Senin, 11 Januari 2016

Kepemimpinan Efektif (Leadership Efektivity)

1.  Kepemimpinan Efektif (Leadership Efektivity)
Keadilan yang efektif adalah keadilan yang mampu menggerakkan orang lain ke dalam suatu arah yang betul-betul paling diinginkan.
Pembahasan efektivitas pada dasarnya membahas tentang visi dan arah. Efektivitas ada hubungannya dengan memfokuskan energi organisasi ke suatu arah tertentu. Namun, apabila membahas mengenai efisiensi, maka pembahasannya adalah sistem dan prosedur - cara pekerjaan dilakukan.[1]
Menurut James L. Gibson et.al.,
"The term effectiveness derives from the term effect and we use the term in the context of cause-and-effect relationship."[2]

Istilah efektivitas berasal dari pengaruh hubungan dan kita menggunakannya pada konteks hubungan sebab-akibat.

Maksud dari pemahaman di atas, istilah efektivitas berasal dari adanya pengaruh hubungan. Pengaruh hubungan yang dimaksud adalah adanya hubungan sebab-akibat. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hubungan tersebut, misalnya faktor motivasi seseorang, kemampuan, keterampilan, pengetahuan, sikap, dan tingkat stress yang dapat menyebabkan efektivitas pada masing-masing individu.

Menurut George B. Northcraft dan Margaret A. Neale,

Effectiveness is ability of an organization to accomplish an important goal, purpose, or mission.,J (Efektivitas adalah kemampuan sebuah organisasi untuk mencapai sasaran yang penting, tujuan, ataupun misi.).[3]

Dengan demikian, maka dengan adanya efektivitas, maka organisasi dapat berusaha keras menyatukan talenta masing-masing individu di dalam organisasi. Hal tersebut bertujuan untuk meraih tujuan yang kemungkinan dapat dicapai oleh masing-masing individu dalam organisasi sesuai dengan sasaran, tujuan, ataupun misi yang ingin dicapai oleh organisasi.

Menurut Heiriz Weihrich dan Harold Koontz,

 "Effectiveness is the achievement of objectives"[4] (Efektivitas adalah pencapaian tujuan.).

Efektivitas dalam pencapaian tujuan itu dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas kinerja organisasi. Pencapaian tujuan tersebut dapat diawali dengan perencanaan yang terstruktur dan matang. Perencanaan tersebut memerlukan adanya seorang pemimpin yang dapat merencanakan sasaran, tujuan, serta visi yang ingin dicapai.

Menurut Angelo Kinicki dan Brian Williams,
 'Effectiveness is the organization's ends, the goals.'[5] (Efektivitas adalah sasaran akhir dari suatu tujuan organisasi).

Maksud efektivitas sebagai suatu sasaran akhir dari suatu organisasi adalah di dalam membuat keputusan haruslah dilaksanakan dengan sukses. Pencapaian efektif tersebut berdasarkan pada sasaran dan tujuan organisasi.
Selain itu, pembahasan efektivitas diungkapkan pula oleh James A.F. Stoner dan R. Edward Freeman,
"Effectiveness is ability to determine appropriate objectives: 'doing the right things"[6] (Efektivitas adalah kemampuan untuk menentukan tujuan yang sesuai: 'melakukan hal-hal yang benar').

Dengan melakukan hal-hal yang benar, maka efektivitas di dalam menentukan tujuan yang sesuai pun akan berhasil. Hal tersebut haruslah dilakukan sejajar dengan langkah-langkah memilih tujuan dan bagaimana mencapainya.
Dengan demikian, berdasarkan uraian mengenai efektivitas tersebut, dapat disimpulkan bahwa efektivitas memiliki pemahaman yang berbeda sesuai dengan penelitian dan teori yang diambil. Oleh karena itu, efektivitas merupakan suatu kembang dari organisasi dalam mencapai sasaran, tujuan, visi, dari organisasi
David T. Kyle mengatakan:
Leadership moves people in a direction tahat is geunely in their rel long-term best interests[7].

Artinya keadilan yang efektif adalah menggerakkan seseorang atau sekelompok orang kepada tujuan-tujuan yang umumnya ditempuh dengan cara-cara yang tidak memaksa.
Selain itu Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif bagi sebuah organisasi perlu mengenali dan memahami visi organisasi yang dipimpin. Visi organisasi selanjutnya diturunkan menjadi visi keadilan.
Tanpa adanya efektivitas keadilan maka seorang pemimpin tak lebih dari sekedar simbol yang tiada arti, keadilannya adalah sia- sia. Menentukan gaya keadilan adalah masalah kedua, sebab tanpa adanya visi organisasi dan visi sang pemimpin gaya apapun yang digunakan tidak akan memberi kontribusi yang berarti.
Edward Sallis Mengatakan:
Leadership is the essential ingredients in TQM, leaders must have the vision and be able to translate it into clear policies and specific goals[8]

Sebagai alat dalam menerapkan manajemen mutu terpadu, seorang pemimpin harus mempunyai visi dan dapat menyampaikannya dalam kebijakan-kebijakan yang jelas bagi tujuan khusus organisasi.
Berbagai pemikiran menegaskan bahwa efektivitas keadilan tidak tercipta dengan sendirinya, perlu beberapa kondisi yang mengantarkan seorang pemimpin ke arah efektivitas itu. Hughes dkk menyebutkan ada tiga kondisi yang dapat mewarnai keadilan itu. Yaitu: pimpinan (leader), bawahan (follower), dan keadaan (situation)[9]
Faktor penting lainnya yang menentukan efektif tidaknya keadilan adalah peran serta dari anggota organisasi tersebut atau para bawahan dan keadaan. Peran serta menjadi faktor penting yang menentukan keadilan. Sehebat apapun seorang pemimpin tanpa peran serta anggotanya tidak akan ada artinya.
Selain itu, situasi/keadaan juga akan menentukan efektif tidaknya seorang pimpinan. Dalam mengelola Institusi, pimpinan memiliki peran yang sangat besar. Pimpinan merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan menuju Institusi dan pendidikan secara luas. Sebagai pengelola institusi satuan pendidikan, pimpinan dituntut untuk selalu meningkatkan efektifitas kinerjanya. Untuk mencapai mutu Institusi yang efektif, pimpinan dan seluruh stakeholders harus bahu membahu kerjasama dengan penuh kekompakan dalam segala hal.
Oleh karenanya, modal pimpinan yang utama adalah perlunya pimpinan memiliki pengetahuan keadilan baik perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan suatu program Institusi dan pendidikan secara luas. Selain itu pimpinan harus menunjukkan sikap kepedulian, semangat bekerja, disiplin tinggi, keteladanan dan hubungan manusiawi dalam rangka perwujudan iklim kerja yang sejuk dan kondusif.
Keadilan pimpinan yang efektif mampu memberdayakan tenaga kependidikan untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif. Pimpinan dapat menjelaskan tugas dan pekerjaannya sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, mampu membangun hubungan yang harmonis dengan pegawai, masyarakat dalam rangka mewujudkan tujuan Institusi.
Wayne menjelaskan bahwa ada keseluruhan situasi yang dapat mempengaruhi efektivitas keadilan, yaitu: keadaan-keadaan internal, keadaan-keadaan eksternal, dan pihak luar yang lebih luas.[10] Semua keadaan-keadaan yang mengitari sorang pimpinan harus semaksimal mungkin mendapat perhatian, agar keadaan-keadaan tersebut dapat mendukung seorang pimpinan menjadi efektif dan tidak lagi menjadi penghalang bagi pencapaian tujuan organisasi.
Sallis menjelaskan ada beberapa peranan utama Pimpinan yang Efektif dalam mengembangkan dan  mengelola intitusi pendidikan yang efektif, diantaranya : memiliki visi yang jelas mengenai mutu terpadu bagi organisasinya; memiliki keadilan yang jelas terhadap perbaikan mutu; mengkomunikasikan pesan mutu; menjamin bahan kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan pekerjaan organisasi; memimpin mengembangkan staf; bersikap hati-hati untuk tidak menyerahkan orang lain ketika masalah muncul tanpa melihat bukti karena banyak problem muncul dari kebijakan lembaga dan bukan dari kesalahan staf; mengarahkan inovasi dalam organisasi; menjamin bahwa kejelasan struktur organisasi menegaskan tanggung jawab dan memberikan pendelegasian yang cocok dan maksimal; memiliki sikap teguh untuk mengeluarkan penyimpangan dari budaya irganisasi; membangun kelompok kerja aktif; dan membangun mekanisme yang sesuai untuk memntau atau mengevaluasi keberhasilan.[11]

 Seorang pemimpin adalah seseorang yang unik dan tidak diwariskan secara otomatis tetapi seorang pemimpin haruslah memiliki karekteristik tertentu yang timbul pada situasi -situasi yang berbeda 
Menurut John. R. Schermer Horn, Jr
 Leading and being a manager are not one and the samething. To be a manager means to act effectively in the comprehensive sense of planning,organizing, leading and controlling. Leadership success is a necessary but not suffcient condition for managerial success. A good manager is always a good leader, but a good leader is not necesserily a good manager. [12]

Dalam kehidupan berorganisasi, pemimpin memegang peranan yang sangat penting bahkan sangat menentukan dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin dalam melakukan aktivitasnya memerlukan sekelompok orang lain yang disebut bawahan. Merekalah yang dikendalikan, dipengaruhi dan digerakkan agar mau bekerja secara efektif dan efesien sesuai dengan keinginan pemimpin. Selain bawahan, pemimpin juga membutuhkan sarana dan pra sarana dalam rangka memperlancar tugasnya sebagai pemimpin. Pemimpin juga dituntut untuk membina hubungan baik dan menyenangkan dengan bawahan dalam usaha mencapai tujuan organisasi.
Menurut Gayla Hodges keadilan effektif:
Becoming a naturally effective leader does not depend upon your ability to emulate the behaviors and attitudes of the “great leaders” you read about in books. Becoming a naturally effective leader simply requires you to stop trying to be someone else or some combination of other people.[13]

Menjadi seorang pemimpin alami yang efektif tidak tergantung pada kemampuan  untuk meniru perilaku dan sikap dari "pemimpin besar" tetapi bisa melalui membaca referensi-referensi tentang keadilan. Menjadi seorang pemimpin alami yang efektif hanya mengharuskan Anda untuk berhenti mencoba menjadi orang lain atau beberapa kombinasi dari orang lain. Tentunya pemimpin efektif mulai dengan menjadi diri sendiri.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa keadilan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seorang pemimpin untuk mengkoordinasikan segala kegiatan serta memberi arahan kepada individu atau kelompok kerja dalam rangka mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien. 
Siagian (2003) menyebutkan tentang pimpinan yang efektif “leader are born” bahwa seorang hanya akan menjadi pemimpin yang efektif karena dia dilahirkan dengan bakat-bakat keadilannnya.[14]

Siagian (2003) juga mengungkapkan ciri-ciri pemimpin yang efektif antara lain; (1) adanya rasa tanggung-jawab, (2) semangat, (3) kemauan keras, (4) mengambil resiko, (5) orisinalitas, (6) kepercayaan diri, (7) kapasitas untuk menangani tekanan, (8) kapasitas untuk mempengaruhi, (9) kapasitas untuk mengkoordinasi upayaupaya orang lain dalam pencapaian tujuan.
Grand theory variabel efektifitas keadilan dalam penelitian ini adalah dikembangkan berdasarkan pemikiran Wirawan (2003). Bahwa efektifitas keadilan merupakan kemampuan pemimpin dalam menggerakan, mempengaruhi dan memberi motivasi dalam suatu organisasi sehingga tujuan dapat tercapai dengan tepat waktu.[15]
Keadilan dalam suatu organisasi memegang peranan yang sangat penting dan vital. Vitalitas keadilan dalam suatu organisasi terkait dengan 8(delapan) fungsi keadilan. sebagaimana disebutkan oleh Wirawan di atas. Berdasarkan grand theory ini, maka analisa variabel efektivitas keadilan dalam penelitian ini adalah berdasarkan indikator-indikator hasil pengembangan dari 8 (delapan) dimensi yang terkait dengan fungsi keadilan tersebut.

Kotter mengemukakan bahwa keadilan yang efektif adalah keadilan yang mampu menghasilkan kegiatan dalam kerangka kepentingan jangka panjang terbaik dari kelompok.[16] Berdasarkan pendapat di atas, terlihat bahwa efektifitas keadilan adalah suatu keberhasilan pemimpin menggerakkan seluruh sumber daya yang dimiliki, terutama sumber daya manusia yang dapat dimobilisasi dalam rangka tercapainya tujuan jangka panjang yang sudah ditetapkan. Bagaimana keadilan yang efektif ini dapat dicapai? Untuk menjawab pertanyaan tersebut berbagai teori dapat menjelaskannya. Teori dimaksud secara umum dapat dikategorikan dalam tiga jenis yaitu : traist theory, behavioral theories, dan teori kontingensi.
Locke 1991 berpendapat bahwa seorang pemimpin yang efektif dapat menyebabkan pengikutnya secara tidak sadar dengan kemampuan dirinya berkorban demi organisasi.[17]
Definisi yang lebih baik dari pemimpin efektif mengerjakan dengan menghargai bawahannya dengan kemampuan diri mereka dalam mencapai visi yang telah dan bekerja untuk mewujudkannya. Terdapat diformulasikan beberapa hal bagaimana pemimpin memotivasi bawahan yaitu:
1.  Meyakinkan bawahan bahwa visi organisasi (dan peran bawahan dalam hal ini) penting dan dapat dicapai.
2.  Menantang bawahan dengan tujuan, proyek, tugas, dan tanggung jawab dengan memperhitungkan perasaan diri bawahan akan sukses, prestasi, dan kecakapan.
3.  Memberikan penghargaan kepada bawahan yang berkinerja baik dengan penghargaan, uang, dan promosi.
Yukl (1989) menyatakan dalam pendekatan sifatnya apakah skills berhubungan dengan pemimpin yang efektif? Technical skill, conceptual skill, dan interpersonal skill diperlukan pada peran keadilan.[18]
Keadilan efektif adalah ketrampilan managerial dalam pelaksanaan kerja bersama. Seorang pemimpin diharapkan memiliki kecakapan teknis maupun managerial yang profesional. Kecakapan teknis sesuai dengan bidangnya, sedangkan kecakapan managerial menuntut perannya dalam memimpin orang lain.


               Pemimpin yang efektif merupakan orang-orang dengan motivasi tinggi dalam memimpin dan mengendalikan organisasi, para pemimpin yang efektif dengan sukarela akan berusaha mencapai sasaran dan target yang tinggi dengan menetapkan standar-standar prestasi yang tinggi bagi mereka sendiri. Pemimpin efektif mempunyai sifat energik, menykai segala sesuatu yang sifatnya menantang dan menykai permasalahan-permasalahan sulit dan tidak terpecahkan yang muncul di lingkungan organisasi. Seorang pemimpin efektif akan berusaha mengubah keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu hal dengan menunjukkan arah yang harus ditempuh dan membina anggota kelompok kearah penyelesaian hasil pekerjaan kelompok.
Didalam suatu organisasi terdapat dua pengaruh yang timbul dari hubungan antara pimpinan dan anggota organisasi, maksudnya terdapat interaksi dan reaksi timbal balik dari orang-orang yang ada dalam suatu organisasi. Seorang pemimpin mempunyai misi atau tujuan yang ingin dicapainya, pemimpin akan berusaha menter jemahkan misi tersebut dengan mendorong para pengikutnya hingga mencapai tingkat prestasi yang cukup memuaskan (misi organisasi). Efektif jika dikaitakan dengan keadilan (leadership) berkaitan dengan hal-hal apa yang harus dilakukan (what are the things to be accomplished), sedang efisien dikaitkan dengan manajemen, yang mengukur bagaimana sesuatu dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya (how can certain things be best accomplished).
Kepeminpinan efektif berkaitan dengan masalah pimpinan dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para Dosen dalam situasi kondusif. Perilaku pimpinan harus dapat
mendorong kinerja para Dosen dengan menunjukkan rasa bersahabat, dekat dan penuh pertimbangan terhadap Dosen, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.

Perilaku pemimpin yang positif dapat mendorong kelompok dalam mengarahkan dan memotivasi individu untuk bekerjasama dalam kelompok dalam rangka mencapai tujuan Institusi.
Tugas utama yang diemban oleh seorang pimpinan Poltekes Jakarta 3 adalah memimpin jalannya proses Perkuliahan di Kampus menuju pencapaian hasil belajar yang maksimal. Sebagai pemimpin pembelajaran, Ketua Program studi dan Ketua Jurusan dilingkungan Poltekes Jakarta 3 bertanggung jawab atas prestasi atau hasil belajar mahamahasiswa di Institusi yang dipimpinnya. Dalam kajian mengenai Keadilan yang efektif, tanggung jawab langsung untuk memajukan dan meningkatkan pembelajaran di Poltekes Jakarta 3 adalah pimpinan dalam hal ini Direktur, Ketua Jurusan bahkan Ketua Program studi.
Tujuh langkah keadilan pembelajaran yang efektif menurut Elaine K. McEwan (2002)[19] dengan mengembangkan konsep keadilan pembelajaran yang lebih operasional dengan tujuh langkah keadilan pembelajaran lengkap dengan indikatornya seperti berikut ini.
1. Menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas
a.  Melibatkan Dosen-Dosen dalam mengebangkan dan menerapkan tujuan dan sasaran pembelajaran Institusi.
b.  Mengacu kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah/system pendidikan dalam mengembangkan program pembelajaran.
c.   Memastikan aktivitas Institusi dan kelas konsisten dengan tujuan pembelajaran.
d.  Mengevaluasi kemajuan pencapaian tujuan pembelajaran
2. Menjadi Nara sumber bagi staf
a.  Bekerjasama dengan Dosen untuk untuk memperbaiki program pembelajaran di dalam kelas sesuai dengan kebutuhan mahasiswa
b.  Membuat program pengembangan pembelajaran yang didasarkan atas hasil penelitian dan praktik yang baik
c.   Menerapkan prosedur formatif yang baik dalam mengevaluasi programpembelajaran
3. Menciptakan Budaya dan iklim Institusi yang kondusif bagi pembelajaran
a.  Menciptakan kelas-kelas inklusif yang memberi kesan bahwa di dalamnya semua mahasiswa boleh belajar
b.  Menyediakan waktu yang lebih panjang untuk belajar (dalam kelas tersebut) bagi mahasiswa-mahasiswa yang membutuhkannya
c.   Mendorong agar Dosen berperilaku positif dalam kelas sehingga membuat iklim pembelajaran baik dan tertib dalam kelas
d.  Menyampaikan pesan-pesan kepada mahasiswa dengan berbagai cara bahwa mereka bisa sukses
e.  Membuat kebijakan yang berkaitan dengan kemajuan belajar mahasiswa (pekerjaan rumah, penilaian, pemantauan kemajuan belajar, remediasi, laporan hasil belajar, kenaikan/tinggal)
Pertama, Menetapkan sasaran prestasi mahasiswa yang akan dikomunikasikan secara langsung kepada mahasiswa, Dosen dan orang tua.
Kedua, Menetapkan aturan yang jelas mengenai waktu penggunaan kelas untuk pembelajaran dan monitor waktu efektif penggunaannya.
Ketiga, Menetapkan, laksanakan, dan evaluasi prosedur dan aturan untuk menangani dan menegakkan masalah-masalah disiplin bersama dengan Dosen dan mahasiswa (sebagaimana mestinya).

4. Mengkomunikasikan visi dan misi Institusi ke staf
a.  Melakukan komunikasi dua arah secara sistimatis dengan staff tentang tujuan dan sasaran lembaga (Institusi).
b.  Menetapkan, mendukung, dan melaksanakan aktivitas yang mengkomunikasikan kepada mahasiswa tentang nilai dan arti belajar
c.   Mengembangkan dan gunakan saluran-saluran komunikasi dengan orang tua untuk menyampaikan tujuan-tujuan Institusi yang telah ditetapkan

5. Mengkondisikan staf untuk mencapai cita-cita profesional tinggi.
a.  Melibatkan diri Anda mengajar secara langsung di kelas
b.  Membantu Dosen-Dosen dalam mengupayakan dan mencapai keinginan profesionalnya yang brtkaitan dengan pembelajaran Institusi dan pantau apakah keinginannya itu terwujud
c.   Melakukan observasi terhadap semua kelas secara teratur, baik secara informal atau formal
d.  Melibatkan diri Anda dalam persiapan observasi kelas
e.  Melibatkan diri Anda dalam rapat-rapat yang membahas hasil observasi terutama yang menyangkut perbaikan pembelajarani.
f.    Melakukan evaluasi yang mendalam, bertanggungjawab mengarahkan,dan memberi rekomendasi bagi pengembangan pribadi dan, profesi sesuai dengan kebutuhan individu


6. Mengembangkan kemampuan profesional Dosen
a.  Membuat jadwal, rencana, atau fasilitasi berbagai rapat (perencanaan, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, atau pelatihan dalam jabatan)Dosen yang membicarakan isu-isu pembelajaran.
b.  Memberi kesempatan Dosen untuk mengikuti pelatihan tentang kolaborasi, membuat keputusan bersama, coaching, mentoring, pengembangan kurikulum, dan presentasi
c.   Memberi motivasi dan suberdaya pada Dosen untuk berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan profesional

7. Bersikap positif terhadap mahasiswa, staf, dan orang tua.
a.  Melayani mahasiswa dan berkomunikasilah dengan mereka mengenai berbagai aspek kehidupan Institusi mereka
b.  Berkomunikasi dengan dengan semua staff dilakukan secara terbuka dengan menghormati perbedaan pendapat yang ada
c.   Menunjukan perhatian terhadap masalah-masalah mahasiswa, Dosen, dan staf dan libatkan diri dalam pemecahan masalah mereka seperlunya
d.  Menunjukkan kemampuan hubungan interpersonal dengan semua pihak
e.  Selalu menjaga moral yang baik
f.    Selalu tanggap terhadap apa yang menjadi perhatian staf, mahasiswa, dan orang tua
Mengakui/memuji keberhasilan/kemampuan orang lain.


[1]   Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Edisi Kedua, (Jakarta: PT  RajaGrafindo Persada, 2003), p 147
[2] James L. Gibson, et al., Organizations Behavior Structure Processes. RwelfthEdition, (New York: McGraw.-Hill.2006), p.15.
[3] 
[7] David T. Kyle,  The Four Powers Of Leadership: Presence Intention Wisdom Compassion, Health Comunication Inc.

[8] Edward Sallis, Total Quality Management in Education, (London: Kogan Page Educational Management Series, 1993), hlm. 86.
[9] Richard L. Hughes, Robert C. Ginnet, & Gordon J. Curphy, Leadership: Enhancing The Lesson of Experience (Singapore: Mc Graw-Hill Book, 1999), p. 26.
[10] Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel, Educational Administration: Theory, Research, and Practice (New York: Random House, 1978), p 198.
[11] Edmund R. Gray and Larry R. Smeltzer, Management: The Competitive Adge (Singapore: Macmillan, 1990), pp. 272-473
[12]  Schermerhorn, John R,  Management, Wiley, 2012
[13] Gayla Hodges, President and Principal, Change Agents, Inc. Akses tanggal 7 Maret 2014
[14] Siagian, Sondang P. 2003. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta.
[15] Wirawan. 2008. Budaya Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
[16] Kotter, John P. 1988. The Leadership Factor. New York: Free Press
[17] Locke, Edwin A, Shelley Kirkpatrick, Jill K. Wheeler, Jodi Schneider, Kathryn Niles, Harold Goldstein, Kurt Welsh, Dong-Ok Chah (1991), The Essence of Leadership, The Four Keys to Leading Successfully, Lexington Books, New York.
[18] Yukl, Gary A (1989), Leadership in Organizations, 2nd editon, Englewood Cliffs, Prentice-Hall.
[19] Mc Ewan, 7 Steps to Effective Instructional Leadership Thousand Oaks, California: Corwin Press, 2002. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar