.     Periode 0-6 bulan (180 hari)

 

1)     Semua anak yang lahir harus disusui sejak dini.

 

2)     Unique Breastfeeding membantu ibu mengatasi masalah saat menyusui dengan menyediakan hotline atau nomor telepon yang dapat dihubungi ibu 24/7 jika ibu mengalami masalah dan membutuhkan bantuan.

3)     Dukung ibu dalam menyelenggarakan ASI eksklusif.


3.     Periode 6-24 bulan (540 hari)

 

1)     Pastikan ibu mengetahui jenis dan bentuk makanan (dikte) serta frekuensi pemberian makan yang benar selama periode ini.

2)     Ajarkan peralihan ke makanan cair atau bubur (6-8 bulan), makanan lunak dan lunak/semi-padat (8-12 bulan), dan makanan padat (12-24 bulan).

3)     Dukung ibu untuk terus menyusui hingga sekarang.

 

4)     Ajari ibu cara mengolah dan memilih makanan yang murah dan bergizi tinggi.

 

5)     Pantau pertumbuhan dan pantau kesehatan anak secara rutin


DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

admin. “Window of Opportunity Dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) - Orang Tua Hebat.” Orang Tua Hebat, November 22, 2022. https://www.orangtuahebat.id/window- of-opportunity-dalam-1000-hari-pertama-kehidupan-hpk/.

 

Alodokter. “Stunting,” July 11, 2022. https://www.alodokter.com/stunting.

 

 

Redaksi Halodoc. “Penting Memahami Gejala Dan Perbedaan Antara Kekurangan Dan Kelebihan Nutrisi Pada Anak Agar Dapat Mengenali K.” halodoc, August 21, 2023. https://www.halodoc.com/artikel/perbedaan-gejala-gizi-kurang-dan-gizi-lebih-pada- anak?srsltid=AfmBOoo4sS6cdgmT4H7EulSgAF43AAy9ZK57WXlH5lPY3VA_Pwp2M op6.

 

Siloamhospitals.com. “Rumah Sakit Dengan Pelayanan Berkualitas - Siloam Hospitals,” 2025. https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/kekurangan-mineral.

 

Superadmin. “Kementerian Kesehatan Rilis Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022.” upk.kemkes.go.id, January 25, 2023. https://upk.kemkes.go.id/new/kementerian- kesehatan-rilis-hasil-survei-status-gizi-indonesia-ssgi-tahun-2022.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar