GAYA KEPEMIMPINAN
( PENGORGANISASIAN MASYARAKAT )
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kepemimpinan
bisnis (Business Leadership) yang dinamis dan efektif membedakan organisasi
yang sukses dengan yang tidak. Menurut Peter F. Drucker, manajer sebagai business
leader adalah sumber daya yang paling langka dari sebuah organisasi bisnis.
Organisasi bisnis selalu mencari business leader yang efektif, jadi yang kita
cari adalah orang-orang langka yang dapat berperan sebagai leader pada
lingkungan kita dan dapat menyelesaikan tugasnya secara efektif.
B. TUJUAN
Untuk dapat
mendapatkan pemimpin yang lebih baik untuk masa yang akan datang, dan dapat
mengajarkan dan memahami bagaimana contoh atau ketentuan untuk menjadi seorang
pemimpin yang dinamis dan efektif dalam sebuah organisasi atau lembaga.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
pengertian kepemimpinan
` Ada
definisi klasik yang mengatakan bahwa kepemimpinan adalah sebuah proses yang
olehnya seseorang mempengaruhi orang lain untuk memenuhi sesuatu yang obyektif
dan mengatur organisasi sehingga membuatnya lebih kohesif dan koheren. Para
pemimpin dalam proses ini mengaplikasikan atribut-atribut kepemimpinanya,
seperti kepercayaan, nilai, etika, karakter, pengetahuan, dan keterampilan.
Definisi klasik itu menggaris-bawahi bahwa menjadi seorang pemimpin yang baik
bukanlah faktor hereditas atau bakat. Jika memiliki hasrat dan keinginan yang
kuat, siapa pun bisa menjadi pemimpin yang efektif. Para pemimpin yang baik
berkembang melalui sebuah proses belajar dan pengalaman.
Perspektif lama dan awam mengartikan pemimpin sebagai
yang terdepan, terkemuka, berkedudukan, memiliki nilai paling baik, didukung
oleh suara terbanyak dan menduduki rangking pertama dalam persaingan. Tetapi
dalam perspektif yang baru menurut Peter Urs Bender, kepemimpinan berkaitan
dengan beberapa elemen utama, yakni: manusia sebagai individu, manajemen diri,
motivasi internal, tekad kesempurnaan dan penerimaan kelemahan diri, perubahan,
kepercayaan diri, perkembangan, energi, pengalaman positif, hasil, dan pengharapan.
B. Paradigma Pengelolaan Manusia Dalam Organisasi
Seputaran tahun 1960-an dan saat
ini, atmosfer organisasi saat ini telah berubah secara menakjubkan. Berbagai kekuatan arus telah memicu
perubahan-perubahan tersebut. Seiring meningkatnya efek teknologi dan
telekomunikasi yang telah berhasil “mengecilkan” ukuran dunia, pergerakan
keragaman para pekerja (profesional) membawa nilai-nilai, perspektif dan
ekspektansi yang berbeda di antara mereka (para pekerja). Kesadaran publik
semakin lama semakin sensitif dan menuntut organisasi agar semakin profesial
dan bertanggung jawab secara sosial. Seperti halnya negara-negara dunia ketiga,
kita pun telah turut terlibat dalam persaingan pasar global dan melebarkan
arena bagi aktivitas penjualan dan pelayanan. Organisasi pun akhirnya kini
tidak hanya dituntut untuk bertanggung jawab kepada para stockholders (para
pemegang saham) namun juga para stakeholders. Pada saat ini, dunia yang kita
alami sudah sangat jauh berbeda dengan dunia yang kita alami sepuluh lima belas
tahun yang lalu. Dunia ilmu juga tidak terlepas dari berbagai pengaruh ini. Terjadi
perubahan Era, yang sekarang kita berada era informasi, bukan lagi era
industrialisasi. Era dimana pemikiran linear yang bersifat mekanistik, yang
menghasilkan kemajuan seperti yang kita alami saat ini, sudah mulai digoncang
oleh hasil-hasil perkembangan ilmu yang baru, yang mendorong tumbuhnya suatu
paradigma baru.
Sebagai hasil kekuatan perubahan
di atas, organisasi didesak untuk mengadopsi “paradigma baru” atau melihat dunia
saat ini secara lebih sensitif, fleksibel, dan mudah menyesuaikan diri dengan
tuntutan dan harapan para stakeholders. Banyak sudah organisasi yang telah
melepaskan atau sedang melepaskan paradigma lama yang bersifat top-down, kaku,
dan berstruktur hierarkis menuju pada bentuk-bentuk yang “organik” (fluid).
Dengan perkataan lain, diperlukan mind set yang baru, baik dalam pemahaman
maupun pengelolaan organisasi dan manusia yang ada di dalamnya.
Era industrialisasi dimulai
dengan ditemukannya mesin uap oleh James Watt. Penemuan ini menyebabkan
digantikannya tenaga manusia dengan tenaga mesin. Terjadi pemisahan antara
manusia yang bekerja dengan alat produksi. Hal ini mendorong tumbuhnya pabrik-pabrik,
dengan segala macam konsekuensi pengelolaannya. Mesin menjadi suatu alat utama
dalam proses produksi untuk meningkatkan kesejahteraan. Pentingnya mesin ini
merasuki semua aspek kehidupan manusia sehingga cara berpikir dan cara
bertindak kita menjadi mekanistis. Metafora mesin menjadi suatu metafora yang
dominan dalam era industrialisasi. Teknik-teknik pengelolaan yang dikembangkan
dalam industrialisasi mengacu pada pandangan organisasi sebagai mesin dan
memandang manusia sebagai salah satu bagian dari mesin (Morgan,G. 1998).
Teknik-teknik manajemen yang berkembang dan mendominasi era industrialisasi
dimulai dengan Scientific Management dari Taylor, yang berkembang lebih lanjut
sesuai dengan tuntutan masyarakat antara lain Management by Objective [MBO], Management
Science yang bersifat matematis untuk mengoptimalkan ”mesin” organisasi, Total
Quality Management yang berusaha meningkatkan kualitas keluaran organisasi,
Bussiness Process Reenginerring [BPR] yang menekankan pada penghilangan
proses-proses produksi yang tidak memberikan nilai tambah untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas organisasi.
Kata kunci yang dipegang dalam
era ini adalah “efisiensi”. Teknik motivasi dan teknik kepemimpinan yang
berkembang dan dikembangkan dalam era ini juga menganggap manusia sebagai
bagian dari alat produksi. Manusia harus dirangsang oleh sesuatu yang dari
luar, extrinsic motivation, untuk berperilaku sesuai dengan keinginan
organisasi seperti tehnik motivasi yang dikemukakan oleh Vrom, Porter &
Lawler, teori Equity dari Adam. Teori-teori dan teknik-teknik kepemimpinan yang
berkembang di era ini pun bersifat behaviouristik, yang menganggap manusia itu
makhluk yang pasif, yang bisa digerakkan untuk kepentingan tertentu–dalam hal
ini kepentingan organisasi. Teknik-teknik kepemimpinan dalam mengelola
sumberdaya manusia pada era ini berdasarkan pada dua sumbu utama, yaitu “sumbu
tugas” dan “sumbu manusia”. Dimulai dari model Ohio, dan dikembangkan lebih
lanjut oleh University Michigan, menghasilkan berbagai teori dan model
kepemimpinan seperti Managerial Grid dari Blake & Mouton, Situational
Leadership dari Hersey Blanchard, Path Goal theory dari House & Mitchel,
Contingency theory-LPC dari Fiedler, ataupun teori kepemimpinan Vroom, Yetton
& Jago yang semuanya lebih bersifat preskriptif (Daft, Richard L., 2002).
Hadirin yang saya hormati:
Era informasi yang sedang kita masuki sekarang ini mengharuskan kita melihat dan menanggapi organisasi secara lain, karena organisasi sekarang ini berada dalam situasi lingkungan yang berlainan, dengan tantangan dan kondisi yang berbeda dengan era industrialisasi. Perubahan- perubahan terutama dalam ilmu fisika mendorong suatu pemahaman baru tentang dunia yang kita alami, termasuk pemahaman tentang manusia yang ada dalam dunia. ”Adanya” manusia dan cara mengadanya mendapatkan pemaknaan secara berbeda dalam cahaya ilmu yang berubah. Perbedaan cara pandang, yang dikenal sebagai perubahan paradigma berpikir dalam memandang dunia dan manusia dapat dilihat dari tabel di berikut.
Era informasi ini juga merubah drivers organisasi.
Kepemilikan modal, sumberdaya alam, tenaga kerja yang murah, mesin, dan
teknologi tidak lagi menjamin bahwa organisasi akan mampu berkiprah dengan baik
dalam suatu populasi organisasi. Era sekarang sangat mementingkan pemilikan dan
penguasaan pengetahuan para anggota organisasi, sehingga driver utama bagi
kelangsungan hidup organisasi adalah kepemilikan pengetahuan para anggotanya.
Pengetahuan para anggota organisasi ini perlu dikelola lebih baik yang dikenal
sebagai knowledge management. Nonaka membagi pengetahuan yang dimiliki
organisasi menjadi dua yaitu tacit knowledge dan explicit knowledge. Tugas para
pengelola organisasi adalah menjadikan tacit knowledge yang dimiliki anggota
anggotanya menjadi explicit knowledge yang dimiliki bersama. Organisasi dalam
era ini membutuhkan knowledge workers. Untuk dapat survive, organisasi
sebaiknya mengubah pola pengelolaan sumberdaya manusia dalam organisasi, karena
knowledge ini dimiliki oleh para anggota organisasi, dan akan keluar bersama
anggota tersebut kalau dia meninggalkan organisasi. Bukan seperti mesin yang
tetap tinggal dalam organisasi meskipun operatornya keluar dari organisasi.
Era knowledge economy membutuhkan
karyawan-karyawan dan organisasi yang mampu melakukan proses pembelajaran
secara terus- menerus, sehingga organisasi mampu menyesuaikan diri secara
terus- menerus. Pembelajaran
dalam organisasi tidak saja merupakan pembelajaran dari feedback negatif–yang
disebut Argyris sebagai single loop learning, melainkan suatu proses
pembelajaran yang dikenal sebagai double loop learning. Proses ini akan
menghasilkan suatu learning organization (Senge, P. 1990).
Saat ini para pemimpin atau manajer
organisasi/instansi harus berhadapan dengan arus perubahan yang cepat dan
terus-menerus. Para pimpinan/manajer harus bekerja dengan pengambilan keputusan
yang vital yang tidak dapat mengacu pada arah-arah pengembangan di masa yang
lalu. Teknik-teknik manajemen harus secara berkesinambungan memperhatikan
perubahan di lingkungan dan organisasinya, mengukur perubahan dan mengelolanya.
Mengelola perubahan tidak hanya berarti mengendalikan saja namun juga
mengadaptasinya atau bahkan mengarahkan sebagaimana mestinya.
Tentu saja hal ini membuat para pimpinan/manajer tidak
dapat menguasai seluruh pemecahan masalah atau sumber daya bagi setiap situasi.
Manajer seyogyanya mulai mempertimbangkan dan lebih mendengar pada para
pegawainya. Konsekuensinya,
bentuk baru sebuah organisasi menjadi hal yang umum dilakukan seperti,
worker-centered teams, self-organizing dan self designing teams, dan
sebagainya.
C. Gaya
kepemimpinan
Secara
normal ada 4 gaya kepemimpinan
Paternalisme. Ini termasuk gaya kepemimpinan hegemonik yang
memanfaatkan pengaruh untuk memimpin.
Autoritarian atau autokratik. Pemimpin menggunakan gaya ini untuk
mengatur bawahan agar melaksanakan apa yang diinginkan dan bagaimana harus
mengerjakannya, tanpa memerlukan pertimbangan daripada bawahannya. Kondisi
seperti ini diperlukan pada saat penyelesaian masalah, kemendesakan, dan ketika
bawahan dalam motivasi yang tinggi.
Partisipatif atau demokratik. Gaya kepemimpinan ini melibatkan
kedua belah pihak (atasan dan bawahan) untuk terlibat dalam pengambilan
keputusan. Meskipun demikian, keputusan terakhir ada di tangan pemimpin. Tindakan
ini diperlukan pada saat pemimpin tidak mempunyai informasi lengkap dan
demikian juga bawahannya. Gaya ini adalah mutual yang menguntungkan dan efektif
dalam kepemimpinan team.
Delegatif atau pemimpin bebas. Dalam gaya ini pemimpin menyerahkan
keputusan kepada bawahannya, tetapi pemimpin harus tetap bertanggungjawab
dengan keputusan tersebut. Gaya ini dibutuhkan ketika pemimpin mampu
menganalisa situasi dan memutuskan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana
melakukannya.
D. Model
kepemimpinan
Mempelajari model-model kepemimpinan akan menolong
kita untuk memahami tentang apa yang mempengaruhi tindakan para pemimpin dalam
waktu realitas. Menurut Bolman & Deal (1991), sikap pemimpin yang sering
ditunjukkan dapat digolongkan ke dalam empat kerangka berikut:
- Pendekatan struktural. Dalam situasi yang yang
efektif, seorang pemimpin adalah seorang arsitek sosial yang mampu
menganalisa dan merancang, tetapi dalam situasi yang tidak efektif, ia
menjadi seorang tirani dengan gaya kepemimpinan mendetail. Kepemimpinan terfokus pada struktur, strategi, lingkungan,
implementasi, ekesperimentasi, dan adaptasi.
- Pendekatan
Sumber Daya Manusia. Dalam situasi efektif, para
pemimpin adalah katalisator dan hamba yang menampilkan gaya kepemimpinan
yang mendukung, menyokong, dan menguatkan, tetapi ketika dalam situasi
yang tidak efektif menjadi penekan, dengan gaya kepemimpinan yang lepas
dari prinsip-prinsip dan menipu.
- Pendekatan
politik. Dalam situasi yang efektif, para pemimpin adalah penyokong, yang gaya
kepemimpinan koalisi dan membangun, tetapi ketika dalam situasi yang tidak
efektif, para pemimpin menjadi orang yang giat dengan gaya kepemimpinan
manipulasi.
- Pendekatan
simbolik. Dalam situasi efektif, para pemimpin adalah
seorang nabi, dengan gaya kepemimpinan inspiratif; tetapi dalam situasi
yang tidak efektif, menjadi fanatik atau bodoh; dengan gaya kepemimpinan
‘mengasapi’ dan bias.
E. Pemimpin harus Transformatif
Dalam menentukan arah
kepemimpinan, diperlukan sebuah transformasi. Transformasi menjadi sebuah
kebutuhan mendasar walaupun sulit dan memerlukan investasi waktu yang panjang;
tetapi merupakan faktor penentu keberhasilan dan keefektifan eksistensi
kepemimpinan Anda.
Proses transformasi kepemimpinan dapat membawa
hasil yang efektif jika ada unsur-unsur sebagai berikut:
- Kepemimpinan
yang kuat. Seorang pemimpin bukanlah seorang
diktator/otoriter, tetapi pemimpin team yang bekerja habis-habisan untuk
organisasi dan dengan berani mempertaruhkan jabatan dan kedudukannya untuk
menghadapi fakta-fakta brutal. Kepemimpinan yang kuat juga bukanlah
seorang populis yang cenderung mencari aman dan menghindari
tekanan-tekanan.
- Dukungan bawahan. Pemimpin yang kuat tidak ada
artinya jika tidak didukung oleh bawahan-bawahannya yang rela mengorbankan
waktu, tenaga, pikiran, dan masa depannnya. Mereka rela menghadapi
masa-masa sulit, stress, masa-masa yang penuh dengan ketidakpastian, dan
mungkin pula komentar-komentar yang tidak sehat dari berbagai pihak.
Mereka bertarung di antara teman-teman, melewati konflik demi konflik,
sampai akhirnya menemukan jalan.
- Komunikasi yang jelas. Pemimpin harus punya seni dalam
berkomunikasi, baik verbal maupun non-verbal. Kepemimpinan memerlukan
komunikasi massa yang melibatkan banyak orang. Tanpa kepiawaian komunikasi
dan dukungan team komunikasi yang baik, kepemimpinan tidak akan efektif.
- Komitmen pemimpin. Pemimpin juga harus membangun
komitmen yang harus dimulai dari dirinya sendiri.
Kepemimpinan sejati adalah panggilan hidup. Filsuf
besar Cina, Lao Tsu, ketika ditanya oleh muridnya tentang siapakah pemimpin
yang sejati, ia menjawab: “Seringkali seorang pemimpin sejati tidak
diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau
tugas terselesaikan, maka seluruh anggota team akan mengatakan bahwa merekalah
yang melakukannya sendiri.” Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat
(encourager), motivator, inspirator, dan maximizer. Konsep pemikiran
seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para
pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian dari
mereka yang dipimpinnya. Kepemimpinan sejati didasarkan pada kerendahan hati.
BAB III
PENUTUP
A. Saran – saran
Memberdayakan lebih baik daripada
hanya mendelegasikan.
Milikilah keberanian memimpin
orang-orang dengan bertanggungjawab.
Bergaullah dengan para pemimpin
sesering mungkin. Catatlah apa yang Anda anggap penting dari mereka.
Menjadi contoh yang baik adalah
lebih baik daripada seorang pemberi nasehat.
Seorang pemimpin yang luar biasa
adalah pemimpin yang membawa orang-orang biasa melakukan pekerjaan yang luar
biasa.
Salah satu karakteristik
kepemimpinan yang layak adalah bahwa para pemimpin dituntut lebih banyak
daripada pengikutnya.
B. Kesimpulan
Kesimpulan: Apakah Ada Gaya Kepemimpinan Terbaik?
Leader yang efektif dan sukses mampu mengadaptasikan
gaya leadership mereka pada persyaratan kondisi yang tepat, maka itu, harus
melihat sudut pandang teori leadership. Meskipun penelitian tidak berhasil
menemukan ilmu teori perilaku yang cocok, tidak membuat teori menjadi tidak
dapat digunakan. Alasan utama mengapa tidak ada satu gaya leadership yang cocok
adalah karena kepemimpinan pada dasarnya adalah bergantung pada situasi
(situasional) dan berkesinambungan. Manajer yang efektif tidak hanya harus
mengetahui gaya leadership mana yang cocok, tetapi juga harus melaksanakannya
dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
- (U.S. Army Handbook,
1973):
- (Kouzes & Posner, 1987)
- (Bruce & Stan, 2001)
- (Daft, Richard L., 2002).
- Taylor –> Scientific
Management –> 1911
- Mayo –> Hawthorne Studies
–> 1933
- Coch-French –> Michigan
Studies –> 194
Tidak ada komentar:
Posting Komentar