ALIGNMENT
A.
Pengertian Aligning
Saat menyaksikan
perlombaan olah raga perahu naga, maka terdapat sejumlah hal yang menarik yang
perlu dicermati. Pertama tentunya adalah dalam hal jumlah pedayung. Walaupun
terdapat begitu banyak pedayung, namun perahu tetap dapat melaju lurus. Yang
kedua, adalah cara para pedayung itu memainkan dayungnya. Terlihat bagaimana
mereka melakukannya seirama, mengayunkan dayungnya ke dalam air dengan selaras.
Tanpa adanya keselarasan, tidak peduli seberapa kuat tenaga yang diayunkan
setiap orang, perahu itu kemungkinan hanya akan berputar-putar saja atau
terseok-seok. Ketiga, adalah adanya sosok yang berada di haluan perahu dengan
tugas memukul semacam tambur. Alunan dari tambur itulah yang akan menjadi
pemandu bagi para pedayung untuk memainkan dayungnya seirama. Irama itu juga
berperan untuk memberikan semangat kepada para pedayung untuk terus
mengeluarkan upaya terbaiknya.
Gambaran di atas mencerminkan
bagaimana menciptakan sinergi di dalam organisasi. Dengan adanya sinergi,
secara bersama-sama tim akan memperoleh hasil yang optimal, terutama di dalam
proses implementasi strategi. Tantangan yang umumnya dihadapi adalah membangun
kesatuan fokus dari semua satuan kerja kepada strategi organisasi. Satuan kerja
di dalam organisasi diibaratkan sebagai para pedayung tadi. Setiap satuan
kerja tentunya masing-masing diharapkan untuk menghasilkan kinerja yang
optimal. Namun yang jauh lebih penting adalah bagaimana agar hasil kerja dari
seluruh satuan kerja dapat memberikan hasil yang juga optimal pada tataran
organisasi.
Contoh klasik yang
sering diutarakan adalah bagaimana unit operasi mengganggap bahwa rekannya di
unit penjualan cenderung untuk over-promise. Di sisi lain unit penjualan
menggangap bahwa rekannya di unit operasi cenderung untuk under-deliver.
Salah perspesi semacam ini dapat timbul apabila masing-masing unit kerja
menjadikan target unitnya masing-masing sebagai acuan tunggal, tanpa mengindahkan
kapabilitas dari unit lain. Ketidakharmonisan ini akan semakin parah apabila
tidak ada sasaran strategis rujukan pada level organisasi yang menjadi acuan
kolaborasi antar unit kerja.
Menciptakan kolaborasi
antar unit kerja merupakan peran yang perlu dimainkan oleh jajaran eksekutif
organisasi sebagai “penabuh tambur dalam perahu naga”. Tim eksekutif secara
bersama-sama perlu menegaskan arah strategis yang ingin dijalani oleh
organisasinya (seperti irama yang selaras dari menabuh tambur). Mereka juga
yang memberikan semangat motivasi bagi seluruh elemen organisasi di dalam
menjalani rute strategis tersebut.
Secara
teknis, proses untuk menciptakan keselarasan strategis (strategic alignment)
pada suatu organisasi dimulai dari tataran tim eksekutif. Perlu terdapat suatu konsensus di antara tim
eksekutif tentang tujuan dan sasaran strategis yang ingin dicapai. Mereka
pun perlu sepakat tentang cara mengukur pencapaian sasaran strategis tersebut.
Konsensus ini penting karena inilah dasar rujukan bagi seluruh unit organisasi
untuk menunjukan kontribusi mereka terhadap pencapaian sasaran tersebut.
Aligning berkaitan
erat dengan Balanced Scorecard (BSC) yang telah menjadi jargon bisnis yang sangat populer
sejak diperkenalkan pertama kali di awal 90-an hingga dewasa ini. Balanced
Scorecard adalah
Suatu sistem manajemen strategik yang secara komprehensif
dapat memberikan pemahaman tentang performance organisasi. Sistem manajemen
tersebut memandang unit organisasi dari empat perspektif, yaitu perspektif
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta proses pembelajaran dan
pertumbuhan.
Pencetus gagasan ini, Robert Kaplan
dan David P. Norton mengibaratkan bahwa bila kita ingin naik ke pesawat terbang
dimana pilotnya hanya menggunakan satu ukuran dalam menerbangkan pesawatnya,
yaitu kecepatan udara, maukah kita naik ke pesawat tersebut? Tentu saja tidak.
Demikian halnya dengan cara kita menilai bisnis dimana pada saat itu kesehatan
sebuah perusahaan hanya dilihat dari satu indikator yaitu finansial belaka.
Kaplan dan Norton dalam artikel
pertamanya, The Balanced Scorecard: Measures That Drive Performance,
telah menekankan perlunya sistem ukuran kinerja yang berimbang dengan
menambahkan perspektif pelanggan, proses,
pembelajaran dan pertumbuhan.
Sejak itu dunia usaha riuh rendah
berlomba untuk menjalankan Balanced Scorecard (BSC) di perusahaan
masing-masing, banyak perusahaan tidak menyadari bahwa benang merah yang ingin
ditanamkan oleh Kaplan dan Norton bukanlah pada kecanggihan dalam sistem ukuran
kinerja, namun justru bermuara pada satu hal: bagimana strategi suatu
perusahaan dijalankan secara efektif. Kaplan dan Norton dengan tegas menyampaikan
bahwa eksekusi yang konsisten dari strategi perusahaan jauh lebih penting dari
pada kualitas strategi itu sendiri. Artinya, kedua penulis ini menekankan bahwa
konsistensi dalam penerapan sebuah strategi bisnis merupakan hal penting dan
berdampak signifikan bagi pertumbuhan bisnis.
Alignment menurut
Kaplan
dan Norton berdasarkan pada pemahaman bahwa sebagian besar perusahaan terdiri
dari beberapa bisnis dan unit pendukung dimana masing-masing mempunyai staf dan
eksekutif handal. Namun seringkali upaya setiap unit tidak terkoordinasi dengan
baik yang akhirnya menimbulkan konflik, hilangnya kesempatan dan menurunnya kinerja
usaha secara keseluruhan. Kaplan dan Norton menekankan bahwa tanggung-jawab
untuk penyelarasan berada di kantor pusat. Menurut mereka menerapkan sistem
manajemen BSC dalam formulasi strategi korporasi, dengan mengambil contoh
perusahaan-perusahaan yang telah mencapai sinergi dengan secara eksplisit
mendefinisikan peran kantor pusat dalam menetapkan, mengkoordinasi dan
memonitor strategi perusahaan.
Berdasarkan riset terhadap
organisasi/perusahaan di dunia, Kaplan dan Norton menunjukkan bagaimana perusahaan
tersebut dapat menetapkan peta strategi dan BSC yang secara jelas mengartikulasikan
proposisi nilai (value) pada tingkat
korporasi. Peta strategi adalah suatu dashboard
(panel instrument) yang memetakan sasaran strategi organisasi dalam suatu kerangka hubungan sebab akibat
yang menggambarkan keseluruhan perjalanan strategi organisasi.
Kaplan dan Norton memberi contoh studi kasus di Bank Of Tokyo – Mitsubishi yang
mulai mengimplementasi BSC sejak tahun 2001 dengan tujuan untuk meningkatkan akuntabilitas, kerjasama, dan
mengurangi risiko. Dengan jelas diilustrasikan bagaimana empat persepektif
dalam BSC diformulasikan melalui hubungan sebab-akibat mulai dari SDM, proses
internal (dengan penekanan pada pertumbuhan pendapatan, pengelolaan risiko dan
peningkatan produktivitas), pelanggan, dan finansial. Peta tersebut juga
menunjukkan sasaran dari bank secara keseluruhan, sasaran spesifik setiap unit
dan sasaran yang berlaku umum. Proses pengelolaan risiko juga diilustrasikan
dengan jelas mulai dari tingkat korporasi, diturunkan (cascade) ke tingkat unit
bisnis hingga samapi ke tingkat divisi. Pada arah sebaliknya (bottom-up)
merupakan proses agregasi risiko.
Tujuan yang diharapkan dari alignment adalah terjadinya efek sinergi
dimana penggabungan dari komponen yang ada akan menghasilkan hal yang jauh
lebih besar daripada penjumlahan masing-masing individu. Perusahaan-perusahaan
yang tergolong di dalam Balanced Scorecard Hall of Fame telah
menunjukkan bahwa strategi dapat dijalankan dengan sukses.
B. Proses Penyelerasan
Banyak organisasi melakukan sinergi
antar unit, tetapi dengan cara terpisah-pisah dan tidak terkoordinasi.
Organisasi tidak memperlakukan penyelarasan sebagai sebuah proses manajemen. Ketika
tidak seorangpun merasa bertanggung jawab untuk penyelarasan dalam organisasi,
maka kesempatan untuk menciptakan value melalui sinergi akan hilang. Oleh sebab
itu aligment harus diperlakukan
sebagai sesuatu yang istimewa, antara lain top manajer harus menjadi orang yang
paling bertanggung jawab untuk menjamin terlaksananya penyelarasan dalam
organisasi. Adapun proses penyelarasan terdiri dari;
1. Enterprise
value proposition,
yaitu organisasi merumuskan garis besar
operasional impelementasi strategi untuk mempengaruhi dari level bawah
sampai level atas organisasi.
2. Board
and shareholder alignment,
yaitu pemilik dan direktur mereview, menyetujui, dan memonitor strategi
organisasi.
3. Corporate
office to corporate support unit, yaitu strategi organisasi diwujudkan kedalam kebijakan
organisasi yang akan diadministrasikan oleh unit-unit dalam organisasi
4. Corporate
office to business unit,
yaitu prioritas organisasi disosialisasikan ke semua elemen dalam organisasi
5. Business
unit to support unit,
yaitu prioritas strategi bisnis dari elemen- elemen dalam organisasi
disosialisaikan ke elemen fungsional
6. Business
unit to customer,
yaitu organisasi diwujudkan harapan
konsumen dan meminta umpan balik dari mereka.
7. Business
support unit to suppliers and other external partners, yaitu organisasi mewujudkan semua
kepentingan pihak di luar organisasi seperti, supplier dan sekutu organisasi.
8. Corporate
support ,
yaitu organisasi pusat dan unit dibawahnya mendukung strategi organisasi
C. Jenis- Jenis Aligning
Ketika Herb Kelleher, pendiri dan
CEO Southwest Airlines, sedang melakukan interview untuk kandidat CEO di
Southwest Airlines. Saat itu ia sedang menginterview Howard Putnam dan karena
Kelleher agak lelah, menarik mundur kursinya, duduk lebih relax, berusaha
membuat dirinya lebih santai, dan mengeluarkan kakinya dari sepatu.
Saat Howard Putnam melihat kaus kaki Herb Kelleher yang robek, ia seketika itu
juga berkata dengan yakin: “Mr. Kelleher sayalah kandidat yang paling tepat
untuk menjadi CEO Southwest Airlines.” Kelleher mengerutkan dahinya dan
bertanya kenapa Putnam bisa begitu yakin. “Karena seperti Anda, kaus kaki saya
juga robek,” jawab Putnam, sambil mengeluarkan kakinya dari sepatu. Kelleher
tersenyum, setelah melanjutkan wawancara beberapa lama, iapun menjabat tangan
Putnam dan mengangkat Putnam menjadi CEO di Southwest.
Ada hal yang menarik dalam cerita di
atas, yaitu terjadinya value alignment atau penyelarasan nilai, antara
Kelleher, Putnam dan Southwest Airlines. Apa kaitannya kaus kaki yang robek
dengan semu ini? Herb Kelleher adalah milyuner pendiri dan pemilik perusahaan penerbangan
yang besar,Howard Putnam adalah eksekutif puncak dan professional dengan
gaji besar yang sebelumnya juga sudah sukses, keduanya adalah orang yang secara
materi sudah jauh dari mapan, lalu kenapa keduanya masih memakai kaus kaki yang
robek? Jawabannya: kaus kaki yang robek inilah yang merupakan cerminan bahwa
keduanya merupakan pribadi yang cost
conscious, sama-sama hemat, sama-sama merasa pengeluaran sebaiknya
difokuskan kehal-hal yang penting dan strategis,
Ketika organisasi mencari kandidat
yang tepat untuk suatu posisi, sering yang diutamakan adalah capabilities
alignment atau penyelarasan kapabilitas, background pendidikan dan pengalaman,
untuk memastikan yang bersangkutan bisa menjadi the right person at the right place. Ketika ditanya kenapa Anda
adalah kandidat yang tepat untuk posisi ini? Banyak orang menjawab dengan
mengetengahkan latar belakang kapabilitas berupa pengalaman dan pendidikan
formal yang menurutnya dibutuhkan untuk sukses pada posisi itu, dengan kata
lain: ia orang yang mampu.
Kita perlu menggali lebih dalam,
sebelum masuk ke penyelarasan kemampuan atau kompetensi antara pekerja dan
pekerjaan, kita perlu melihat “why”
seseorang cocok untuk suatu posisi. Apa core
value yang dibutuhkan di perusahaan Anda dan apakah kandidat Anda
memilikinya? Apple selalu mencari kandidat yang bisa memperlihatkan bahwa
mereka “think different”, sesuai
dengan tag line mereka. Kandidat yang
tidak mampu berpikir berbeda tidak menarik buat Apple. Suatu perusahaan
multi-finance yang memposisikan dirinya sebagai “The Express Financing
Companies” membutuhkan kandidat yang mempunyai “kesigapan” sebagai core value-nya.
