Selasa, 04 Maret 2025

MENGANALISIS DATA EPIDEMIOLOGI MENGGUNAKAN METODE STATISTIK DASAR

 

 

MENGANALISIS DATA EPIDEMIOLOGI MENGGUNAKAN METODE STATISTIK DASAR

 

1.1  Konsep Dasar Epidemiologi

 

Epidemiologi adalah cabang ilmu yang mempelajari distribusi, pola, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit dalam suatu populasi. Ilmu ini berperan penting dalam kesehatan masyarakat karena memberikan pemahaman mendalam tentang penyebaran penyakit serta cara mengendalikannya. Dengan menggunakan pendekatan ilmiah, epidemiologi dapat membantu dalam perencanaan kebijakan kesehatan yang lebih efektif.

 

A.    Insidens

 

Insidens menggambarkan jumlah atau frekuensi kemunculan kasus baru suatu penyakit dalam kelompok populasi yang berisiko selama periode waktu tertentu. Kasus baru merujuk pada perubahan kondisi individu dari sehat menjadi sakit. Periode waktu yang dimaksud adalah rentang waktu sejak individu masih sehat hingga mengalami penyakit.

 

Populasi yang berisiko (population at risk) mencakup individu yang belum terjangkit penyakit tetapi memiliki potensi untuk terkena penyakit tersebut. Dalam menentukan populasi berisiko, beberapa hal yang perlu diperhatikan meliputi:

 

·       Tidak sedang menderita penyakit yang sedang diteliti, kecuali jika penelitian berfokus pada kematian.

·       Tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit yang diteliti. Beberapa penyakit dapat menyebabkan kekebalan setelah seseorang pernah mengalaminya.

·       Memiliki target populasi yang sesuai dengan penyakit yang diteliti. Misalnya, dalam penelitian kanker serviks, subjek penelitian yang diamati adalah perempuan.


·       Masih dalam jangkauan penelitian. Jika individu yang sedang diamati pindah tempat tinggal atau meninggal, maka ia tidak lagi termasuk dalam cakupan pengamatan.

 

Insidens memiliki beberapa manfaat utama, antara lain:

 

·       Dapat digunakan untuk memperkirakan probabilitas atau tingkat risiko seseorang terkena suatu penyakit dalam periode waktu tertentu.

·       Jika angka insidens meningkat, maka risiko atau probabilitas seseorang terkena penyakit juga bertambah.

·       Berdasarkan waktu: insidens dapat menunjukkan pola musiman penyakit. Jika angka insidens suatu penyakit lebih tinggi pada waktu tertentu dalam satu tahun, maka risiko penyakit tersebut meningkat pada periode tersebut. Misalnya, kasus influenza cenderung lebih tinggi saat musim dingin.

·       Berdasarkan lokasi: insidens yang tinggi di suatu wilayah menunjukkan peningkatan risiko bagi penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Contohnya, penyakit valley fever (coccidioidomycosis) lebih sering terjadi di daerah gurun pasir di wilayah Barat Daya.

·       Berdasarkan karakteristik individu: angka insidens dapat menunjukkan kelompok dengan faktor risiko tertentu. Misalnya, kasus kanker paru-paru lebih banyak ditemukan pada perokok.

·       Menyediakan informasi mengenai permasalahan kesehatan yang dihadapi oleh suatu komunitas.

·       Membantu dalam perencanaan program kesehatan dengan mengestimasi beban yang harus ditangani oleh fasilitas pelayanan kesehatan.

·       Jika angka insidens suatu penyakit tinggi, maka keberadaan epidemi atau potensi terjadinya epidemi dapat diidentifikasi lebih cepat.


Secara umum, angka insidens terbagi menjadi dua jenis, yaitu incidence rate dan cumulative incidence (insiden kumulatif). Jenis-Jenis Insidens:

 

1)     Incidence Rate (Incidence Density) IR

·       Merupakan rasio antara jumlah kasus baru suatu penyakit terhadap jumlah total waktu yang dihabiskan oleh populasi yang berisiko.

·       Pembilang (numerator): jumlah kasus baru yang terjadi dalam suatu populasi selama periode tertentu.

·       Penyebut (denominator): total waktu yang dihitung berdasarkan populasi berisiko (person-time).

·       Person-time mengacu pada jumlah total waktu sehat yang dialami oleh individu sebelum sakit.

·       IR lebih akurat karena mempertimbangkan perbedaan durasi waktu individu dalam keadaan sehat sebelum jatuh sakit.

·       Perhitungan IR juga dapat digunakan dalam studi lain, seperti tingkat kematian (mortality rate), ketika populasi diketahui tetapi memiliki karakteristik berbeda.


 

Gambar 1.1 Rumus Insidence Rate

 

Konstanta K adalah nilai tetap yang digunakan dalam perhitungan insidens, biasanya sebesar 100.000. Namun, dalam beberapa kasus, nilai lain seperti 100, 1.000, atau 10.000 juga sering digunakan. Pemilihan nilai konstanta ini bertujuan untuk memastikan bahwa angka yang diperoleh tetap memiliki setidaknya satu angka desimal dalam hasil akhirnya. Misalnya, lebih disukai menggunakan perhitungan dengan skala 100 dibandingkan dengan skala

1.000 jika hasil yang diperoleh menghasilkan angka yang lebih mudah dibaca (contoh: 4,5/100 dibandingkan dengan 0,42/1.000).


Langkah Perhitungan Incidence Rate (IR)

 

·       Menghitung Person-Time :

 

-  Person-time dihitung berdasarkan total waktu yang dialami oleh individu dalam populasi yang berisiko selama periode pengamatan.

-   Populasi berisiko mencakup individu yang masih dalam keadaan sehat pada awal pengamatan dan memiliki kemungkinan untuk terkena penyakit.

-   Oleh karena itu, sebelum menghitung person-time, perlu dipastikan bahwa individu yang diamati pada awal penelitian memang masih dalam kondisi sehat dan berpotensi mengalami penyakit selama periode studi.

 

 

·       Menghitung Jumlah Kasus Baru

 

-   Setelah person-time dihitung, langkah berikutnya adalah menentukan jumlah kasus baru yang terjadi dalam periode pengamatan.

-     Jumlah kasus baru ini kemudian digunakan dalam perhitungan insidens untuk mendapatkan tingkat kejadian penyakit dalam populasi yang berisiko.

 

 

2)     Cummulative Incidence (insiden kumulatif=IK)

·       Insiden kumulatif juga dikenal sebagai incidence proportion, incidence risk, atau cumulative incidence.

·       Konsep ini mengacu pada jumlah individu yang mengalami penyakit baru dalam suatu periode tertentu dibandingkan dengan total populasi yang berisiko terkena penyakit tersebut.


·       Populasi berisiko terdiri dari individu yang pada awal penelitian belum mengalami penyakit. Jika seseorang telah sakit sebelum penelitian dimulai, maka ia dikeluarkan dari populasi berisiko. Demikian pula, jika seseorang pernah mengalami penyakit dan telah sembuh serta memiliki kekebalan, maka ia juga tidak termasuk dalam kelompok berisiko


 

Gambar 1.2 Rumus Insiden Komulatif

 

3)     Angka Serangan (Attack Rate)

Meskipun mengandung kata “rate,” angka serangan dihitung menggunakan rumus yang serupa dengan insiden kumulatif. Angka serangan merupakan nilai insidensi yang digunakan secara khusus dalam situasi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB). Perhitungan angka  serangan  umumnya  dinyatakan  dalam  bentuk persen atau per mil. Manfaat Attack Rate (AR) adalah:

·       Menentukan tingkat penyebaran atau kejadian suatu penyakit dalam suatu populasi.

·       Semakin tinggi nilai AR, semakin besar potensi penularan penyakit tersebut.


 

 

Gambar 1.3 Rumus Attack Rate (AR)

 

4)     Secondary Attack Rate

Secondary attack rate merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui jumlah individu baru yang tertular suatu penyakit dalam serangan kedua. Perhitungan ini membandingkan jumlah kasus baru


dengan total populasi yang belum pernah terinfeksi dalam serangan pertama. Biasanya, angka ini dinyatakan dalam bentuk persentase atau per mil saat terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah. Secondary attack rate lebih sering digunakan untuk penyakit yang mudah menular dan dalam skala populasi kecil, seperti dalam satu keluarga atau kelompok kecil masyarakat.


 

Gambar 1.4 Rumus Secondary Attack Rate

 

B.    Prevalensi (Prevalence)

Prevalensi merujuk pada jumlah individu yang mengalami suatu penyakit, baik kasus lama maupun baru, dalam suatu populasi dalam jangka waktu tertentu. Prevalensi menggambarkan probabilitas atau tingkat risiko seseorang untuk mengalami suatu penyakit atau gangguan kesehatan. Sebagai suatu proporsi, prevalensi tidak memiliki satuan dan nilainya berkisar antara 0 hingga 1. Prevalensi dikategorikan menjadi dua jenis utama:

·       Prevalensi titik (point prevalence) Menggambarkan jumlah kasus pada suatu waktu tertentu.

·       Prevalensi periode (period prevalence) Menunjukkan jumlah kasus dalam rentang waktu tertentu.


 

Gambar 1.5 Prevalens Secara umum

 

1)     Prevalensi Titik (Point of Prevalence)

Prevalensi titik, yang juga dikenal sebagai prevalensi atau proporsi prevalensi, merupakan jumlah total kasus lama dan baru dari suatu penyakit, kondisi, atau gangguan kesehatan yang ditemukan pada


satu waktu tertentu, kemudian dibandingkan dengan jumlah keseluruhan populasi pada waktu yang sama. Prevalensi titik dihitung berdasarkan jumlah kasus pada satu titik waktu tertentu, seperti tahun 2010, sedangkan prevalensi periode mencakup rentang waktu tertentu, misalnya antara tahun 1999–2004 atau 2002–2008. Istilah “prevalensi titik” sering kali disebut sebagai prevalence rate (angka prevalensi). Pengukuran prevalensi titik bertujuan untuk mengetahui keberadaan suatu penyakit atau kondisi kesehatan dalam periode waktu yang sangat singkat, secara teoritis dapat dianggap sebagai sekejap, misalnya dalam hitungan menit atau jam.


 

Gambar 1.6 Rumus Prevalensi Titik

 

2)     Prevalensi Periode (Period of Prevalence)

dikenal sebagai Prevalensi Tahunan (Annual Prevalence) atau Prevalensi Seumur Hidup (Lifetime Prevalence). Prevalensi periode mengacu pada jumlah total kasus, baik yang baru maupun yang sudah ada, dari suatu penyakit yang ditemukan dalam rentang waktu tertentu, kemudian dibandingkan dengan jumlah populasi pada periode yang sama. Konsep ini mencakup seluruh individu yang pernah mengalami penyakit dalam jangka waktu yang ditentukan, termasuk kasus lama, kasus baru, maupun kasus yang mengalami kekambuhan dalam periode tersebut. Prevalensi periode dihitung dari satu titik waktu ke titik waktu lainnya, misalnya dari bulan Januari hingga Desember.


 

Gambar 1.7 Rumus Prevalensi Periode


Ukuran prevalensi suatu penyakit memiliki beberapa fungsi penting, antara lain:

 

·       Menilai efektivitas program pengendalian dan pemberantasan penyakit.

·       Menjadi dasar dalam perencanaan layanan kesehatan, seperti penyediaan obat, tenaga medis, serta fasilitas ruangan.

·       Menunjukkan jumlah kasus yang dapat diidentifikasi melalui diagnosis.

·       Menentukan gambaran situasi penyakit dalam kurun waktu tertentu.

·       Dalam bidang kesehatan, prevalensi memberikan informasi mengenai kebutuhan pengobatan, jumlah tempat tidur, serta peralatan medis, yang berperan dalam perencanaan fasilitas dan tenaga kesehatan.

 

Catatan: Karena prevalensi dihitung berdasarkan jumlah individu yang terdeteksi menderita suatu penyakit pada satu waktu tertentu (baik kasus lama maupun baru), tanpa mempertimbangkan apakah individu tersebut baru saja terinfeksi atau sudah lama mengidap penyakit, maka penyakit dengan durasi yang lebih lama cenderung memiliki angka prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan penyakit dengan durasi yang lebih singkat.

 

Terdapat dua konsep tambahan dalam prevalensi:

 

1)     Prevalensi Seumur Hidup

Prevalensi ini mencerminkan jumlah total individu yang pernah mengalami suatu penyakit, gangguan, atau kondisi tertentu selama hidupnya. Dengan kata lain, individu yang pernah terdiagnosis penyakit tersebut akan tetap dihitung sebagai kasus sepanjang hidupnya.


2)     Prevalensi Tahunan

Prevalensi ini merujuk pada jumlah individu yang dimasukkan sebagai numerator dalam satu tahun, yang terdiri dari:

·       Pasien yang sudah sakit sebelum penelitian dimulai dan masih sakit selama penelitian berlangsung (dikategorikan sebagai kasus lama).

·       Pasien yang baru mengalami penyakit saat penelitian berlangsung.

·       Pasien yang mengalami penyakit selama penelitian dan kemudian sembuh sebelum penelitian berakhir.

Hubungan antara Insidensi dan Prevalensi, Angka prevalensi suatu penyakit dipengaruhi oleh tingkat insidensi serta durasi penyakit tersebut. Lama waktu seseorang menderita suatu penyakit dihitung sejak pertama kali didiagnosis hingga penyakit berakhir, baik melalui kesembuhan, kematian, atau menjadi penyakit kronis. Hubungan antara prevalensi, insidensi, dan durasi penyakit dapat dinyatakan dalam rumus:


 

Gambar 1.8 Rumus Prevalensi

 

P = Prevalensi I = Insidensi

D = Lamanya sakit (Durasi) Keterangan :

·       Prevalens berubah menurut insiden dan lamanya sakit (D)

·       Apabila insiden dan lamanya sakit stabil selama waktu yang Panjang maka P= IxD


 

Hubungan antara prevalensi dan insidens berbeda tergantung pada jenis penyakit yang ditinjau. Prevalensi yang tinggi dapat terjadi akibat beberapa faktor berikut:

·       Masuknya individu yang menderita penyakit (imigrasi kasus sakit).

·       Keluar atau berpindahnya individu yang sehat (emigrasi orang sehat).

·       Insidens yang tinggi, yaitu meningkatnya jumlah kasus baru dalam populasi.

·       Durasi penyakit yang panjang, yang dapat disebabkan oleh kondisi kronis atau perawatan medis yang memperpanjang harapan hidup penderita.

 

Sebagai contoh, Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol. Penggunaan insulin memungkinkan penderita bertahan hidup lebih lama, sehingga memperpanjang durasi penyakit dan menyebabkan prevalensi meningkat.

 

1.  2 Metode Statistik dalam Epidemiologi

 

Metode statistik dalam epidemiologi digunakan untuk menganalisis data kesehatan masyarakat, memahami pola penyakit, serta menilai hubungan antara faktor risiko dan penyakit. Salah satu metode utama yang digunakan adalah statistik deskriptif, yang berfungsi untuk merangkum dan menggambarkan data secara sederhana sehingga mudah dipahami.

 

Statistik deskriptif dalam epidemiologi digunakan untuk menggambarkan distribusi penyakit, faktor risiko, dan karakteristik populasi yang diteliti. Beberapa ukuran yang digunakan dalam statistik deskriptif meliputi:

 

a)     Ukuran Pemusatan

 

Ukuran pemusatan menggambarkan nilai sentral dari suatu kumpulan data.


·       Rata-rata

Rata-rata adalah jumlah seluruh nilai dalam kumpulan data dibagi dengan jumlah observasi.

 


 

 

di mana:

 

Ø  X adalah nilai individu dalam dataset

Ø  N adalah jumlah total data

 

Contoh: Jika jumlah kasus COVID-19 di lima kota adalah 10, 15, 20, 25, 30, maka rata-rata kasus adalah: 20

 

·       Median:

Median adalah nilai tengah dari data yang telah diurutkan. Jika jumlah data ganjil, median adalah nilai tengah; jika genap, median adalah rata-rata dari dua nilai tengah.

Contoh: Jika jumlah kasus penyakit di lima kota adalah 5, 12, 18, 22, 30, median adalah 18 karena berada di tengah setelah data diurutkan. Jika jumlah data genap, misalnya 5, 12, 18, 22, maka median adalah:


·       Modus:

Modus adalah nilai yang paling sering muncul dalam suatu kumpulan data.

Contoh: Jika jumlah kasus DBD di sebuah desa dalam seminggu adalah 5, 7, 7, 8, 10, maka modusnya adalah 7 karena muncul dua kali. Jika tidak ada angka yang berulang, data disebut tidak memiliki modus.


b)     Ukuran Penyebaran

Selain ukuran pemusatan, penting juga untuk memahami bagaimana data tersebar.

·       Range (Jangkauan):

Selisih antara nilai maksimum dan minimum dalam suatu data. Minimum}Range=Nilai Maksimum−Nilai Minimum

Contoh: Jika jumlah kasus DBD dalam lima kota adalah 10, 20, 30, 40, 50, maka range-nya: 50 −10 = 40

·       Simpangan Baku (Standard Deviation, SD):

Simpangan baku mengukur seberapa jauh nilai-nilai dalam data tersebar dari rata-rata. Jika simpangan baku kecil, berarti data lebih homogen.

·       Varians:

Varians adalah kuadrat dari simpangan baku. Digunakan untuk mengukur variabilitas data.

 

c)     Distribusi Frekuensi

Distribusi frekuensi menunjukkan bagaimana data tersebar dalam kelompok-kelompok tertentu. Dalam epidemiologi, distribusi frekuensi sering digunakan dalam bentuk tabel atau diagram batang untuk menggambarkan jumlah kasus penyakit berdasarkan kategori seperti usia, jenis kelamin, atau wilayah.

Kelompok Usia

Jumlah Kasus

0 – 10 tahun

15

11 – 20 tahun

30

21 – 30 tahun

25

31 – 40 tahun

20

41 – 50 tahun

10

 

Tabel 1.1 Contoh Distribusi Frekuensi Kasus DBD di Suatu Wilayah Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa kelompok usia 11 - 20 tahun memiliki jumlah kasus DBD terbanyak.


1.3  Presentasi Data Epidemiologi

 

 

Karakteristik

Jumlah

%

Jenis Kelamin

Perempuan

56

74%

Laki laki

20

26%

Usia

17 – 25 tahun

19

25%

26 – 35 tahun

28

37%

36 – 45 tahun

18

24%

>45 tahun

11

14%

Pendidikan Terakhir

SD

3

4%

SMP

8

11%

SMA/SMK

47

62%

Diploma

4

11%

S1

14

18%

Tabel 1.2 Responden Data Kuantitatif

 

Total responden survey pengukuran pelaksanaan health promoting hospitals di RS "X" 76 orang yang terbagi menjadi 2 (dua): 38 di poli rawat inap dan 38 di poli rawat jalan. Mayoritas responden adalah perempuan (74) dengan rentang usia terbanyak 2635 tahun (37%) dan pendidikan terakhir paling banyak adalah SMA/SMK (62%)

 

Unit/Instalasi/Jabatan

Kode

Direktur SDI dan Bindatra

R1

Tim PKRS

R2

Direktur Keuangan & SIM RS, Tim Keungan

R3;R6

SDM

R4

Tim Pengadaan

R5

Pasien

P1;P2

Tabel 1.3 Responden Data Kualitatif / Wawancara


Responden wawancara berjumlah 8 responden, dengan rincian 6 responden merupakan internal rumah sakit. "X" dan 2 responden pasien rawat jalan. Direktur SDI (Sumber Daya Insani) dan Bindatra merupakan penanggungjawab dari tim PKRS. Tim keuangan yang diwawancarai adalah direktur keuangan dan anggota tim keuangan.

 


Gambar 1.9 Diagram LIngkaran PAM Survey Patient Empowerment

Salah satu indikator proses terlaksananya promosi kesehatan di rumah sakit adalah pemberdayaan pasien. Pengukuran patient empowerment bisa dilakukan dengan menggunakan Patient Activation Measurement (PAM survey). Peneliti membagikan 80 kuesioner kepada 80 responden, dari 80 kuesioner yang dikembalikan kepada peneliti, 4 diantaranya tidak memenuhi syarat.

Dari hasil survey, tingkatan aktivasi pasien RS "X" di poli rawat inap dan rawat jalan berada pada level 3 (67%). Hal ini menunjukkan bahwa pasien di RS "X" mampu mengambil tindakan. Pasien mengerti bahwa menjaga kesehatan mereka merupakan tanggungjawab diri sendiri. Hasil PAM® survey ini belum bisa mewakili seluruh level aktivasi pasien di rumah sakit "X" karena peneliti hanya mengukur aktivasi pasien di unit rawat inap dan unit rawat jalan sedangkan promosi kesehatan merupakan proses menyeluruh di seluruh bagian rumah sakit.


Ø  Level Patient Activation Measure di Rawat Jalan

Pelaksanaan promosi kesehatan di ruang rawat jalan RS "X" tahun 2018 yang telah berjalan diantaranya penyuluhan kelompok mengenai cuci tangan yang baik dan benar, manajemen gizi bagi penderita diabetes dan edukasi obat. Edukasi pasien menjadi bagian yang paling penting dalam upaya promosi kesehatan. Edukasi pasien telah tercermin dalam hasil asesmen form edukasi yang telah dilaksanakan tenaga kesehatan atau pemberi asuhan di rawat jalan. Kegiatan survey pelaksanaan health promoting hospitals di poli rawat jalan RS "X" melibatkan 38 pasien rawat yang tersebar di poli gigi, penyakit dalam, poli syaraf dan poli bedah. Dari. hasil survey, sebanyak 71% pasien berada di PAM level 3 dan hanya 3% yang berada pada level 1. Level 1 merupakan individu yang kurang aktif dan kewalahan, mereka masih bergantung pada penyedia pelayanan kesehatanatas kesehatan diri mereka sendiri.

 

"menurutku sendiri ya itu kan dokter dan lain lain yang bertanggungjawab menjelaskan kesehatanku. Kita punya peran sedikit banyak dokternya yang itu perannya, tapi kalau penyakitkan seharuse dokter" (P1)

 

Hasil survey pasien dengan aktivasi pada level 4 menunjukkan bahwa beberapa pasien sudah memiliki komitmen untuk mempertahankan gaya hidup sehat walaupun dalam keadaan yang berubah. Dari hasil wawancara dengan salah satu pasien yang berada pada level 4, mereka yakin dan percaya diri bahwa kegiatan yang mereka lakukan penting untuk upaya menjaga kesehatan dan telah dilakukan secara rutin.

 

"ya saya rutin mbak olahraga,kan itu darah tinggi... pernah mbak di tensi 180 persis bapak dulu, sekarang rutin sepeda gowes (P2)


Ø  Level Patient Activation Measure di Rawat Inap

Promosi kesehatan yang dilaksanakan di unit rawat inap diantaranya edukasipasien di bangsa rawat inap, edukasi melalui media TV "X" di kelas VIP, Utama dan kelas 1. Selain itu promosi kesehatan telah di terapkan dalam lembar edukasi di rekam medis pasien. Materi edukasi di rawat inap berupa cuci tangan yang baik dan benar, edukasi gizi, edukasi diagnosa pasien, edukasi obat/ farmasi, dan edukasi rehabilitasi medis. Edukasi dilakukan kolaborasi antara tenaga kesehatan, mulai dari dokter, perawat dan bidan. Untuk edukasi farmasi masih dilakukan oleh perawat. Edukasi farmasi yang dilakukan oleh apoteker baru sebatas pada kondisi khusus. Saat ini edukasi farmasi yang dilakukan oleh apoteker baru sebatas tahapan uji coba karena masih terkendalanya jumlah apoteker yang terbatas.

 

"Kalau obat itu sebenernya dari farmasi ya, tapi sementara yang menghandle kita. Tapi ada bangsal yang uji coba edukasi farmasi, belum semuanya karena terkendala tenaga terbatas. Kalau ada obat yang khusus dan perlu cara-caranya itu. Penggunaanya biasanya kita panggil itu apotekernya. Nanti apotekernya menjelaskan ke pasienya." (R2) Responden yang menjadi subjek penelitian 40 orang dan yang memenuhi syarat dalam PAM survey 38 orang. Responden merupakan pasien rawat inap di empat bangsal yang akan selesai menjalani rawat inap. Kuesioner yang dibagikan sejumlah 40 kepada 40 responden dan hanya 38 yang dikembalikan kepada peneliti. 63% pasien rawat inap berada pada tingkatan level 3, dan 26% berada pada level 4. Hasil pada level 4 di rawat inap lebih tinggi dari rawat jalan.

 

Level patient empowerment di instalasi rawat inap dan rawat jalan RS "X" sebagian besar berada di level 3. Level 3 berarti dalam tahap mengambil tindakan. Individu memiliki keterampilan memanajemen diri, berusaha berperilaku yang baik serta berorientasi kepada tujuan. Berdasarkan What PAM Reveals individu dengan level 3 mempunyai karakteristik: Keseimbangan  emosi yang positif,  berorientasi tujuan,


memahami peran, berpengetahuan baik dan keahlian manajemen diri yang baik.

Pelaksanaan health promoting hospitals di Rumah Sakit "X" belum berjalan dengan baik. Tindakan nyata rumah sakit terhadap promosi kesehatan lebih besar bergantung pada masyarakat, manajemen melaksanakan promosi kesehatan baru sebatas dalam memenuhi standar akreditasi. Dari hasil pengukuran patient activation measure tidak ada perbedaan antara rawat inap dan rawat jalan. Sebagian besar pasien rawat jalan dan rawat inap berada pada level 3. Pelaksanaan promosi kesehatan yang paling dominan di rawat jalan dan rawat inap adalah penyuluhan individu yang dilakukan oleh pemberi asuhan.


DAFTAR PUSTAKA

 

 

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2020). Principles of Epidemiology in Public Health Practice (3rd ed.).

Daniel, W. W. (2013). Biostatistics: A Foundation for Analysis in the Health Sciences (10th ed.). Wiley.

Esa Unggul University. (n.d.). Ukuran frekuensi revisi. Retrieved from https://lmsparalel.esaunggul.ac.id/pluginfile.php?file=/248735/mod_reso urce/content/5/ukuran+frekuensi+revisi.pdf

Friis, R. H., & Sellers, T. A. (2020). Epidemiology for Public Health Practice (6th ed.). Jones & Bartlett Learning.

Gordis, L. (2014). Epidemiology (5th ed.). Elsevier Saunders.

 

Rosner, B. (2015). Fundamentals of Biostatistics (8th ed.). Cengage Learning.

 

Universitas Muhammadiyah Lamongan. (n.d.). Journal of Health Care (JOHC).

Retrieved from http://johc.umla.ac.id/index.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar