Sabtu, 23 Februari 2013

GAYA KEPEMIMPINAN


 GAYA KEPEMIMPINAN
( PENGORGANISASIAN MASYARAKAT )

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kepemimpinan bisnis (Business Leadership) yang dinamis dan efektif membedakan organisasi yang sukses dengan yang tidak. Menurut Peter F. Drucker, manajer sebagai business leader adalah sumber daya yang paling langka dari sebuah organisasi bisnis. Organisasi bisnis selalu mencari business leader yang efektif, jadi yang kita cari adalah orang-orang langka yang dapat berperan sebagai leader pada lingkungan kita dan dapat menyelesaikan tugasnya secara efektif.
B. TUJUAN
Untuk dapat mendapatkan pemimpin yang lebih baik untuk masa yang akan datang, dan dapat mengajarkan dan memahami bagaimana contoh atau ketentuan untuk menjadi seorang pemimpin yang dinamis dan efektif dalam sebuah organisasi atau lembaga.
BAB II
PEMBAHASAN
A. pengertian kepemimpinan
` Ada definisi klasik yang mengatakan bahwa kepemimpinan adalah sebuah proses yang olehnya seseorang mempengaruhi orang lain untuk memenuhi sesuatu yang obyektif dan mengatur organisasi sehingga membuatnya lebih kohesif dan koheren. Para pemimpin dalam proses ini mengaplikasikan atribut-atribut kepemimpinanya, seperti kepercayaan, nilai, etika, karakter, pengetahuan, dan keterampilan. Definisi klasik itu menggaris-bawahi bahwa menjadi seorang pemimpin yang baik bukanlah faktor hereditas atau bakat. Jika memiliki hasrat dan keinginan yang kuat, siapa pun bisa menjadi pemimpin yang efektif. Para pemimpin yang baik berkembang melalui sebuah proses belajar dan pengalaman.
Perspektif lama dan awam mengartikan pemimpin sebagai yang terdepan, terkemuka, berkedudukan, memiliki nilai paling baik, didukung oleh suara terbanyak dan menduduki rangking pertama dalam persaingan. Tetapi dalam perspektif yang baru menurut Peter Urs Bender, kepemimpinan berkaitan dengan beberapa elemen utama, yakni: manusia sebagai individu, manajemen diri, motivasi internal, tekad kesempurnaan dan penerimaan kelemahan diri, perubahan, kepercayaan diri, perkembangan, energi, pengalaman positif, hasil, dan pengharapan.
B. Paradigma Pengelolaan Manusia Dalam Organisasi
Seputaran tahun 1960-an dan saat ini, atmosfer organisasi saat ini telah berubah secara menakjubkan. Berbagai kekuatan arus telah memicu perubahan-perubahan tersebut. Seiring meningkatnya efek teknologi dan telekomunikasi yang telah berhasil “mengecilkan” ukuran dunia, pergerakan keragaman para pekerja (profesional) membawa nilai-nilai, perspektif dan ekspektansi yang berbeda di antara mereka (para pekerja). Kesadaran publik semakin lama semakin sensitif dan menuntut organisasi agar semakin profesial dan bertanggung jawab secara sosial. Seperti halnya negara-negara dunia ketiga, kita pun telah turut terlibat dalam persaingan pasar global dan melebarkan arena bagi aktivitas penjualan dan pelayanan. Organisasi pun akhirnya kini tidak hanya dituntut untuk bertanggung jawab kepada para stockholders (para pemegang saham) namun juga para stakeholders. Pada saat ini, dunia yang kita alami sudah sangat jauh berbeda dengan dunia yang kita alami sepuluh lima belas tahun yang lalu. Dunia ilmu juga tidak terlepas dari berbagai pengaruh ini. Terjadi perubahan Era, yang sekarang kita berada era informasi, bukan lagi era industrialisasi. Era dimana pemikiran linear yang bersifat mekanistik, yang menghasilkan kemajuan seperti yang kita alami saat ini, sudah mulai digoncang oleh hasil-hasil perkembangan ilmu yang baru, yang mendorong tumbuhnya suatu paradigma baru.
Sebagai hasil kekuatan perubahan di atas, organisasi didesak untuk mengadopsi “paradigma baru” atau melihat dunia saat ini secara lebih sensitif, fleksibel, dan mudah menyesuaikan diri dengan tuntutan dan harapan para stakeholders. Banyak sudah organisasi yang telah melepaskan atau sedang melepaskan paradigma lama yang bersifat top-down, kaku, dan berstruktur hierarkis menuju pada bentuk-bentuk yang “organik” (fluid). Dengan perkataan lain, diperlukan mind set yang baru, baik dalam pemahaman maupun pengelolaan organisasi dan manusia yang ada di dalamnya.
Era industrialisasi dimulai dengan ditemukannya mesin uap oleh James Watt. Penemuan ini menyebabkan digantikannya tenaga manusia dengan tenaga mesin. Terjadi pemisahan antara manusia yang bekerja dengan alat produksi. Hal ini mendorong tumbuhnya pabrik-pabrik, dengan segala macam konsekuensi pengelolaannya. Mesin menjadi suatu alat utama dalam proses produksi untuk meningkatkan kesejahteraan. Pentingnya mesin ini merasuki semua aspek kehidupan manusia sehingga cara berpikir dan cara bertindak kita menjadi mekanistis. Metafora mesin menjadi suatu metafora yang dominan dalam era industrialisasi. Teknik-teknik pengelolaan yang dikembangkan dalam industrialisasi mengacu pada pandangan organisasi sebagai mesin dan memandang manusia sebagai salah satu bagian dari mesin (Morgan,G. 1998). Teknik-teknik manajemen yang berkembang dan mendominasi era industrialisasi dimulai dengan Scientific Management dari Taylor, yang berkembang lebih lanjut sesuai dengan tuntutan masyarakat antara lain Management by Objective [MBO], Management Science yang bersifat matematis untuk mengoptimalkan ”mesin” organisasi, Total Quality Management yang berusaha meningkatkan kualitas keluaran organisasi, Bussiness Process Reenginerring [BPR] yang menekankan pada penghilangan proses-proses produksi yang tidak memberikan nilai tambah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi.
Kata kunci yang dipegang dalam era ini adalah “efisiensi”. Teknik motivasi dan teknik kepemimpinan yang berkembang dan dikembangkan dalam era ini juga menganggap manusia sebagai bagian dari alat produksi. Manusia harus dirangsang oleh sesuatu yang dari luar, extrinsic motivation, untuk berperilaku sesuai dengan keinginan organisasi seperti tehnik motivasi yang dikemukakan oleh Vrom, Porter & Lawler, teori Equity dari Adam. Teori-teori dan teknik-teknik kepemimpinan yang berkembang di era ini pun bersifat behaviouristik, yang menganggap manusia itu makhluk yang pasif, yang bisa digerakkan untuk kepentingan tertentu–dalam hal ini kepentingan organisasi. Teknik-teknik kepemimpinan dalam mengelola sumberdaya manusia pada era ini berdasarkan pada dua sumbu utama, yaitu “sumbu tugas” dan “sumbu manusia”. Dimulai dari model Ohio, dan dikembangkan lebih lanjut oleh University Michigan, menghasilkan berbagai teori dan model kepemimpinan seperti Managerial Grid dari Blake & Mouton, Situational Leadership dari Hersey Blanchard, Path Goal theory dari House & Mitchel, Contingency theory-LPC dari Fiedler, ataupun teori kepemimpinan Vroom, Yetton & Jago yang semuanya lebih bersifat preskriptif (Daft, Richard L., 2002).
Hadirin yang saya hormati:

Era informasi yang sedang kita masuki sekarang ini mengharuskan kita melihat dan menanggapi organisasi secara lain, karena organisasi sekarang ini berada dalam situasi lingkungan yang berlainan, dengan tantangan dan kondisi yang berbeda dengan era industrialisasi. Perubahan- perubahan terutama dalam ilmu fisika mendorong suatu pemahaman baru tentang dunia yang kita alami, termasuk pemahaman tentang manusia yang ada dalam dunia. ”Adanya” manusia dan cara mengadanya mendapatkan pemaknaan secara berbeda dalam cahaya ilmu yang berubah. Perbedaan cara pandang, yang dikenal sebagai perubahan paradigma berpikir dalam memandang dunia dan manusia dapat dilihat dari tabel di berikut.
Era informasi ini juga merubah drivers organisasi. Kepemilikan modal, sumberdaya alam, tenaga kerja yang murah, mesin, dan teknologi tidak lagi menjamin bahwa organisasi akan mampu berkiprah dengan baik dalam suatu populasi organisasi. Era sekarang sangat mementingkan pemilikan dan penguasaan pengetahuan para anggota organisasi, sehingga driver utama bagi kelangsungan hidup organisasi adalah kepemilikan pengetahuan para anggotanya. Pengetahuan para anggota organisasi ini perlu dikelola lebih baik yang dikenal sebagai knowledge management. Nonaka membagi pengetahuan yang dimiliki organisasi menjadi dua yaitu tacit knowledge dan explicit knowledge. Tugas para pengelola organisasi adalah menjadikan tacit knowledge yang dimiliki anggota anggotanya menjadi explicit knowledge yang dimiliki bersama. Organisasi dalam era ini membutuhkan knowledge workers. Untuk dapat survive, organisasi sebaiknya mengubah pola pengelolaan sumberdaya manusia dalam organisasi, karena knowledge ini dimiliki oleh para anggota organisasi, dan akan keluar bersama anggota tersebut kalau dia meninggalkan organisasi. Bukan seperti mesin yang tetap tinggal dalam organisasi meskipun operatornya keluar dari organisasi.
Era knowledge economy membutuhkan karyawan-karyawan dan organisasi yang mampu melakukan proses pembelajaran secara terus- menerus, sehingga organisasi mampu menyesuaikan diri secara terus- menerus. Pembelajaran dalam organisasi tidak saja merupakan pembelajaran dari feedback negatif–yang disebut Argyris sebagai single loop learning, melainkan suatu proses pembelajaran yang dikenal sebagai double loop learning. Proses ini akan menghasilkan suatu learning organization (Senge, P. 1990).
Saat ini para pemimpin atau manajer organisasi/instansi harus berhadapan dengan arus perubahan yang cepat dan terus-menerus. Para pimpinan/manajer harus bekerja dengan pengambilan keputusan yang vital yang tidak dapat mengacu pada arah-arah pengembangan di masa yang lalu. Teknik-teknik manajemen harus secara berkesinambungan memperhatikan perubahan di lingkungan dan organisasinya, mengukur perubahan dan mengelolanya. Mengelola perubahan tidak hanya berarti mengendalikan saja namun juga mengadaptasinya atau bahkan mengarahkan sebagaimana mestinya.
Tentu saja hal ini membuat para pimpinan/manajer tidak dapat menguasai seluruh pemecahan masalah atau sumber daya bagi setiap situasi. Manajer seyogyanya mulai mempertimbangkan dan lebih mendengar pada para pegawainya. Konsekuensinya, bentuk baru sebuah organisasi menjadi hal yang umum dilakukan seperti, worker-centered teams, self-organizing dan self designing teams, dan sebagainya.
C. Gaya kepemimpinan
Secara normal ada 4 gaya kepemimpinan
Paternalisme. Ini termasuk gaya kepemimpinan hegemonik yang memanfaatkan pengaruh untuk memimpin.
Autoritarian atau autokratik. Pemimpin menggunakan gaya ini untuk mengatur bawahan agar melaksanakan apa yang diinginkan dan bagaimana harus mengerjakannya, tanpa memerlukan pertimbangan daripada bawahannya. Kondisi seperti ini diperlukan pada saat penyelesaian masalah, kemendesakan, dan ketika bawahan dalam motivasi yang tinggi.
Partisipatif atau demokratik. Gaya kepemimpinan ini melibatkan kedua belah pihak (atasan dan bawahan) untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Meskipun demikian, keputusan terakhir ada di tangan pemimpin. Tindakan ini diperlukan pada saat pemimpin tidak mempunyai informasi lengkap dan demikian juga bawahannya. Gaya ini adalah mutual yang menguntungkan dan efektif dalam kepemimpinan team.
Delegatif atau pemimpin bebas. Dalam gaya ini pemimpin menyerahkan keputusan kepada bawahannya, tetapi pemimpin harus tetap bertanggungjawab dengan keputusan tersebut. Gaya ini dibutuhkan ketika pemimpin mampu menganalisa situasi dan memutuskan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana melakukannya.
D. Model kepemimpinan
Mempelajari model-model kepemimpinan akan menolong kita untuk memahami tentang apa yang mempengaruhi tindakan para pemimpin dalam waktu realitas. Menurut Bolman & Deal (1991), sikap pemimpin yang sering ditunjukkan dapat digolongkan ke dalam empat kerangka berikut:
  1. Pendekatan struktural. Dalam situasi yang yang efektif, seorang pemimpin adalah seorang arsitek sosial yang mampu menganalisa dan merancang, tetapi dalam situasi yang tidak efektif, ia menjadi seorang tirani dengan gaya kepemimpinan mendetail. Kepemimpinan terfokus pada struktur, strategi, lingkungan, implementasi, ekesperimentasi, dan adaptasi.
  2. Pendekatan Sumber Daya Manusia. Dalam situasi efektif, para pemimpin adalah katalisator dan hamba yang menampilkan gaya kepemimpinan yang mendukung, menyokong, dan menguatkan, tetapi ketika dalam situasi yang tidak efektif menjadi penekan, dengan gaya kepemimpinan yang lepas dari prinsip-prinsip dan menipu.
  3. Pendekatan politik. Dalam situasi yang efektif, para pemimpin adalah penyokong, yang gaya kepemimpinan koalisi dan membangun, tetapi ketika dalam situasi yang tidak efektif, para pemimpin menjadi orang yang giat dengan gaya kepemimpinan manipulasi.
  4. Pendekatan simbolik. Dalam situasi efektif, para pemimpin adalah seorang nabi, dengan gaya kepemimpinan inspiratif; tetapi dalam situasi yang tidak efektif, menjadi fanatik atau bodoh; dengan gaya kepemimpinan ‘mengasapi’ dan bias.
E. Pemimpin harus Transformatif
Dalam menentukan arah kepemimpinan, diperlukan sebuah transformasi. Transformasi menjadi sebuah kebutuhan mendasar walaupun sulit dan memerlukan investasi waktu yang panjang; tetapi merupakan faktor penentu keberhasilan dan keefektifan eksistensi kepemimpinan Anda.
Proses transformasi kepemimpinan dapat membawa hasil yang efektif jika ada unsur-unsur sebagai berikut:
  1. Kepemimpinan yang kuat. Seorang pemimpin bukanlah seorang diktator/otoriter, tetapi pemimpin team yang bekerja habis-habisan untuk organisasi dan dengan berani mempertaruhkan jabatan dan kedudukannya untuk menghadapi fakta-fakta brutal. Kepemimpinan yang kuat juga bukanlah seorang populis yang cenderung mencari aman dan menghindari tekanan-tekanan.
  2. Dukungan bawahan. Pemimpin yang kuat tidak ada artinya jika tidak didukung oleh bawahan-bawahannya yang rela mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, dan masa depannnya. Mereka rela menghadapi masa-masa sulit, stress, masa-masa yang penuh dengan ketidakpastian, dan mungkin pula komentar-komentar yang tidak sehat dari berbagai pihak. Mereka bertarung di antara teman-teman, melewati konflik demi konflik, sampai akhirnya menemukan jalan.
  3. Komunikasi yang jelas. Pemimpin harus punya seni dalam berkomunikasi, baik verbal maupun non-verbal. Kepemimpinan memerlukan komunikasi massa yang melibatkan banyak orang. Tanpa kepiawaian komunikasi dan dukungan team komunikasi yang baik, kepemimpinan tidak akan efektif.
  4. Komitmen pemimpin. Pemimpin juga harus membangun komitmen yang harus dimulai dari dirinya sendiri.
Kepemimpinan sejati adalah panggilan hidup. Filsuf besar Cina, Lao Tsu, ketika ditanya oleh muridnya tentang siapakah pemimpin yang sejati, ia menjawab: “Seringkali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota team akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri.” Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan maximizer. Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian dari mereka yang dipimpinnya. Kepemimpinan sejati didasarkan pada kerendahan hati.
BAB III
PENUTUP
A. Saran – saran
 Memberdayakan lebih baik daripada hanya mendelegasikan.
 Milikilah keberanian memimpin orang-orang dengan bertanggungjawab.
 Bergaullah dengan para pemimpin sesering mungkin. Catatlah apa yang Anda anggap penting dari mereka.
 Menjadi contoh yang baik adalah lebih baik daripada seorang pemberi nasehat.
 Seorang pemimpin yang luar biasa adalah pemimpin yang membawa orang-orang biasa melakukan pekerjaan yang luar biasa.
 Salah satu karakteristik kepemimpinan yang layak adalah bahwa para pemimpin dituntut lebih banyak daripada pengikutnya.
B. Kesimpulan
Kesimpulan: Apakah Ada Gaya Kepemimpinan Terbaik?
Leader yang efektif dan sukses mampu mengadaptasikan gaya leadership mereka pada persyaratan kondisi yang tepat, maka itu, harus melihat sudut pandang teori leadership. Meskipun penelitian tidak berhasil menemukan ilmu teori perilaku yang cocok, tidak membuat teori menjadi tidak dapat digunakan. Alasan utama mengapa tidak ada satu gaya leadership yang cocok adalah karena kepemimpinan pada dasarnya adalah bergantung pada situasi (situasional) dan berkesinambungan. Manajer yang efektif tidak hanya harus mengetahui gaya leadership mana yang cocok, tetapi juga harus melaksanakannya dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA
  1. (U.S. Army Handbook, 1973):
  2. (Kouzes & Posner, 1987)
  3. (Bruce & Stan, 2001)
  4. (Daft, Richard L., 2002).
  5. Taylor –> Scientific Management –> 1911
  6. Mayo –> Hawthorne Studies –> 1933
  7. Coch-French –> Michigan Studies –> 194

Tidak ada komentar:

Posting Komentar