Value
alignment
atau keselarasan nilai antara organisasi/perusahaan dan kandidat karyawan
sangat dibutuhkan. Jadi value alignment
harus dijadikan sebagai prasyarat yang dibutuhkan, sebelum dilanjutkan dengan
melihat capability alignment atau
keselarasan kemampuan. Value alignment
dapat menghasilkan the right person at
the right place.
Secara teknis, proses
untuk menciptakan keselarasan strategis (strategic alignment) pada suatu
organisasi dimulai dari tataran tim eksekutif. Perlu terdapat suatu konsensus di antara tim eksekutif tentang tujuan dan
sasaran strategis yang ingin dicapai. Mereka pun perlu sepakat tentang
cara mengukur pencapaian sasaran strategis tersebut. Konsensus ini penting
karena inilah dasar rujukan bagi seluruh unit organisasi untuk menunjukan
kontribusi mereka terhadap pencapaian sasaran tersebut.
Kegiatan berikutnya
adalah membentuk sinergi strategi dan kinerja melalui apa yang disebut dengan
proses penyelarasan vertikal (vertical
alignment) dan penyelarasan
mendatar (horizontal alignment). Pada aras penyelarasan vertikal, unit-unit kerja
akan mengidentifikasi aspek kinerja strategis manakah pada level organisasi
yang relevan bagi mereka. Selanjutnya unit kerja terkait memformulasi sasaran
kinerja di level unit yang dibutuhkan untuk memberi kontribusi terhadap
pencapaian sasaran strategis organisasi.
Penyelarasan mendatar mencerminkan kerjasama antar unit kerja. Pada aras ini, suatu
unit kerja akan mendemonstrasikan bagaimana mereka dapat berkontribusi terhadap
peningkatan kinerja unit yang lain (sebagai pelanggan internal) sehingga unit
“pelanggan” ini mampu memberikan pengaruh strategis secara vertikal kepada
organisasi. Proses penyelarasan mendatar umumnya akan dilakukan oleh unit-unit
kerja yang bersifat pendukung, semisal divisi pengadaan, teknologi informasi,
keuangan, dan sumber daya manusia. Secara teknis, unit kerja pendukung akan
membangun sasaran kinerja di level unit yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan
internal. Jika hal ini dilakukan dengan tepat, maka mereka juga telah
menunjukkan bagaimana mereka berkontribusi secara tidak langsung terhadap
pencapaian sasaran kinerja organisasi. Jika seluruh upaya penyelarasan kinerja
strategis ini dilakukan dengan seksama, sungguh-sungguh dan konsisten maka working
together is success”.
D. Organisasi Pembelajar
Kesuksesan
organisasi pada saat ini sangat tergantung pada kemampuan organisasi tersebut
untuk belajar dan merespon perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat.
Manajer organisasi yang sukses adalah orang yang mampu secara efektif
menggunakan kebijaksanaan, mengelola organisasi dengan berbasis ilmu
pengetahuan, dan melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan. Disinilah letak
pentingnya organisasi pembelajar. Organisasi
pembelajar adalah pengembangan kapasitas organisasi untuk terus belajar,
beradaptasi dan berubah.
Sugeng
Prabowo (2010) berpendapat bahwa secara konseptual organisasi dapat dibedakan
menjadi organisasi tradional dan organisasi pemebalajar. Ada sepuluh factor
yang membedakan antara konsep organisasi tradisional dengan konsep organisasi
pembelajar. Adapun perbedaan kedua konsep tersebut sebagai berikut:
Faktor
Pembeda Organisasi
No.
|
Konsep
Organisasi Tradisional
|
Konsep
Organisasi Pembelajar
|
1
|
Stabilitas
|
Perubahan yang tidak berkesudahan
|
2
|
Hirarkhis Birokratis
|
Kepemimpinan dari setiap orang
|
3
|
Organisasi yang kaku
|
Fleksibilitas
|
4
|
Pengendalian melalui aturan
|
Pengendalian melalui visi dan value
|
5
|
Informasi yang tertutup
|
Informasi yang disebarluaskan
|
6
|
Menerima hanya pada hal-hal yang
pasti
|
Menerima keraguan
|
7
|
Reaktif dan menghindari resiko
|
Proaktif, dan keberanian
menanggung resiko
|
8
|
Berfokus ke internal organisasi
|
Berfokus pada lingkungan kompetitif
|
9
|
Keunggulan bertahan
|
Keunggulan kompetitif yang berubah
|
10
|
Bersaing pada pasar yang ada
|
Bersaing pada pasar masa depan
yang kontemporer
|
Perkembangan organisasi pembelajar
dalam pendidikan di Indonesia terus mengalami perkembangan. Hal ini dapat terlihat
dari berbagai hal, mulai dari kebijakan
penyelenggaraan dari pemerintah, sampai dengan perubahan sebagai hasil
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan sebagai akibat kebijakan
pemerintah misalnya, perubahan dari sistem sentralisasi menjadi sistem
desentralisasi sehingga muncul model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS),
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Perubahan pola
pengelolaan, sehingga muncul Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan, dan lain-lain.
Perubahan yang berkaitan dengan
perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi misalnya perubahan dalam proses
pembelajaran, sehingga menghasilkan teori pembelajaran quantum (quantum
teaching/ learning), pembelajaran aktif (active learning), pembelajaran
kontekstual (contextual teaching learning). Perubahan dalam manajemen
misalnya Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), penggunaan
alat analisis Balance Scorecard, dan lain-lain.
Kondisi perubahan yang cepat dan
faktor persaingan yang tinggi mendorong pentingnya organisasi pembelajar (learning
organization). Organisasi Pembelajar menurut Pedler, Boydell dan Burgoyne
(1988) adalah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh
anggotanya dan secara terus menerus untuk dapat mentransformasi diri. Menurut
Dale (2003) organisasi pembelajar adalah organisasi yang; 1) mempunyai suasana
dimana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan
mengembangkan potensi penuh mereka, 2) memperluas budaya belajar ini sampai
pada pelanggan, pemasok dan stakeholder lain yang signifikan, 3)
menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan
bisnis, dan 4) berada dalam proses transformasi organisasi secara terus
menerus.
Lembaga pendidikan harus mampu
mendorong melahirkan kondisi prasyarat yang oleh Peter Senge (1990) disebut
sebagai lima hal inti dalam pembentukan organisasi pembelajar. Kondisi
prasyarat tersebut harus dirancang dan dilaksanakan secara sistematis oleh
lembaga pendidikan yaitu: (1) Keahlian Pribadi (Personal Mastery),
(2) Model Mental (Mental Model), (3) Visi Bersama (Shared
Vision), (4) Pembelajaran Tim (Team Learning), dan (5) Pemikiran
Sistem (System Thinking).
Personal Mastery adalah suatu budaya dan norma
organisasi yang diterapkan sebagai cara bagi semua individu dalam organisasi
untuk bertindak dan melihat dirinya. Penguasaan pribadi ini mestinya harus
sangat dikuasai oleh orang-orang yang bekerja di lembaga pendidikan.
Mental Model adalah suatu aktivitas perenungan
yang dilakukan dengan terus menerus mengklarifikasikan dan memperbaiki
gambaran-gambaran internal kita tentang dunia, dan melihat bagaimana hal itu
membentuk tindakan dan keputusan kita. Model mental terkait dengan bagaimana
seseorang berpikir dengan mendalam tentang mengapa dan bagaimana dia melakukan
tindakan atau aktivitas dalam berorganisasi.
Shared Vision adalah suatu gambaran umum dari
organisasi dan tindakan organisasi yang mengikat orang-orang secara
bersama-sama dari keseluruhan identifikasi dan perasaan yang dituju. Dengan
visi bersama, organisasi dapat membangun komitmen yang tinggi dalam organisasi.
Selain itu organisasi dapat pula menciptakan gambaran-gambaran atau mimpi-mimpi
bersama tentang masa depan yang ingin dicapai, serta prinsip-prinsip dan
praktek-praktek penuntun yang akan digunakan dalam mencapai masa depan
tersebut.
Team Learning adalah suatu keahlian percakapan
dan keahlian berpikir kolektif dalam organisasi. Kemampuan organisasi untuk
membuat individu-individu cakap dalam percakapan dan cakap dalam berfikir
kolektif tersebut akan dapat meningkatkan kecerdasan dan kemampuan organisasi.
Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa kecerdasan organisasi jauh lebih besar
dari jumlah kecerdasan-kecerdasan individunya.
Systems Thinking adalah suatu cara dalam menganalisis
dan berpikir tentang suatu kesatuan dari keseluruhan prinsip-prinsip organisasi
pembelajar. Tanpa kemampuan menganalisis dan mengintegrasikan disiplin-disiplin
organisasi pembelajar, tidak mungkin dapat menerjemahkan disiplin-displin itu
kedalam tindakan organisasi yang lebih luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar