Senin, 11 Januari 2016

Pembelajaran Diri (Self Learning)

Pembelajaran Diri (Self Learning)
Self Learning (Pembelajaran diri) terdiri atas dua kata, yakni pembelajaran dan diri. Tidak ada kesuksesan tanpa pembelajaran. Tidak pernah ada pembelajaran jika tidak ada tujuan yang ingin dicapai. Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar mulai dari ia lahir hingga akhir hayat. Baik belajar secara formal maupun secara informal didalam lembaga pendidikan maupun di dalam kehidupan. Belajar bukan hanya suatu kebutuhan melainkan keharusan bagi manusia dan untuk manusia itu sendiri agar bisa berkembang dan memaknai kehidupan. Belajar untuk menerima perubahan, tantangan, dan peluang. Belajar selalu ingin tahu untuk peningkatan pengetahuan. Manusia dapat memanfaatkan pengalaman hidup yang diserap inderanya untuk belajar dan menjadikannya kesempatan untuk berkembang.
Banyak orang percaya bahwa kecerdasan bersifat tetap dan merupakan bawaan dari lahir. Namun, penelitian-penelitian di bidang neurosains menyatakan bahwa kapasitas otak dapat dikembangkan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Carol S. Dweck seorang profesor psikologi dari Stanford University. Menurut Dweck, ada dua jenis mindset, yaitu mindset tetap (fixed mindset) dan mindset berkembang (growth mindset). Orang dengan mindset tetap (fixed mindset) selalu mempercayai bahwa kecerdasan adalah bawaan dari lahir dan bersifat menurun. Sedangkan orang dengan mindset berkembang (growth mindset) mempercayai bahwa kecerdasan dapat dikembangkan dan berubah melalui perlakuan dan pengalaman. [1]
Mindset terdiri atas dua kata: mind dan set. Mind” berarti seat of thought and memory; the center of consciousness that generates thoughts, feelings, ideas, and perceptions, and stores knowledge and memories.
Sumber pikiran dan memori yaitu pusat kesadaran yang menghasilkan pikiran, perasaan, ide, dan persepsi, dan menyimpan pengetahuan dan memori. “Set” berarti a preference for or increased ability in a particular activity, yaitu mendahulukan peningkatan kemampuan dalam suatu kegiatan.
Dengan demikian Mindset adalah beliefs that affect somebody’s attitude; a set of beliefs a man a way of thinking that determine somebody’s behavior and outlook. Kepercayaan-kepercayaan yang mempengaruhi sikap seseorang, sekumpulan kepercayaan atau suatu cara berpikir yang menentukan perilaku, pandangan, sikap, dan masa depan seseorang.[2]
   Menurut Sigit B. Darmawan, mindset adalah inti dari self learning (pembelajaran diri). Inilah yang menentukan bagaimana memandang sebuah potensi, kecerdasan, tantangan dan peluang sebagai sebuah proses yang harus diupayakan dengan ketekunan, kerja keras, dan usaha untuk tercapainya tujuan.[3]
Dengan demikian, untuk mengubah mindset, langkah pertama yang diperlukan adalah mengubah belief atau sekumpulan belief dahulu. Piaget, bapak psikologi perkembangan kognisi, menjelang akhir hayatnya menyadari bahwa “ hanya berfokus pada kemampuan berpikir logis saja tidak cukup, sistem kepercayaan (belief system) memainkan peranan yang sama penting atau bahkan bisa lebih penting daripada kemampuan berpikir logis membentuk mindset seseorang”.
Menurut Dweck didalam buku terbarunya, Mindset: The New Psycology of Success, yang telah diterjemahkan pula dalam bahasa Indonesia, di dunia ini terdapat dua macam mindset:
1.  Growth mindset (mindset berkembang)
Mindset berkembang (growth mindset) ini didasarkan pada kepercayaan bahwa kualitas-kualitas dasar seseorang adalah hal-hal yang dapat diolah melalui upaya-upaya tertentu. Meskipun manusia mungkin berbeda dalam segala hal, dalam bakat dan kemampuan awal, minat, atau temperamen setiap orang dapat berubah dan berkembang melalui perlakuan dan pengalaman. Ciri-ciri dari orang dengan mindset berkembang (growth mindset) adalah sebagai berikut: 1) memiliki keyakinan bahwa intelegensi, bakat, dan sifat bukan merupakan fungsi hereditas/keturunan; 2) menerima tantangan dan bersungguh-sungguh menjalankannya; 3) tetap berpandangan ke depan dari kegagalan; 4) berpandangan positif terhadap usaha; 5) belajar dari kritik; 6) menemukan pelajaran dan mendapatkan inspirasi dari kesuksesan orang lain.
2.  Fixed mindset (mindset tetap)
Mindset tetap (Fixed mindset) ini didasarkan pada kepercayaan bahwa kualitas-kualitas seseorang sudah ditetapkan. Jika seseorang memiliki sejumlah inteligensi tertentu, kepribadian tertentu, dan karakter moral tertentu. Ciri-ciri dari orang dengan mindset tetap (fixed mindset) adalah sebagai berikut:
a.  memiliki keyakinan bahwa inteligensi, bakat, sifat adalah sebagai fungsi hereditas/keturunan.
b.  menghindari adanya tantangan
c.  mudah menyerah
d.  menganggap usaha tidak ada gunanya
e. mengabaikan kritik
f.  merasa terancam dengan kesuksesan orang lain
Berdasarkan ciri–ciri dari growth mindset dan fixed mindset tersebut diatas, maka keduanya dapat dibedakan melalui:
a. keyakinan (belief) terhadap intelegensi, bakat dan sifat
b.  pengambilan resiko terhadap tantangan
c.  pensikapan terhadap halangan dan rintangan
d.  usaha yang dilakukan
e.  penerimaan terhadap kritik dan saran
f.  kemauan menemukan pelajaran dan inspirasi dari pengalaman   
    orang lain. [4]
   Konsep pembelajaran diri (self learning) yang paling penting adalah motivasi diri. Abraham Maslow menguraikan elemen motivasi bahwa kebutuhan motivasi seseorang dapat disusun dengan cara hierarki.  Intinya, bahwa jika satu tingkat kebutuhan dipenuhi, tingkat tersebut tidak memotivasi lagi.[5]
Richard L. Draft, seorang pakar manajemen mengatakan bahwa, “ an individual’s personality is the set of characteristics that underlie a relatively stable pattern of behavior in response to ideas, objects, or people in the environment.[6]
Kepribadian seorang individu adalah himpunan karakteristik yang mendasari pola perilaku yang relatif stabil dalam menanggapi ide, obyek, atau orang-orang di lingkungan. Memahami kepribadian dapat membantu pimpinan memprediksi bagaimana seseorang bertindak dalam situasi tertentu.
Veithzal Rivai dan Dedy Mulyadi mendefinisikan bahwa “pembelajaran sebagai perubahan yang relatif permanen dari perilaku yang terjadi sebagai hasil pengalaman. Pembelajaran disini  berarti adanya sesuatu perubahan, jika tidak ada perubahan berarti belum ada pembelajaran”. [7]
Apabila dikaitkan dengan psikologi pendidikan , maka pandangan ini terkait pada pandangan Albert Bandura mengenai teori pembelajaran sosial (social learning theory) bahwa,“ that people can learn by bserving the actions and consequences of others”. Dikatakan bahwa orang dapat belajar dengan mengamati tindakan dan konsekuensi orang lain. Dalam teori pembelajaran sosial (social learning theory), Bandura menekankan observasi, modeling dan penguatan yang dialami orang lain (viacariousre informcement). Seiring waktu, penjelasan Bandura tentang pembelajaran memasukkan lebih banyak perhatian dan faktor-faktor kognitif seperti ekspektasi dan keyakinan selain pengaruh sosial para model/panutan. Perspektif mutakhirnya disebut teori kognitif sosial (social cognitive theory). Dengan dasar teori belajar kognitif ini sebagai salah satu dasar untuk dapat memahami konsep pembelajaran diri (self learning). [8]
Pendapat lain mengenai self learning, menurut Anita Woolfolk adalah,
“Environmental events, personal factors, and behaviors are seen as interacting in the process of learning. Personal factor (beliefs, expections, attitudes, and knowledge), the physical and social environment (resources, consequences of actions, choices, and verbal statements) all influence and are influenced by each other.[9]
Peristiwa dilingkungan, faktor-faktor personal, dan perilaku dilihat saling berinteraksi dalam proses belajar. Faktor-faktor personal (keyakinan, ekspektasi, sikap, dan pengetahuan) , lingkungan fisik dan sosial (sumber daya, konsekuensi tindakan, orang lain dan setting fisik) semuanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi.


[1] C. S. Dweck, Mindset: The New Psychology of Success, (Jakarta: PT Serambi Ilmu   Semesta, 2006), h. 35.
[2] Adi W. Gunawan, The Secret of Mindset, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), h.14.
[3]Sigit B. Darmawan, “Mindset: Inti Pembelajaran Diri”, http://esbedewordpress.com /2009/07/29/pertumbuhan-diri/, diakses: tgl 23 Maret 2014
[4] Op.cit.....C. S. Dweck
[5] Fred Luthans, Organization Behavior, teenth edition,( McGraw Hill Companies, 2005),p. 280
[6] Richard L. Draft, Management, Eight Edition, (Thomson South-Western, 2008), p.363-364
[7]Veithzal Rivai dan Dedy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta, Rajawali Pers, 2000), h. 235
[8] Bandura, A, Social Cognitive Theory : An agentic perspective, (Anuual Review of Psychology, 2001), p. 1-26
[9] Anita Woolfolk, Education Psychology, Teent Edition, (Pearson, 2007), p.330

Tidak ada komentar:

Posting Komentar