ADVOKASI, KEMITRAAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
ADVOKASI
A.
Pengertian
Advokasi merupakan upaya atau proses yang strategis dan
terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stakeholders). WHO (1989) di kutip
dalam UNFPA dan BKKBN (2002) menggunkan “advocacy
is a combination on individual and social action design to gain political
commitment, policy support, social acceptance
and systems support for particular health goal or programme”. (Heri
D. J. Maulana, 2009)
Jadi
advokasi adalah kombinasi kegiatan individu
dan sosial yang dirancang untuk
memperoleh komitmen, dukungan kebijakan, penerimaan sosial dan sistem yang
mendukung tujuan atau program kesehatan tertentu. .
Advokasi adalah upaya mendekati, mendampingi, dan mempengaruhi
para pembuat kebijakan secara bijak, sehingga mereka sepakat untuk memberi
dukungan terhadap pembangunan kesehatan.
Advokasi kesehatan adalah upaya pendekatan kepada pemimpin
atau pengambil keputusan supaya dapat memberikan dukungan, kemudahan, dan
semacamnya pada upaya pembangunan kesehatan.(maulana.2009)
Advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip
kemitraan, yaitu dengan membentuk jejaring advokasi atau forum kerjasama.
Pengembangan kemitraan adalah upaya membangun hubungan para mitra kerja
berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling memberi manfaat. Sehingga
advokasi kemitraan berarti mempertahankan, berbicara serta mendukung seseorang
untuk mempertahankan ide dan kerja sama dengan berbagai pihak.
B.
TUJUAN
Menurut
departemen kesehatan RI (2007) tujuan advokasi adalah :
a) Tujuan umum
Diperolehnya komitmen dan dukungan dalam upaya kesehatan,
baik berupa kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, keikut sertaan, dalam
kegiatan, maupun berbagai bentuk lainya sesuai keadaan dan usaha.
b) Tujuan khusus
·
Adanya
pengenalan atau kesadaran.
·
Adanya
ketertarikan atau peminatan atau tanpa penolakan.
·
Adanya
kemauan atau kepedulian atau kesanggupan untuk membantu dan menerima perubahan.
·
Adanya
tindakan/ perbuatan/kegiatan yang nyata (yang diperlukan).
·
Adanya
kelanjutan kegiatan(kesinambungan kegiatan).
C.
SASARAN DAN PELAKU
Sasaran
advokasi adalah berbagai pihak yang di harapkan dapat memberikan dukungan
terhadap upaya kesehatan khususnya para pengambil keputusan dan penentu
kebijakan di pemerintahan, lembaga perwakilan rakyat , mitra dikalangan
pengusaha/swasta, badan penyandang dana, media massa, organisasi profesi,
organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, tokoh-tokoh berpengaruh
dan tenar, dan kelompok potensial lainya dimasyarakat. Semuanya bukan hanya
berpotensi mendukung, tetapi juga menentang atau berlawanan atau merugikan
kesehatan (misalnya industry rokok).
Pelaku
advokasi kesehatan adalah siapa saja yang peduli terhadap upaya kesehatan , dan
memandang perlu adanya mitra untuk mendukung upaya tersebut. Pelaku advokasi
dapat berasal kalangan pemerintah, swasta, perguruan tinggi, organisasi
profesi, organisasi berbasis masyarakat/agama, LSM, dan tokoh berpengaruh.
D.
PRINSIP ADVOKASI
Beberapa prinsip prinsip dibawah ini
bisa dijadikan pedoman dalam melakukan advokasi, yaitu sebagai berikut:
a. Realitas
Memilih isu dan agenda yang realistis, jangan buang waktu kita untuk sesuatu yang tidak mungkin tercapai.
Memilih isu dan agenda yang realistis, jangan buang waktu kita untuk sesuatu yang tidak mungkin tercapai.
b. Sistematis
Advokasi memerlukan perencanaan yang akurat, kemas informasi semenarik mungkin dan libatkan media yang efektif.
Advokasi memerlukan perencanaan yang akurat, kemas informasi semenarik mungkin dan libatkan media yang efektif.
c. Taktis
Advokasi tidak mungkin bekerja sendiri, jalin koalisi dan aliansi terhadap sekutu. Sekutu dibangun berdasarkan kesamaan kepentingan dan saling percaya.
Advokasi tidak mungkin bekerja sendiri, jalin koalisi dan aliansi terhadap sekutu. Sekutu dibangun berdasarkan kesamaan kepentingan dan saling percaya.
d. Strategis
Kita dapat melakukan perubahan-perubahan untuk masyarakat dengan membuat strategis jitu agar advokasi berjalan dengan sukses.
Kita dapat melakukan perubahan-perubahan untuk masyarakat dengan membuat strategis jitu agar advokasi berjalan dengan sukses.
e. Berani
Jadikan isu dan strategis sebagai motor gerakan dan tetaplah berpijak pada agenda bersama.
Jadikan isu dan strategis sebagai motor gerakan dan tetaplah berpijak pada agenda bersama.
E.
PENDEKATAN DALAM ADVOKASI
Dengan pendekatan persuasive, secara
dewasa, dan bijak, sesuai keadaan yang memungkinkan tukar fikiran secara baik (free choice).
Menurut UNFPA dan BKKBN 2002, terdapat lima pendekatan utama dalam advokasi ,
yaitu melibatkan para pemimpin, bekerja dengan media massa , membangun
kemitraan, mobilisasi massa dan membangun kapasitas. Strategi advokasi dapat
dilakukan melalui pembentukan koalisi , pengembangan jaringan kerja,
pembangunan institusi , pembuatan forum, dan kerjasama bilateral.
1. Melibatkan para pemimpin
Para pembuat
undang-undang, mereka yang terlibat dalam penyusunan hukum, peraturan maupun
pemimpin politik, yaitu mereka yang menetapkan kebijakan publik sangat
berpengaruh dalam menciptakan perubahan yang terkait dengan masalah sosial
termasuk kesehatan dan kependudukan. Oleh karena itu sangat penting melibatkan
meraka semaksimum mungkin dalam isu yang akan diadvokasikan.
2. Bekerja dengan media massa
Media massa
sangat penting berperan dalam membentuk opini publik. Media juga sangat kuat
dalam mempengaruhi persepsi publik atas isu atau masalah tertentu. Mengenal,
membangun dan menjaga kemitraan dengan media massa sangat penting dalam proses
advokasi.
3. Membangun kemitraan
Dalam upaya
advokasi sangat penting dilakukan upaya jaringan, kemitraan yang berkelanjutan
dengan individu, organisasi-organisasi dan sektor lain yang bergerak dalam isu
yang sama. Kemitraan ini dibentuk oleh individu, kelompok yang bekerja sama
yang bertujuan untuk mencapai tujuan umum yang sama/hampir sama.
4. Memobilisasi massa
Memobilisasi
massa merupakam suatu proses mengorganisasikan individu yang telah termotivasi
ke dalam kelompok-kelompok atau mengorganisasikan kelompok yang sudah ada.
Dengan mobilisasi dimaksudkan agar termotivasi individu dapat diubah menjadi
tindakan kolektif
5. Membangun kapasitas
Membangu kapasitas disini di
maksudkan melembagakan kemampuan untuk mengembangakan dan mengelola program
yang komprehensif dan membangun critical
mass pendukung yang memiliki keterampilan advokasi. Kelompok ini dapat
diidentifikasi dari LSM tertentu, kelompok profesi serta kelompok lain.
F.
LANGKAH-LANGKAH ADVOKASI
Menurut
depkes RI 2007 terdapat lima langkah kegiatan advokasi antara lain :
a. Identifikasi
dan analisis masalah atau isi yang memerlukan advokasi.
Masalah atau isu advokasi perlu
dirumuskan berbasis data atau fakta. Data sangat penting agar keputusan yang
dibuat berdasarkaninformsi yang tepat dan benar. Data berbasis fakta sangat
membantu menetapkan masalah, mengidentifikasi solusi dan menentukan tujuan yang
realistis . contoh : paradigm sehat, Indonesia sehat 2010, anggaran kesehatan.
b. Identifikasi
dan analisis kelompok sasaran.
Sasaran kegiatan advokasi ditujukan
kepada para pembuat keputusan (decion maker) atau penentu kebijakan (policy
maker), baik di bidang kesehatan maupun diluar sector kesehatanyang berpengaruh
terhadap public. Tujuanya agar pembuat keputusan mengeluarkan
kebijakan-kebijakan, antara lain dalam bentuk peraturan, undang-undang,
instruksi, dan yang menguntungkan kesehatan. Dalam mengidentifikasi sasaran,
perlu ditetapkan siapa saja yang menjadi sasaran, mengapa perlu advokasi, apa
kecenderunganya, dan apa harapan kita kepadanya.
c.
Siapkan dan kemas bahan informasi.
Tokoh
politik mungkin termotivasi dan akan mengambil keputusan jika mereka mengetahui
secara rinci besarnya masalah kesehatan tertentu. Oleh sebab itu, penting
diketahui pesan atau informasi apa yang diperlukan agar sasaran yang dituju
dapat membuat keputusan yang mewakili kepentingan advocator . kata kunci untuk
bahan informasi ini adalah informasi yang akurat , tepat dan menarik. Beberapa
pertimbangan dalam menetapkan bahan informasi ini meliputi :
·
Bahan
informasi minimal memuat rumusan masalah yang dibahas, latar belakang
masalahnya, alternative mengatasinya, usulan peran atau tindakan yang di
harapkan, dan tindak lanjut penyelesaianya. Bahan informasi juga minimal memuat
tentang 5W 1H (what, why, who, where, when, dan how) tentang permasalahan yang
di angkat.
·
Dikemas
menarik, ringkas, jelas dan mengesankan.
·
Bahan
informasi tersebut akan lebih baik lagi jika disertakan data pendukung,
ilustrasi contoh, gambar dan bagan.
·
Waktu
dan tempat penyampaian bahan informasi , apakah sebelum, saat, atau setelah
pertemuan.
d.
Rencanakan teknik atau acara
kegiatan operasional.
Beberapa teknik dan kegiatan
operasional advokasi dapat meliputi, konsultasi , lobi, pendekatan, atau
pembicaraan formal atau informal terhadap para pembuat keputusan , negosiasi
atau resolusi konflik, pertemuan khusus, debat public, petisi, pembuatan opini,
dan seminar-seminar kesehatan
e.
Laksanakan kegiatan, pantau evaluasi
serta lakukan tindak lanjut.
KEMITRAAN
A.
DEFINISI
Di
Indonesia istilah Kemitraan atau partnership masih relative baru, namun
demikian prakteknya di masyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak zaman dahulu.
Sejak nenek moyang kita telah mengenal istilah gotong royong yang sebenarnya
esensinya kemitraan.
Robert
Davies, ketua eksekutif “The Prince of Wales Bussines Leader Forum” (NS
Hasrat jaya Ziliwu, 2007) merumuskan, “Partnership is a formal cross sector
relationship between individuals, groups or organization who :
- Work together to fulfil an
obligation or undertake a specific task
- Agree in advance what to
commint and what to expect
- Review the relationship
regulary and revise their agreement as necessary, and
- Share both risk and the
benefits
Dari
pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemitraan adalah suatu
kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Dalam
kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing,
tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat
dan saling berbagi baik dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh.
Dari
defenisi ini terdapat tiga kata kunci dalam kemitraan, yaitu:
- Kerjasama antar kelompok,
organisasi dan Individu
- Bersama-sama mencapai tujuan
tertentu (yang disepakati bersama)
- Saling menanggung resiko dan
keuntungan.
Pentingnya
kemitraan atau partnership ini mulai digencarkan oleh WHO pada konfrensi
internasional promosi kesehatan yang keempat di Jakarta pada tahun 1997.
Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan upaya kerjasama yang saling memberikan
manfaat. Hubungan kerjasama tersebut akan lebih efektif dan efisien apabila juga
didasari dengan kesetaraan.
Mengingat
kemitraan adalah bentuk kerjasama atau aliansi, maka setiap pihak yang terlibat
didalamnya harus ada kerelaan diri untuk bekerjasama dan melepaskan kepentingan
masing-masing kemudian membangun kepentingan bersama.
Oleh
karena itu membangun kemitraan harus didasarkan pada hal-hal berikut:
a)
Kesamaan perhatian (Commont interest) atau kepentingan
b)
Saling mempercayai dan menghormati
c)
Tujuan yang jelas dan terukur
d)
Kesediaan berkorban baik waktu, tenaga maupun sumber daya yang lain.
B. PRINSIP
KEMITRAAN
Dalam membangun Kemitraan ada tiga
prinsip kunci yang perlu dipahami oleh masing-masing anggota
kemitraan yaitu :
a) Equity atau Persamaan.
Individu, organisasi atau Individu
yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa “duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. Oleh sebab itu didalam
vorum kemitraan asas demokrasi harus diutamakan, tidak boleh satu anggota
memaksakan kehendak kepada yang lain karena merasa lebih tinggi dan tidak ada
dominasi terhadap yang lain.
b) Transparancy atau Keterbukaan.
Keterbukaan maksudnya adalah apa
yang menjadi kekuatan atau kelebihan atau apa yang menjadi kekurangan atau
kelemahan masing-masing anggota harus diketahui oleh anggota lainnya.Demikian
pula berbagai sumber daya yang dimiliki oleh anggota yang Satu harus diketahui
oleh anggota yang lain. Bukan untuk menyombongkan yang satu tehadap yang
lainnya, tetapi lebih untuk saling memahami satu dengan yang lain sehingga
tidak ada rasa saling mencurigai.Dengan saling keterbukaan ini akan menimbulkan
rasa saling melengkapi dan saling membantu diantara anggota.
c) Mutual Benefit atau Saling
Menguntungkan.
Menguntungkan disini bukan selalu
diartikan dengan materi ataupun uang tetapi lebih kepada non materi. Saling
menguntungkan disini lebih dilihat dari kebersamaan atau sinergitas dalam
mencapai tujuan bersama.
C. LANDASAN
DALAM KEMITRAAN
Tujuh landasan yaitu :
- Saling memahami kedudukan,
tugas dan fungsi (kaitan dengan struktur)
- Saling memahami kemampuan
masing-masing (kapasitas unit atau organisasi
- Saling menghubungi secara
proaktif (linkage)
- Saling mendekati, bukan hanya
secara fisik tetapi juga pikiran dan perasaan (empati, proximity)
- Saling terbuka, dalam arti
kesediaan untuk dibantu dan membantu (opennes)
- Saling mendorong atau
mendukung kegiatan (synergy)
- saling menghargai kenyataan
masing-masing (reward).
D. PENGEMBANGAN
DALAM KEMITRAAN
Enam langkah pengembangan :
1.
Penjajagan
atau persiapan
2.
Penyamaan
persepsi
3.
Pengaturan
peran
4.
Komunikasi
intensif
5.
Melakukan
kegiatan
6.
Melakukan
pemantauan & penilaian.
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
A.
DEFINISI
Pemberdayaan
masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan, memampukan masyarakat sehingga
mampu untuk hidup mandiri.
B.
PRINSIP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
a) Menumbuh kembangkan potensi masyarakat.
Didalam
upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat sebaiknya
secara bertahap sedapat mungkin menggunakan sumberdaya yang dimiliki oleh
masyarakat. Jika diperlukan bantuan dari luar, maka bentuknya hanya berupa
perangsang atau pelengkap sehingga tidak semata-mata bertumpu pada bantuan
tersebut.
b) Menumbuhkan dan atau mengembangkan
peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan.
Peran
serta masyarakat di dalam pembangunan kesehatan dapat diukur dengan makin
banyaknya jumlah anggota masyarakat yang mau memanfaat kan pelayanan kesehatan
seperti memanfaatkan puskesmas, pustu, polindes, mau hadir ketika ada kegiatan
penyuluhan kesehatan, mau menjadi kader kesehatan, mau menjadi peserta Tabulin,
JPKM, dan lain sebagainya.
c) Mengembangkan semangat kegiatan
kegotong-royongan dalam pembangunan kesehatan.
Semangat
gotong royong yang merupakan warisan budaya masyarakat Indonesia hendaknya
dapat juga di tunjukan dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Adanya gotong-royong ini dapat diukur dengan melihat
apakah masyarakat bersedia bekerja sama dalam peningkatan sanitasi lingkungan.
Penggalangan gerakan 3M (menguras,menutup,menimbun) dalam upaya pemberantasan
penyakit demam berdarah, dan lain sebagainya.
d) Bekerja bersama dengan masyarakat.
setiap
pembangunan kesehatan hendaknya pemerintah/petugas kesehatan menggunakan
prinsip bekerja untuk dan bersama masyarakat. Maka akan meningkatkan motivasi
dan kemampuan masyarakat karena adanya bimbingan, dorongan, serta alih
pengetahuan dan keterampilan dari tenaga kesehatan kepada masyarakat.
e) Penyerahan pengambilan keputusan
kepada masyarakat.
Semua
bentuk upaya pemberdayaan masyarakat termasuk di bidang kesehatan apabila ingin
berhasil dan berkesinambungan hendaknya bertumpu pada budaya dan adat setempat.
Untuk itu, pengambilan keputusan khususnya yang menyangkut tata cara
pelaksanaan kegiatan guna pemecahan masalah kesehatan yang ada di masyarakat
hendaknya di serahkan kepada masyarakat, pemerintah atau tenaga kesehatan hanya
bertindak sebagai fasilitator dan dinamisator. Dengan demikian, masyarakat
merasa lebih memiliki tanggung jawab untuk melaksanakanya, hanya pada
hakikatnya mereka adalah subjek dan bukan objek pembangunan.
f) Menggalang kemitraan dengan LSM dan
organisasi kemasyarakatan yang ada di masyarakat.
Prinsip
lain dari pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah pemerintah atau
tenaga kesehatan hendaknya memanfaatkan dan bekerjasama dengan LSM serta
organisasi kemasyarakatan yang ada di tempat tersebut. Dengan demikian, upaya
pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat lebih berhasil guna
(efektif) dan berdaya guan (efisien).
g) Promosi, pendidikan, dan pelatihan
dengan sebanyak mungkin menggunakan dan memanfaatkan potensi setempat.
h) Upaya dilakukan secara kemitraan
dengan berbagai pihak.
i) Desentralisi (sesuai dengan keadaan
dan budaya setempat.
C.
CIRI-CIRI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Sebuah
kegiatan dapat dikategorikan sebagai upaya yang berlandaskan pada pemberdayaan
masyarakat apabila dapat menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan atau kekuatan
yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, bukan kegiatan yang segala
sesuatunya diatur dan disediakan oleh pemerintah maupun pihak lain. Kemampuan
(potensi) yang dimiliki oleh masyarakat dapat berupa hal-hal berikut :
a. Tokoh-tokoh masyarakat.
Tokoh
masyarakat adalah semua orang yang memiliki pengaruh di masyarakat setempat
baik yang bersifat formal (ketua RT, ketua RW, ketua kampong, kepala dusun,
kepala desa) maupun tokoh non formal (tokoh agama, adat, tokoh pemuda, kepala
suku). Tokoh-tokoh masyarakat ini merupakan kekuatan yang sangat besar yang
mampu menggerakkan masyarakat di dalam setiap upaya pembangunan.
b. Organisasi kemasyarakatan.
Organisasi
yang ada di masyarakat seperti PKK, lembaga persatuan pemuda(LPP), pengajian,
dan lain sebagainya merupakan wadah berkumpulnya para anggota dari
masing-masing organisasi tersebut. Upaya pemberdayaan masyarakat akan lebih
berhasil guna apabila pemerintah/tenaga kesehatan memanfaatkanya dalam upaya
pembangunan kesehatan.
c. Dana masyarakat. Pada golongan
masyarakat tertentu, penggalangan dana masyarakat merupakan upaya yang tidak
kalah pentingnya. Namun, pada golongan masyarakat yang ekonominya prasejahtera,
penggalangan dana masyarakat hendaknya dilakukan sekadar agar mereka merasa
ikut memiliki dan bertanggung jawab terhadap upaya pemeliharaan dan peningkatan
derajat kesehatanya. Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan model
tabungan-tabungan atau system asuransi yang bersifat subsidi silang.
d. Sarana dan material yang dimiliki
masyarakat. Pendayagunaan sarana dan material yang dimiliki oleh masyarakat
seperti peralatan, batu kali, bambu, kayu, dan lain sebagainya untuk
pembangunan kesehatan akan menumbuhkan rasa tanggung jawab dan ikut memiliki
dari masyarakat.
e. Pengetahuan masyarakat. Masyarakat
memiliki pengetahuan yang bermanfaat bagi pembangunan kesehatan masyarakat,
seperti pengetahuan tentang obat tradisional (asli Indonesia) , pengetahuan
mengenai penerapan teknologi tepat guna untuk pembangunan fasilitas kesehatan
diwilayahnya, misalnya penyaluran air menggunakan bambu. Pengetahuan yang
dimiliki oleh masyarakat tersebut akan meningkatkan keberhasilan upaya
pembangunan kesehatan.
f. Teknologi yang dimiliki masyarakat.
Masyarakat juga memiliki teknologi sendiri dalam memecahkan masalah yang
dialaminya, teknologi ini biasanya bersifat sederhana tetapi tepat guna. Untuk
itu pemerintah sebaiknya memanfaatkan teknologi yang dimiliki masyarakat
tersebut dan apabila memungkinkan dapat memberikan saran teknis guna
meningkatkan hasil gunanya.
g. Pengambilan keputusan. Apabila
tahapan penemuan masalah dan perencanaan kegiatan pemecahan masalah kesehatan
telah dapat dilakukan oleh masyarakat, maka pengambilan keputusan terhadap
upaya pemecahan masalahnya akan lebih baik apabila dilakukan oleh masyarakat
sendiri. Dengan demikian kegiatan pemecahan masalah kesehatan tersebut akan
berkesinambungan karena masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab
terhadap kegiatan yang mereka rencanakan sendiri.
D.
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
a. Pemberdayaan pimpinan
masyarakat(Community Leaders), misalnya melalu sarasehan
b. Pengembangan upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat (Community Organizations),
seperti posyandu dan polindes
c. Pemberdayaan pendanaan
masyarakat(Community Fund), misalnya dana sehatd
d. Pemberdayaan sarana masyarakat(Community
Material), misalnya membangun sumur
atau jamban di masyarakate
e. Peningkatan pengetahuan
masyarakat(community knowledge), misalnya lomba asah terampil dan lomba lukis anak-anakf
f. Pengembangan teknologi tepat guna
(community technology), misalnya penyederhanaan deteksi dini kanker dan ISPA. G
g. Peningkatan manajemen atau proses
pengambilan keputusan (community decision making) misalnya, pendekatan
edukatif.
E.
STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
a. Meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya kesehatanb.
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang telah disediakan oleh pemerintahc.
c. Mengembangkan berbagai cara untuk
menggali dan memanfaat kan sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat untuk
pembangunan kesehatand.
d. Mengambangkan berbagai bentuk
kegiatan pembangunan kesehatan yang sesuai dengan kultur budaya masyarakat
setempate.
e. Mengembangkan manajemen sumberdaya
yang dimiliki masyarakat secara terbuka (transparan)
F.
LANGKAH-LANGKAH PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Langakah
utama pemberdayaan masyarakat melalui upaya pendampingan atau memfasilitasi
masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran melalui siklus pemecahan masalah
yang terorganisasi (pengorganisasian masyarakat).
Tahap-tahap
siklus pemecahan masalah meliputi hal-hal berikut:
a. Mengidentifikasi masalah, penyebab
masalah, dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah.b
b. Mendiagnosis
masalah dan merumuskan alternative pemecahan masalah dengan memanfaatkan
potensi yang dimilikic
c. Menetapkan alternatif pemecahan
masalah yang layak, merencanakan, dan melaksanakanya.d
d. Memantau, mengevaluasi, dan membina
kelestarian upaya-upaya yang telah dilakuakan.
UPAYA-UPAYA
KESEHATAN IBU DAN ANAK
A.
DEFINISI
Upaya
kesehatan Ibu dan Anak adalah upaya di bidang kesehatan yang menyangkut
pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak
balita serta anak prasekolah.
Pemberdayaan
Masyarakat bidang KIA merupakan upaya memfasilitasi masyarakat untuk membangun
sistem kesiagaan masyarakat dalam upaya mengatasi situasi gawat darurat dari
aspek non klinis terkait kehamilan dan persalinan
Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat, dalam hal penggunaan alat transportasi/ komunikasi (telepon genggam, telpon rumah), pendanaan, pendonor darah, pencatatan-pemantaun dan informasi KB.
Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat, dalam hal penggunaan alat transportasi/ komunikasi (telepon genggam, telpon rumah), pendanaan, pendonor darah, pencatatan-pemantaun dan informasi KB.
Dalam
pengertian ini tercakup pula pendidikan kesehatan kepada masyarakat,
pemuka masyarakat serta menambah keterampilan para dukun bayi serta pembinaan
kesehatan di taman kanak-kanak.
B.
TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya
kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi
ibu dan keluarganya untuk atau mempercepat pencapaian target Pembangunan
Kesehatan Indonesia, serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin
proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas
manusia seutuhnya.
2. Tujuan Khusus
·
Meningkatnya
kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku) dalam mengatasi kesehatan diri
dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan
kesehatan keluarga, Desa Wisma, penyelenggaraan Posyandu dan sebagainya.
·
Meningkatnya
upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara mandiri di dalam
lingkungan keluarga, Desa Wisma, Posyandu dan Karang Balita, serta di sekolah
TK.
·
Meningkatnya
jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu
nifas dan ibu menyusui.
·
Meningkatnya
mutu pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu menyusui,
bayi dan anak balita.
·
Meningkatnya
kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh anggotanya untuk
mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama melalui
peningkatan peran ibu dalam keluarganya.
C.
KEGIATAN
Pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan
menyusui serta bayi, anak balita dan anak prasekolah.
- Deteksi
dini faktor resiko ibu hamil.
- Pemantauan
tumbuh kembang balita
- Imunisasi
Tetanus Toxoid 2 kali pada ibu hamil serta BCG, DPT-Hb 3 kali, Polio 3
kali dan campak 1 kali pada bayi.
Penyuluhan
kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program KIA.
1. Pengobatan bagi ibu, bayi, anak
balita dan anak pra sekolah untuk macam-macam penyakit ringan.
2. Kunjungan rumah untuk mencari ibu
dan anak yang memerlukan pemeliharaan serta bayi-bayi yang lahir ditolong oleh
dukun selama periode neonatal (0-30 hari).
3. Pengawasan dan bimbingan kepada
taman kanak-kanak dan para dukun bayi serta kader-kader kesehatan.
Sistem kesiagaan di bidang KIA di
tingkat masyarakat terdiri atas :
1. Sistem pencatatan-pemantauan.
2. Sistem transportasi-komunikasi.
3. Sistem pendanaan.
4. Sistem pendonor darah.
5. Sistem Informasi KB.
Proses Pemberdayaan Masyarakat
bidang KIA ini tidak hanya proses memfasilitasi masyarakat dalam pembentukan
sistem kesiagaan itu saja, tetapi juga merupakan proses fasilitasi yang terkait
dengan upaya perubahan perilaku, yaitu:
- Upaya
mobilisasi sosial untuk menyiagakan masyarakat saat situasi gawat darurat,
khususnya untuk membantu ibu hamil saat bersalin.
- Upaya
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menurunkan angka kematian
maternal.
- Upaya
untuk menggunakan sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat dalam menolong
perempuan saat hamil dan persalinan.
- Upaya
untuk menciptakan perubahan perilaku sehingga persalinan dibantu oleh
tenaga kesehatan profesional.
- Merupakan
proses pemberdayaan masyarakat sehingga mereka mampu mengatasi masalah
mereka sendiri.
- Upaya
untuk melibatkan laki-laki dalam mengatasi masalah kesehatan maternal.
- Upaya
untuk melibatkan semua pemanggku kepentingan (stakeholders) dalam
mengatasi masalah kesehatan.
Karena itu Pemberdayaan Masyarakat
bidang KIA ini berpijak pada konsep-konsep berikut Ini :
- Revitalisasi
praktek-praktek kebersamaan sosial dan nilai-nilai tolong menolong, untuk
perempuan saat hamil dan bersalin.
- Merubah
pandangan: persalinan adalah urusan semua pihak, tidak hanya urusan
perempuan.
- Merubah
pandangan: masalah kesehatan tidak hanya tanggung jawab pemerintah tetapi
merupakan masalah dan tanggunjawab masyarakat.
- Melibatan
semua pemangku kepentingan (stakeholders) di masyarakat.
- Menggunakan
pendekatan partisipatif.
- Melakukan
aksi dan advokasi.
D.
MANAJEMEN KEGIATAN KIA
Pemantauan kegiatan KIA dilaksanakan
melalui Pemantauan Wilayah Setempat - KIA (PWS-KIA) dengan batasan :
Pemantauan Wilayah Setempat KIA adalah alat untuk pengelolaan kegiatan KIA serta alat untuk motivasi dan komunikasi kepada sektor lain yang terkait dan dipergunakan untuk pemantauan program KIA secara teknis maupun non teknis.Melalui PWS-KIA dikembangkan indikator-indikator pemantauan teknis dan non teknis, yaitu :
Pemantauan Wilayah Setempat KIA adalah alat untuk pengelolaan kegiatan KIA serta alat untuk motivasi dan komunikasi kepada sektor lain yang terkait dan dipergunakan untuk pemantauan program KIA secara teknis maupun non teknis.Melalui PWS-KIA dikembangkan indikator-indikator pemantauan teknis dan non teknis, yaitu :
1. Indikator Pemantauan Teknis :
Indikator ini digunakan oleh para
pengelola program dalam lingkungan kesehatan yang terdiri dari :
1)
Indikator
Akses
2)
Indikator
Cakupan Ibu Hamil
3)
Indikator
Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
4)
Indikator
Penjaringan Dini Faktor Resiko oleh Masyarakat
5)
Indikator
Penjaringan Faktor resiko oleh Tenaga Kesehatan
6)
Indikator
Neonatal.
2.
Indikator
Pemantauan Non teknis :
Indikator ini dimaksudkan untuk motivasi dan komunikasi kemajuan
maupun masalah operasional kegiatan KIA kepada para penguasa di wilayah,
sehingga dimengerti dan mendapatkan bantuan sesuai keperluan.
Indikator-indikator ini dipergunakan dalam berbagai tingkat administrasi, yaitu
:
3.
Indikator
pemerataan pelayanan KIA.
Untuk ini dipilih indikator AKSES (jangkauan) dalam
pemantauan secara teknis memodifikasinya menjadi indikator pemerataan pelayanan
yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah.
4.
Indikator
efektivitas pelayanan KIA :
Untuk ini dipilih cakupan (coverage) dalam
pemantauan secara teknis dengan memodifikasinya menjadi indikator efektivitas
program yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah.Kedua indikator tersebut harus secara rutin dijabarkan per bulan, per desa serta dipergunakan dalam pertemuan-pertemuan lintas sektoral untuk menunjukkan desa-desa mana yang masih ketinggalan.
Pemantauan secara lintas sektoral ini harus diikuti dengan suatu tindak lanjut yang jelas dari para penguasa wilayah perihal : peningkatan penggerakan masyarakat serta penggalian sumber daya setempat yang diperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar