STRATEGI DALAM PROMOSI KESEHATAN
DR. Safrudin, SKM, M.Kes.
A.
Stategi promosi
kesehatan (Advokasi)
Pengertian dan Prinsip Advokasi dalam Promosi Kesehatan
Pengertian umum dari kegiatan advokasi
adalah, “strategi untuk mempengaruhi para pengambil keputusan
khususnya pada saat mereka menetapkan peraturan, mengatur sumber daya dan mengambil
keputusan-keputusan yang menyangkut
khalayak masyarakat”. Hal tersebut
menunjukkan bahwa Advokasi diartikan sebagai
upaya pendekatan terhadap orang lain yang dianggap
mempunyai pengaruh terhadap
keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan. Oleh karena itu yang menjadi
sasaran advokasi adalah para pemimpin atau pengambil kebijakan
(policy makers) atau pembuat
keputusan (decision makers) baik di institusi pemerintah maupun swasta.
Sedangkan ahli lain menyatakan bahwa Advokasi secara
harfiah berarti pembelaan, sokongan atau bantuan
terhadap seseorang yang mempunyai permasalahan. Istilah advokasi mula-mula digunakan di bidang
hukum atau pengadilan. Menurut Johns Hopkins
(1990) advokasi adalah usaha untuk
mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif. Istilah advocacy/advokasi di bidang kesehatan mulai digunakan dalam program
kesehatan masyarakat pertama
kali oleh WHO
pada tahun 1984
sebagai salah satu strategi global
Pendidikan atau Promosi Kesehatan. WHO merumuskan bahwa dalam mewujudkan visi dan misi Promosi Kesehatan secara efektif menggunakan 3 strategi pokok, yaitu:
1) Advocacy, 2) Social support, 3) Empowerment.
Seperti dijabarkan dalam
PMK no. 004 thn 2012,
bahwa “Advokasi perlu
dilakukan, bila dalam upaya memberdayakan pasien
dan klien, rumah
sakit membutuhkan dukungan
dari pihak-pihak lain. Misalnya dalam rangka mengupayakan lingkungan rumah sakit
yang tanpa asap rokok,
rumah sakit perlu
melakukan advokasi kepada
wakil-wakil rakyat dan pimpinan
daerah untuk diterbitkannya peraturan tentang
Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) yang mencakup di rumah sakit.” Prinsipnya hal
tersebut menunjukkan bahwa strategi advokasi merupakan hal penting dan meliputi proses kerja yang tidak sederhana pula. Karenanya dibutuhkan tahapan kerja yang jelas
dalam pelaksanaannya yang
akan disampaikan selanjutnya.
Prinsip dasar Advokasi
tidak hanya sekedar
melakukan lobby politik,
tetapi mencakup kegiatan persuasif, memberikan semangat dan bahkan sampai
memberikan pressure
atau tekanan kepada
para pemimpin institusi
Metode atau cara dan teknik advokasi untuk mencapai tujuan ada
bermacam-macam,
Yaitu :
a.
Lobi
politik (political lobying)
b.
Seminar/presentasi
c.
Media
d.
Perkumpulan
Ada 8 unsur dasar advokasi, yaitu
:
a.
Penetapan
tujuan advokasi
b.
Pemanfaatan data dan riset
untuk advokasi
c.
Identifikasi
khalayak sasaran
d.
Pengembangan dan penyampaian pesan
advokasi
e.
Membangun koalisi
f.
Membuat
presentasi yang persuasif
g.
Penggalangan
dana untuk advokasi
h.
Evaluasi
upaya advokasi.
Ada 5 pendekatan utama
advokasi,yaitu :
a.
Melibatkan
para pemimpin
b.
Bekerja
dengan media massa
c.
Membangun kemitraan
d.
Memobilisasi massa
e.
Membangun kapasitas
2. Tujuan Advokasi dalam Promosi kesehatan
Seperti
diuraikan sebelumnya bahwa proses Advokasi ini bertujuan untuk mempengaruhi para pengambil keputusan khususnya yang
menyangkut keputusan terhadap masyarakat. Secara
mendetail, tujuan dari Advokasi meliputi hal-hal berikut ini :
a. Komitmen politik
(Political commitment)
Komitmen para pembuat keputusan
atau penentu kebijakan
sangat penting untuk mendukung atau mengeluarkan
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kesehatan
masyarakat, misalnya untuk pembahasan kenaikan anggaran kesehatan, contoh konkrit
pencanangan Indonesia Sehat
2010 oleh presiden. Untuk meningkatkan komitmen ini sangat dibutuhkan advokasi yang baik.
b. Mendapatkan dukungan
kebiajakan (Policy support).
Adanya komitmen politik dari para
eksekuti, maka perlu ditindaklanjuti dengan advokasi lagi agar dikeluarkan
kebijakan untuk mendukung program yang telah memperoleh komitmen politik
tersebut.
c. Mendapatkan penerimaan sosial (Social acceptance)
artinya
diterimanya suatu program oleh masyarakat. Suatu program kesehatan yang telah memperoleh komitmen dan dukungan kebijakan, maka langkah selanjutnya adalah mensosialisasikan program
tersebut untuk memperoleh dukungan masyarakat.
d. Mendapatkan Dukungan
sistem (System support)
Agar suatu
program kesehatan berjalan
baik maka perlunya sistem atau prosedur
kerja yang
jelas mendukung.
3. Pelaksana Advokasi dalam
Promosi kesehatan
Untuk mencapai
tujuan dari penerapan promosi kesehatan tersebut di atas, dalam realisasinya
membutuhkan faktor-faktor yang dapat mendukung keberhasilannya. Seperti telah
dibahas dalam modul sebelumnya, promosi kesehatan perlu didukung oleh sumber
daya yang memadai dan sesuai
dengan kebutuhan, sumber
daya yang dibutuhkan seperti halnya metode dan media yang
tepat, serta beberapa
sarana/prasarana yang dipakai
dalam kegiatan promosi kesehatan diantaranya peralatan multimedia,
komputer/laptop, dan lain- lain.
Sedangkan sumber daya yang utama dan yang akan menggunakan
media maupun sarana
pendukung tersebut adalah sumber daya manusia. Sumber daya utama yang diperlukan tersebut adalah
pelaksana dari penerapan promosi kesehatan pada
klien. Dalam hal ini pelaksana utama
dari penerapan promosi
kesehatan adalah:
a.
Semua petugas kesehatan yang melayani klien.
Bila berada dalam
tatanan klinik, maka pelaksana yang terlibat adalah
petugas kesehatan yang bekerja dalam rumah sakit, puskesmas, balai kesehatan, dan lain lain.
Semua tenaga kesehatan
di sini termasuk petugas medis maupun tenaga
profesional yang terlibat dalam penanganan klien.
b.
Tenaga khusus promosi
kesehatan, yaitu para
pejabat fungsional Penyuluh
Kesehatan Masyarakat.
Prinsip dasar Advokasi
tidak hanya sekedar
melakukan lobby politik,
tetapi mencakup kegiatan persuasif, memberikan semangat dan bahkan sampaimemberikan pressure atau
tekanan kepada para pemimpin institusi. Karenanya, sangat penting bagi
pelaksana advokasi untuk meningkatkan ketrampilan berkomunikasi. Peran komunikasi sangat penting, sehingga komunikasi dalam
rangka advokasi kesehatan memerlukan kiat khusus agar dapat berjalan efektif.
Kiat-kiatnya antara lain sebagai berikut:
1)
Jelas (clear)
2)
Benar (correct)
3)
Konkret (concrete)
4)
Lengkap (complete)
5)
Ringkas (concise)
6)
Meyakinkan (convince)
7)
Konstekstual (contexual)
8)
Berani (courage)
9)
Hati–hati (coutious)
10)
Sopan (courteous)
4. Sasaran Advokasi dalam
Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan mempunyai prinsip yang
lebih spesifik dalam tiap ruang lingkupnya. Sasaran
penerapan promosi kesehatan pada klien bisa dilihat dari tatanan yang dituju, Berdasarkan/berpatokan pada program PHBS, dikembangkan 5 setting/tatanan
promosi kesehatan yaitu
di rumah/tempat tinggal
(where we live), di sekolah (where
we learn), di tempat
kerja (where we work), di tempat-tempat umum (where we play and do everything) dan di sarana
kesehatan (where we get health services).
a.
Promosi
kesehatan di sarana pelayanan kesehatan (RS, klinik dan puskesmas). Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI no. 004 thn 2012, bahwa
yang disebut penerapan
promosi kesehatan di rumah sakit adalah: “upaya
rumah sakit untuk meningkatkan kemampuan
pasien, klien, dan kelompok-kelompok masyarakat, agar pasien dapat mandiri dalam
mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, klien
dan kelompok-kelompok masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan
kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan,
dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, melalui
pembelajaran dari, oleh,
untuk, dan bersama mereka, sesuai sosial budaya
mereka, serta didukung kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan.” Hal tersebut
menunjukkan bahwa sasaran dari penerapan promosi kesehatan di Rumah
Sakit adalah pasien
dan keluarga, klien,
serta kelompok- kelompok masyarakat. Penerapannya bisa dilakukan sejak pertama kali
masuk Rumah Sakit di ruang pendaftaran, pasien rawat jalan,
pasien rawat inap,
dan pasien dalam pelayanan penunjang medik.
Berdasarkan prinsip advokasi sebagai pendekatan pada masyarakat untuk
keberhasilan program
pengobatan/peningkatan kesehatan melalui layanan kesehatan, maka kegiatan yang
dapt dilakukan adalah:
•
Memberikan pemahaman kepada
pasien dan keluarga
atas masalah kesehatan yang diderita pasien
•
Memberdayakan pasien
dan keluarga dalam
kesehatan
•
Menerapkan “proses
belajar” di fasilitas
yankes
•
Mengembangkan
perilaku sehat
•
Memberikan
pesan kesehatan terkait dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan,
pencegahan serangan penyakit serta proses penyembuhan dan pemulihan
Sedangkan sasarannya adalah:
•
Penderita pada Berbagai Tingkat Penyakit, Misalnya: Pasien
penyakit akut v.s kronis; pasien
rawat jalan v.s rawat inap.
•
Kelompok atau
Individu yang Sehat
, Contoh: Keluarga pasien; tamu
•
Petugas di Fasilitas Yankes: Petugas medis, paramedis, non
medis; pimpinan, administrasi
dan teknis
b.
Promosi kesehatan di rumah tangga/masyarakat
Menekankan pada kegiatan kampanye
dan aktivitas lainnya
dengan target-target sasaran tertentu di dalam masyarakat. Fasilitator masyarakat dan petugas kesehatan setempat seperti sanitarian/petugas kesehatan lingkungan, PKK, kader
desa dan bidan desa secara bersama-sama
dapat melakukan kegiatan promosi kesehatan. Target/sasaran kegiatan seperti ibu muda
yang mempunyai anak
bayi/balita, ibu hamil, remaja putri, kelompok perempuan
dan kelompok laki-laki, karang taruna, kelompok miskin dan kelompok menengah
ke atas
Beberapa jenis
kegiatan yang dapat di lakukan dalam Promosi Kesehatan di Masyarakat, adalah:
•
Penyuluhan
kelompok terbatas
•
Penyuluhan
kelompok besar (masa)
•
Penyuluhan perorangan (penyuluhan antar teman/peer group education)
•
Pemutaran film/video
•
Penyuluhan
dengan metode demonstrasi
•
Pemasangan poster
•
Pembagian leaflet
•
Kunjungan/wisata kerja ke daerah
lain
•
Kunjungan rumah
•
Pagelaran kesenian
•
Lomba
kebersihan antar RT/RW/Desa
•
Kegiatan pemeliharaan dan membersihkan tempat-tempat umum
•
Kegiatan penghijauan di sekitar sumber
air
•
Pelatihan
kader, unit kesehatan
Materi ini akan dibahas lebih mendalam lagi pada KB-3 tentang Gerakan Pemberdayaan Masyarakat.
c.
Promosi
kesehatan di sekolah. (usaha kesehatan sekolah atau unit kegiatan medis di
perguruan tinggi)
Siswa sekolah
merupakan komunitas besar dalam masyarakat, dalam wadah organisasi sekolah yang telah mapan,
tersebar luas di pedesaan maupun
perkotaan, serta telah ada program usaha kesehatan sekolah. Diharapkan setelah
siswa sekolah mendapat pembelajaran perubahan perilaku di sekolah
secara partisipatif, dapat mempengaruhi
orang tua,
keluarga lain serta
tetangga dari siswa
sekolah tersebut. Siswa
sekolah dasar terutama kelas 3, 4 dan 5 Sekolah
Dasar merupakan kelompok
umur yang mudah menerima inovasi baru dan
mempunyai keinginan kuat untuk menyampaikan pengetahuan dan informasi yang mereka terima kepada orang lain. Program
promosi kesehatan di sekolah
harus diintegrasikan ke dalam program
usaha kesehatan sekolah, melalui koordinasi dengan
Tim Pembina UKS di tingkat Kecamatan, Kabupaten, Propinsi dan
Pusat. Program promosi
kesehatan di tempat
ibadah dilakukan untuk menggalakan kegiatan promosi
kesehatan dan melibatkan tokoh agama atau pemimpin tempat ibadah (imam masjid,
pendeta, pastor, pedande atau biksu). Diharapkan dengan melibatkan tokoh dan
pemimpin agama, perubahan perilaku
kesehatan dapat segera terwujud.
Adapun lingkup kegiatan
yang termasuk dalam kegiatan Promosi
Kesehatan Sekolah adalah sebagai berikut:
•
Pembangunan sarana air bersih, sanitasi
dan fasilitas cuci
tangan termasuk pendidikan menjaga
kebersihan jamban sekolah
•
Pendidikan pemakaian dan pemeliharaan jamban
sekolah.
•
Penggalakan cuci
tangan pakai sabun
(CTPS).
•
Pendidikan tentang hubungan air minum, jamban, praktek kesehatan individu,
dan kesehatan masyarakat.
•
Kampanye pemberantasan penyakit cacingan.
•
Pendidikan kebersihan saluran pembuangan.
•
Pelatihan guru
dan murid tentang
kebersihan dan kesehatan.
•
Kampanye, “Sungai Bersih,
Sungai Kita Semua”.
•
Pengembangan tanggungjawab murid, guru dan pihak-pihak lain yang terlibat
di sekolah.
Dalam kaitannya dengan kegiatan advokasi
di sekolah, maka program utama promosi
kesehatan di sekolah adalah:
1)
Menciptakan lingkungan sekolah yang sehat
a)
Aspek Non-Fisik (mental sosial)
b)
Aspek Fisik
•
Bangunan sekolah
dan lingkungannya
•
Pemeliharan
kebersihan perorangan dan lingkungan, Misal: kebersihan kulit, rambut, kuku,
mulut dan gigi; kebersihan ruang kelas,
kamar mandi
•
Keamanan
umum sekolah dan lingkungannya, Misal: ada pagar sekolah, halaman mudah dilewati,
•
P3K
2)
PendidikanKesehatan Tahap-tahap :
a)
Memberikan pengetahuan tentang prinsip dasar
hidup sehat
b)
Menimbulkan sikap dan perilaku
hidup sehat.
c)
Membentuk
kebiasaan hidup sehat
d)
Pemeliharaan dan Pelayanan Kesehatan di Sekolah
3)
Pemeliharaan dan Pelayanan Kesehatan di Sekolah
Terkait dengan
hal tersebut di atas, maka
komponen promosi kesehatan yang terkait secara langsung
adalah :
a)
Penerapan
Kebijakan Kesehatan
b)
Membuat peraturan-peraturan sekolah
untuk mengembangkan kebiasaan
c)
sehat. Misal:
pemeriksaan kebersihan diri
tiap senin
d)
Tersedianya Saranan
dan Prasarana Pencegahan dan Pengobatan
e)
Sederhana di Sekolah Misal
tersedianya tempat cuci
tangan, kotak P3K
f)
Tersedianya
Lingkungan yang Sehat, Misal: penyediaan air bersih, tempat sampah dll
d.
Promosi Kesehatan di Tempat Kerja
Mengapa
promosi kesehatan perlu juga dilakukan di tempat kerja? Karena advokasi tentang
layanan kesehatan justru sangat dibutuhkan mengingat bahwa produktifitas pekerja tidak saja ditentukan oleh desain pekerjaan, namun juga oleh
perilaku sehat pekerja baik di dalam atau di luar tempat
kerja.
Terkait dengan advokasi, yang diperlukan di tempat kerja
terutama adalah adanya kebijakan penyelenggaran program kesehatan didasarkan atas manfaat bagi pekerja
atau pelayanan sukarela
yang bertujuan untuk
menurunkan absenteeism, kecelakaan kerja, hari sakit, biaya pelatihan, turn over, kompensasi pekerja. Selain
itu dapat meningkatkan reputasi perusahaan, kepuasan
pekerja, penggunaan yankes,
dan nilai sosial masyarakat.
Adapun
topik-topik yang dapat dibahas saat mensosialisasikan program kesehatan antara lain:
•
Penyalahgunaan
alkohol dan obat-obatan
•
Pendidikan
kanker payudara
•
Kesehatan reproduksi
•
Latihan
dan kebugaran
•
Penggunaan
fasilitas kesehatan
•
Penilaian
resiko kesehatan
•
Tekanan
darah tinggi
•
Pencegahan kecelakaan dalam rumah
•
Pendidikan gizi
•
rencanaan pensiun
•
Manajemen stres
•
Pengendalian
berat badan
•
Berhenti merokok
5.
Langkah Advokasi
dalam Promosi Kesehatan
a. Tahap Persiapan
Persiapan advokasi yang paling
penting adalah menyusun bahan/materi atau instrumen
advokasi.Bahan advokasi adalah: data-à informasi–à bukti yang dikemas dalam
bentuk tabel, grafik atau diagram yang mnjelaskan besarnya masalah
kesehatan,akibat atau dampak masalah, dampak ekonomi, dan program yang
diusulkan/proposal program.
b. Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan
advokasi tergantung dari metode atau cara advokasi.
c. Tahap Penilaian
Program promosi
kesehatan yang menjadi prioritas di abad XXI adalah :
1)
Mendorong kepedulian masyarakat pada kesehatan
2)
Meningkatkan investasi untuk pembangunan kesehatan
3)
Memperluas kemitraan dalam promosi kesehatan
4)
Meningkatkan kemampuan komunitas dan kekuatan
individu
5)
Memelihara infrastruktur dalam promosi kesehatan
Melihat Prioritas Pencapaian
tersebut, maka kita perlu memperhatikan langkah- langkah advokasi yang akan dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, tampak bahwa
Advokasi merupakan proses yang tidak
sederhana. Sasaran advokasi hendaknya diarahkan atau dipandu untuk
menempuh tahapan-tahapan sebagai
berikut :
1)
Memahami
atau menyadari persoalan yang diajukan
2)
tertarik untuk
ikut berperan dalam
persoalan yang diajukan
3)
mempertimbangkan sejumlah
pilihan kemungkinan dalam
berperan
4)
menyepakati satu
pilihan kemungkinan dalam
berperan
5)
menyampaikan
langkah tindak lanjut
Jika kelima
tahapan tersebut dapat dicapai selama waktu yang disediakan untuk advokasi, maka dapat dikatakan advokasi tersebut berhasil. Langkah tindak lanjut
yang tercetus di ujung perbincangan (misalnya dengan membuat
disposisi pada usulan/proposal yang diajukan)
menunjukkan adanya komitmen untuk memberikan dukungan.
Kata-kata kunci dalam
penyiapan bahan advokasi
adalah “Tepat, Lengkap,
Akurat, dan Menarik”. Artinya bahan advokasi
harus dibuat:
1)
Sesuai dengan sasaran
(latar belakang pendidikannya, jabatannya, budayanya,
kesukaannya,
dan lain-lain).
2)
Sesuai dengan
lama waktu yang
disediakan untuk advokasi
3)
Mencakup unsur-unsur
pokok, yaitu Apa (What), Mengapa (Why), Dimana (Where), Bilamana (When), Siapa
yang Melakukan (Who), dan Bagaimana lakukannya (How) (5W + 1H).
4)
Memuat
masalah dan pilihan-pilihan kemungkinan untuk memecahkan masalah.
5)
Memuat
peran yang diharapkan dari sasaran advokasi.
6)
Memuat
data pendukung, bila mungkin juga bagan, gambar, dan lain-lain.
7)
Dalam
kemasan yang menarik (tidak menjemukan), ringkas, tetapi jelas, sehingga
perbincangan tidak bertele-tele.
B. Strategi Promosi Kesehatan (Bina Suasana)
1.
Pengertian
Bina Suasana ( Dukungan Sosial)
Bina suasana adalah upaya
menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu anggota
masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan
terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia
berada (keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi panutan/idolanya, kelompok
arisan, majelis agama, dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) memiliki
opini yang positif terhadap perilaku tersebut.
Dukungan sosial (social support)
adalah strategi dukungan sosial dalam bentuk kegiatan untuk mencari
dukungan sosial melalui tokoh -tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat
formal maupun informal
Bina suasana adalah menjalin
kemitraan untuk pembentukan opini publik dengan berbagai kelompok opini yang
ada di masyarakat seperti: tokoh masyarakat, tokoh agama, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), dunia usaha/swasta, media massa, organisasi profesi
pemerintah dan lain-lain. Bina suasana dilakukan untuk sasaran sekunder atau
petugas pelaksana diberbagai tingkat administrasi (dari pusat hingga desa).
Strategi bina suasana perlu
ditetapkan untuk menciptakan norma-norma dan kondisi atau situasi kondusif di
masyarakat dalam mendukung perilaku hidup bersih dan sehat. Bina suasana sering
dikaitkan dengan pemasaran sosial dan kampanye, karena pembentukan opini
memerlukan kegiatan pemasaran sosial dan kampanye. Namun perlu diperhatikan
bahwa bina suasana dimaksud untuk menciptakan suasana yang mendukung,
menggerakkan masyarakat secara partisipatif dan kemitraan.
Dukungan sosial adalah
ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis
sehingga kita dapat melaksanakan kehidupan dengan baik, dukungan sosial ini
adalah orang lain yang berinteraksi dengan petugas. Contoh nyata adalah dukungan
sarana dan prasarana ketika kita akan melakukan promosi kesehatan atau
informasi yang memudahkan kita atau dukungan emosional dari masyarakat sehingga
promosi yang diberikan lebih diterima.
2.
Tujuan
Bina Suasana
Tujuan utama
kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat sebagai jembatan antara sektor
kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan dengan masyarakat (penerima
program) kesehatan. Dengan kegiatan mencari dukungan sosial melaui tokoh
masyarakat pada dasarnya adalah mensosialisasikan program-program kesehatan,
agar masyarakat mau menerima dan mau berpartisipasi terhadap program kesehatan
tersebut. Oleh sebab itu, strategi ini juga dapat dikatakan sebagai upaya bina
suasana, atau membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan. Bentuk kegiatan
dukungan social ini antara lain : pelatihan para toma, seminar, lokakarya,
bimbingan kepada toma, dan sebagainya. Dengan demikian maka sasaran utama
dukungan sosial atau bina suasana adalah para tokoh masyarakat di berbagai
tingkat (sasaran sekunder)
3.
Penerapan Bina
Suasana pada berbagai tingkatan
Bina suasana dilakukan melalui 3 pendekatan, yaitu:
a.
Pendekatan Individu
Bina Suasana Individu ditujukan/dilakukan kepada
individu-individu tokoh masyarakat. Dengan pendekatan ini diharapkan :
1)
Dapat
menyebarluaskan opini yang positif terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan.
2)
dapat menjadi
individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan. Yaitu
dengan bersedia atau mau mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan
tersebut (misalnya seorang pemuka agama yang rajin melaksanakan 3 M yaitu
Menguras, Menutup dan Mengubur demi mencegah munculnya wabah demam berdarah).
3)
dapat diupayakan
agar mereka bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi guna
menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.
b.
Pendekatan Kelompok
Bina Suasana Kelompok ditujukan kepada kelompok-kelompok
dalam masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga
(RW), Majelis Pengajian, Perkumpulan Seni, Organisasi Profesi, Organisasi
Wanita, Organisasi Siswa atau Mahasiswa, Organisasi Pemuda, dan lain-lain.
Pendekatan ini dapat dilakukan oleh dan atau bersama-sama dengan pemuka/tokoh
masyarakat yang telah peduli.
Dengan pendekatan ini diharapkan kelompok-kelompok
tersebut menjadi peduli terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan
menyetujui atau mendukungnya. Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok
tersebut bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan,
mengadvokasi pihak- pihak yang terkait dan melakukan kontrol sosial terhadap
individu-individu anggotanya
c. Pendekatan
Masyarakat Umum
Bina Suasana Masyarakat Umum dilakukan terhadap masyarakat umum dengan membina dan memanfaatkan
media-media komunikasi, seperti radio, televisi, koran, majalah, situs
internet, dan lain-lain, sehingga dapat tercipta
pendapat umum yang positif tentang perilaku tersebut. Dengan pendekatan
ini diharapkan :
1.
Media-media massa tersebut
menjadi peduli dan mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan.
2.
Media-media
massa tersebut lalu bersedia menjadi mitra dalam rangka menyebar-luaskan
informasi tentang perilaku yang sedang diperkenalkan dan menciptakan pendapat
umum (opini publik) yang positif tentang perilaku tersebut.
|
3.
Suasana
atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai pendukung atau
“penekan” (social pressure) oleh
individu- individu anggota masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau
melaksanakan perilaku yang
sedang diperkenalkan.
Metode
bina suasana dapat berupa :
1)
Pelatihan
2)
Konferensi pers
3)
Dialog terbuka
4)
Penyuluhan
5)
Pendidikan
6)
Pertunjukkan tradisional.
7)
Diskusi meja
bundar (Round table discussiaon)
8)
Pertemuan
berkala di desa
9)
Kunjungan lapangan
10)
Studi banding
11)
Traveling seminar.
Untuk
menjaga kelanggengan dan keseimbangan bina suasana diperlukan :
1) forum komunikasi,
2) dokumen dan data yang up to date (selalu baru),
3) mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat,
4) hubungan yang
terbuka, serasi dan dinamis dengan
mitra,
5) menumbuhkan kecintaan
terhadap kesehatan,
6) memanfaatkan
kegiatan dan sumber-sumber dana yang mendukung upaya pembudayaan perilaku hidup
bersih dan sehat adanya umpan balik dan penghargaan.
2.
Hubungan Bina Suasana
Dengan Partisipasi Masyarakat
Bina suasana
yang baik sangat berguna untuk petugas puskesmas dalam membina partisipasi masyarakat melalui
UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat).
Melaksanakan
program UKBM gampang-gampang susah. Kalau partisipasi masyarakatnya baik maka
semua pekerjaan jadi
mudah. Bahkan UKBM-UKBM akan menjadi semacam saluran
pemasaran bagi program
kesehatan yang kita tawarkan. Tetapi
bila situasi yang terjadi
sebaliknya, dimana partisipasi masyarakat rendah maka semuanya harus kita lakukan sendiri. Bukan saja program kesehatan
tidak terbantu, tetapi
UKBM-nya itu sendiri akan menjadi beban tersendiri bagi petugas lapangan
untuk menghidupinya
Pada umumnya, pelaksana promkes sepakat bahwa partisipasi masyarakat
adalah kunci
keberhasilan UKM (upaya kesehatan masyarakat) di puskesmas. Tetapi justru partisipasi inilah yang paling sering
dikeluhkan sulit oleh orang puskesmas. Pada umumnya keluhan
terjadi karena kita terpaku hanya pada satu metode tertentu, ataupun hanya terbiasa menghadapi suatu
kalangan tertentu saja.
Karenanya sebagai pelaksana kesehatan, tentu perlu mengembangkan wawasan dan
meningkatkan ketrampilannya dalam menghadapi beragam
karakter serta kondisi
sosial ekonomi dan pendidikan masyarakat yang beragam. Pelaksana kesehatan perlu pula menguasai
beragam metode maupun memanfaatkan
beragam multi media dengan berbasis teknologi untuk mempermudah penyampaian program secara variatif.
Adanya kecenderungan masyarakat yang tidak mau repot, tidak mau ruwet,
tapi mau enak, merupakan hal yang wajar.
Karenanya petugas perlu lebih memahami
dan berupaya untuk melayani dan memfasilitasi
mereka. Di tempat yang sekarang partisipasi masyarakatnya baik sebenarnya juga
pernah memiliki masa-masa sulit di awalnya. Kemudahan tidak tiba-tiba datang
dari langit dan semua orang
menurut saja pada petugas.
Sama saja, di tempat manapun perlu proses untuk mencapai keadaan seperti
yang diinginkan. Kalau kita
datang ke orang
lain hanya saat
butuh saja dan
setelah itu tidak
acuh lagi, tentunya sulit
berharap terlalu banyak
partisipasi dari orang
tersebut.
Esensi bina suasana
sebenarnya membangun opini di masyarakat dengan cara yang tepat sesuai dengan karakter masyarakat yang dituju.
Jika benar-nenar mengenali masyarakat dengan
segala aspeknya, maka akan lebih mudah menyampaikan suatu pesan mengenai gaya hidup sehat
yang diperlukan. Untuk itu kita perlu mengenali betul cara masyarakat berpikir, terutama mengarahkan masyarakat agar
memahami bahwa gaya hidup
sehat merupakan hal yang baik
dan akan sangat
menguntungkan mereka.
Dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, yang kita tuju adalah kemandirian masyarakat. Kita memfasilitasi mereka untuk memahami
masalah mereka sendiri,
mencari dan menjalankan pemecahannya dan untuk kehidupan mereka sendiri.
Hal yang penting dipahami juga adalah salah satu bagian tidak
terpisahkan dalam bina suasana adalah citra
diri petugas. Citra
diri petugas kesehatan tentu akan berpengaruh terhadap penerimaan
masyarakat.
Adanya personal branding
yang positif tentunya
akan menunjang keberhasilan bina suasana
tersebut. Selanjutnya Image dan merek diri amat berpengaruh pada penerimaan masyarakat terhadap
apa saja yang kita bawa untuk mereka.
Jadi mereka mau atau
tidak sangat tergantung kita juga. Jangan mengajak orang jadi donatur
bila kita dikenal tidak terbuka masalah uang.
Jangan mengajak orang lain berperilaku hidup sehat kalau kita
suka merokok di tempat umum.
Jangan mengajak orang
optimis pada suatu
hal kalau kita selalu gagal akan hal itu. Dan seterusnya.
C.
Strategi Promosi
Kesehatan (Pemberdayaan Masyarakat)
1. Pengertian dan Prinsip
Pemberdayaan Masyarakat
Empowerment yang dalam bahasa
Indonesia berarti “pemberdayaan”, adalah sebuah konsep yang
lahir sebagai bagian
dari perkembangan alam
pikiran masyarakat kebudayaan Barat, utamanya Eropa.
Memahami konsep empowerment secara
tepat harus memahami latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep
empowerment mulai nampak sekitar dekade 70-an dan terus
berkembang hingga 1990-an.
(Pranarka & Vidhyandika,1996).
Pranarka &
Vidhyandika (1996) menjelaskan bahwa ”proses pemberdayaan mengandung dua
kecenderungan :
Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau
mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih
berdaya. Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan
primer dari makna pemberdayaan.
Kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau
memotivasi individu agar
mempunyai kemampuan atau
keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi
pilihan hidupnya melalui
proses dialog”.
Proses pemberdayaan warga masyarakat diharapkan dapat
menjadikan masyarakat menjadi lebih berdaya berkekuatan
dan berkemampuan. Kaitannya dengan indikator masyarakat berdaya,
Sumardjo (1999) menyebutkan ciri-ciri warga masyarakat berdaya.
Yaitu :
1)
mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan
(mengantisipasi kondisi perubahan ke depan)
2)
mampu mengarahkan dirinya sendiri
3)
memiliki kekuatan untuk berunding,
4)
memiliki bargaining
power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling menguntungkan, dan
5)
bertanggungjawab
atas tindakannya.
Pada prinsipnya, pemberdayaan masyarakat ialah upaya atau proses untuk
menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali,
mengatasi, memelihara, melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan mereka
sendiri (Notoatmodjo, 2007). Sedangkan batasan pemberdayaan dalam bidang
kesehatan meliputi upaya untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, ada hal-hal penting yang perlu dipahami
dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat. Berkenaan dengan itu, perlu
diperhatikan prinsip dari pemberdayaan masyarakat berikut ini :
a. Menumbuh-kembangkan
potensi masyarakat.
b. Mengembangkan
gotong-royong masyarakat.
c. Menggali
kontribusi masyarakat dalam pembangunan kesehatan.
d. Bekerja untuk dan
bersama masyarakat
e. KIE Berbasis
masyarakat (sebanyak mungkin menggunakan dan memanfaatkan potensi lokal)
f. Menjalin
kemitraan, dengan LSM dan ormas lain.
g. Desentralisasi
Berdasarkan
paparan tersebut diatas, tampak bahwa secara bertahap pemberdayaan masyarakat
bertujuan untuk :
a. Menumbuhkan
kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman akan kesehatan individu, kelompok, dan
masyarakat.
b. Menimbulkan
kemauan yang merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan atau sikap
untuk meningkatkan kesehatan mereka.
c. Menimbulkan
kemampuan masyarakat untuk mendukung terwujudnya tindakan atau perilaku sehat.
Tujuan dari pemberdayaan masyarakat
tersebut ditetapkan secara bertahap, mengingat kompleksnya situasi sosial,
ekonomi, pendidikan dan budaya yang berlaku dalam setiap kelompok masyarakat.
Masih sulit untuk menetapkan kategori yang sama mengenai tujuan dari
pemberdayaan masyarakat itu sendiri, namun kategori umum mengenai kemandirian
masyarakat di bidang kesehatan sudah bisa ditetapkan yaitu :
a. Mereka
mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan terutama di lingkungan tempat tinggal mereka sendiri. Pengetahuan
tersebut meliputi pengetahuan tentang penyakit, gizi dan makanan, perumahan dan
sanitasi, serta bahaya merokok dan zat-zat yang menimbulkan gangguan kesehatan.
Mereka mampu mengatasi masalah
kesehatan secara mandiri dengan menggali potensi-potensi masyarakat setempat.
b. Mampu
memelihara dan melindungi diri mereka dari berbagai ancaman kesehatan dengan
melakukan tindakan pencegahan.
c. Mampu
meningkatkan kesehatan secara dinamis dan terus-menerus melalui berbagai macam
kegiatan seperti kelompok kebugaran, olahraga, konsultasi dan sebagainya.
Berdasarkan pandangan tersebut, maka secara garis besar
bagan dari upaya untuk pemberdayaan masyarakat memang tergantung dari beberapa
faktor yang terkait seperti gambar
di bawah ini.
Dalam realisasinya, untuk
mencapai sasaran agar
masyarakat mengetahui, kemudian bersedia dan dapat melaksanakan upaya untuk meningkatkan tingkat kesehatannya, tidak cukup hanya dengan informasi yang diterimanya saja.
Masyarakat memang perlu mengetahui mengenai
masalah kesehatan dalam lingkungannya, maupun mengenai masalah yang umum terjadi dalam
lingkungan tempat tinggalnya. Lebih jauh lagi,
agar ia bersedia untuk meningkatkan kesehatan lingkungan dan juga kehidupannya, ia perlu mengetahui informasi mengenai bahaya yang terkait dengan kesehatan serta bagaimana
melakukan mengatasi masalah kesehatan
sekaligus mencegah agar tidak terjadi lagi masalah yang sama. Karenanya agar masyarakat mampu melakukan pencegahan secara luas dalam
lingkungan tempat tinggalnya, ia perlu mendapatkan informasi lebih jauh dan mendetail mengenai pencegahan masalah kesehatan
tersebut.
Hanya saja, adanya
informasi yang memadai
tidak menjamin terjadinya pemberdayaan masyarakat yang efektif. Untuk mencapai tujuan pemberdayaan
secara menyeluruh, perlu adanya dukungan sarana dari pemerintahan maupun instansi yang
terkait. Karenanya sangat
penting
adanya dukungan peraturan maupun perundangan, maupun adanya layanan kesehatan yang memadai
dan terjangkau bagi
masyarakat yang kurang
mampu, bahkan bila mungkin layanan
gratis. Demikian pula
sumber daya lain
untuk mendukung tumbuh
dan langgengnya kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam mengatasi dan meningkatkan taraf
kesehatan mereka.
Secara praktis, latar belakang budaya
timur bangsa kita sangat memungkinkan untuk terjadinya pemberdayaan masyarakat. Kesediaan masyarakan untuk
saling bahu membahu saat menghadapi kesulitan merupakan potensi
tersendiri bagi bangsa kita untuk
memberdayakan diri sendiri
dalam mengatasi kesulitan yang ada.
Meski
demikian, ada pula nilai-nilai tradisi yang seringkali lebih banyak mengedepankan kepercayaan terhadap adat tanpa didasari oleh pertimbangan yang bersifat
logis dan rasional. Karenanya, hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemberian informasi yang memadai mengenai kesehatan yang terus diperbaharui sesuai dengan perkembangan medis pada saat ini.
1.
Aspek
Pemberdayaan Masyarakat
Ditinjau dari lingkup dan obyek
pemberdayaan mencakup beberapa aspek yaitu :
a.
Peningkatan kepemilikan aset (sumberdaya fisik dan finansial) serta kemampuan
(secara individu & kelompok) untuk memanfaatkan aset tersebut demi untuk
perbaikan kehidupan mereka.
b.
Hubungan
antar individu dan kelompok, kaitannya dengan kepemilikan aset dan pemanfaatannya.
c.
Pemberdayaan
dan reformasi kelembagaan.
d.
Pengembangan jejaring dan kemitraan–kerja, baik di tingkat
lokal, regional, maupun global
2.
Unsur-unsur pemberdayaan masyarakat
Untuk merealisasikan pemberdayaan masayarakat tersebut,
perlu memperhatikan 4 unsur-unsur
pokok berikut ini :
a.
Aksesibilitas informasi, karena informasi merupakan kekuasaan baru kaitannya
dengan: peluang, layanan, penegakan hukum, efektifitas negoisasi dan
akuntabilitas.
b.
Keterlibatan atau partisipasi, yang menyangkut siapa
yang dilibatkan dan bagaimana
mereka terlibat
dalam kesluruhan proses
pembangunan
c.
Akuntabilitas, kaitannya dengan
pertanggungjawaban publik atas
segala kegiatan yang dilakukan dengan mengatas-namakan rakyat.
d.
Kapasitas organisasi lokal, kaitannya dengan kemampuan
bekerjasama, mengorganisir warga masuyarakat, serta mobilisasi sumberdaya untuk
memecahkan masalah- masalah yang mereka hadapi
3.
Peran Petugas Kesehatan Dalam
Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan
masyarakat lebih bertujuan untuk membangun kemandirian masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan mereka.
Berkenaan dengan itu, peran
petugas kesehatan dalam
proses untuk pemberdayaan masyarakat adalah sebagai
berikut :
a.
Memfasilitasi
masyarakat melalui kegiatan-kegiatan maupun program-program pemberdayaan masyarakat meliputi pertemuan dan pengorganisasian masyarakat.
b.
Memberikan motivasi kepada masyarakat untuk bekerja sama
dalam melaksanakan kegiatan
pemberdayaan agar masyarakat mau berkontribusi terhadap program tersebut.
c.
Mengalihkan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi kepada
masyarakat dengan melakukan pelatihan-pelatihan yang bersifat vokasional.
d.
Memotivasi
anak untuk dapat hidup sehat, melalui pamflet bergambar yang menarik. Hal
tersebut menjadi tepat sasaran mengingat bahwa mendidik anak mengenai kesehatan menjadi potensi masyarakat terbesar.
4.
Ciri
Pemberdayaan Masyarakat
a.
Community leader: petugas
kesehatan melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat atau pemimpin terlebih
dahulu. Misalnya Camat,
lurah, kepala adat,
ustad, dan sebagainya.
b.
Community organization: organisasi seperti
PKK, karang taruna,
majlis taklim, dan lainnnya merupakan potensi yang dapat
dijadikan mitra kerja dalam upaya pemberdayaan
masyarakat.
c.
Community Fund: Dana sehat atau Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
(JPKM) yang dikembangkan dengan prinsip
gotong royong sebagai
salah satu prinsip pemberdayaan masyarakat.
d.
Community material: setiap daerah memiliki potensi tersendiri yang dapat digunakan
untuk memfasilitasi pelayanan kesehatan. Misalnya, desa dekat kali penghasil
pasir memiliki potensi
untuk melakukan pengerasan jalan untuk memudahkan akses ke puskesmas.
e.
Community
knowledge: pemberdayaan
bertujuan meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan
berbagai penyuluhan kesehatan yang menggunakan pendekatan community based health education.
f.
Community technology: teknologi sederhana di komunitas dapat
digunakan untuk pengembangan program kesehatan misalnya penyaringan air dengan pasir
atau arang.
g.
Community Decision Making: Pengambilan keputusan oleh masyarakat melalui proses menemukan masalah, merencanakan dan melakukan pemecahannya.
Berdasarkan ciri-ciri dari pemberdayaan masyarakat tersebut, dalam konteks
promosi kesehatan yang dilakukan oleh pelaksana promkes, maka secara teoritis untuk memudahkan kita dalam mengevaluasi dan
membuat program pemberdayaan masyarakat yang lebih efektif dan efisien, kita perlu mengajukan beberapa pertanyaan antara
lain:
Pertama, siapakah masyarakat yang
menjadi konteks program?
Pengenalan karakter masyarakat ini penting dan dilatar belakangi
oleh bukti-bukti bahwa
masyarakat bersifat heterogen dan memiliki energi, waktu, motivasi, dan
kepentingan yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, dalam sebuah
kasus promosi kesehatan, terdapat lokasi-lokasi tertentu yang tidak memiliki
ketua RT, misalnya
di perumahan yang penghuninya baru pulang setelah
jam 8 malam. Dapat diperkirakan bahwa rencana program
penyuluhan secara oral
kepada mereka akan sulit dilaksanakan. Dengan demikian, pendekatan lain bisa
B.
Indikator Hasil Pemberdayaan Masyarakat
1.
Input, meliputi: SDM (pemimpin, toma,
toga, kader), jumlah
dana yang digunakan, bahan-bahan, dan alat-alat yang mendukung kegiatan
pemberdayaan masyarakat.
2.
Proses, meliputi:
jenis dan jumlah KIE/penyuluhan yang dilaksanakan, frekuensi pelatihan yang dilaksanakan, jumlah tokoh masyarakat
yang terlibat, adanya siklus pengambilan keputusan di masyarakat dan pertemuan-pertemuan yang
dilaksanakan.
Output, meliputi: jumlah
dan jenis usaha
kesehatan yang bersumber daya masyarakat,
jumlah masyarakat yang telah meningkatkan pengetahuan dan perilakunya tentang
kesehatan, jumlah anggota keluarga yang memiliki usaha meningkatkan
pendapatan keluarga,
dan meningkatnya fasilitas umum di masyarakat.
a.
Outcome dari pemberdayaan masyarakat mempunyai kontribusi dalam
menurunkan angka kesakitan, angka
kematian, dan angka
kelahiran serta meningkatkan status gizi masyarakat.
dilakukan misalnya melalui situs jika
mereka mudah mengakses internet, atau menggunakan fasilitas mobile messaging.
Kedua, berkaitan dengan faktor-faktor
apa saja yang sekiranya dapat mempengaruhi pemberdayaan masyarakat?
Berdasarkan penelitian Laverack,
faktor-faktor tersebut antara lain partisipasi, kepemimpinan, analisis masalah,
struktur organisasi, mobilisasi sumber daya, link (tautan) terhadap yang lain,
manajemen program, dan peran dari pihak luar.
Ketiga, apakah pemberdayaan masyarakat
ini merupakan proses atau merupakan outcome?. Dalam hal ini, banyak literatur
yang menyebutkan bahwa jawabannya adalah bisa kedua-duanya. Hampir semua
bersepakat bahwa pemberdayaan masyarakat adalah proses yang dinamis dan
melibatkan berbagai hal, seperti pemberdayaan personal, pengembangan kelompok
kecil yang bersama-sama, organisasi masyarakat, kemitraan, serta aksi sosial
politik. Sebagai outcome, pemberdayaan merupakan perubahan pada individu maupun
komunitas yang bersifat saling mempengaruhi.
D. STRATEGI
PROMOSI KESEHATAN (KEMITRAAN)
a. DEFINISI
Di Indonesia istilah Kemitraan atau
partnership masih relative baru, namun demikian prakteknya di masyarakat
sebenarnya sudah terjadi sejak zaman dahulu. Sejak nenek moyang kita telah
mengenal istilah gotong royong yang sebenarnya esensinya kemitraan.
Robert Davies, ketua eksekutif “The Prince of Wales Bussines Leader Forum”
(NS Hasrat jaya Ziliwu, 2007) merumuskan, “Partnership is a formal cross sector
relationship between individuals, groups or organization who :
1. Work
together to fulfil an obligation or undertake a specific task
2. Agree
in advance what to commint and what to expect
3. Review
the relationship regulary and revise their agreement as necessary, and
4. Share
both risk and the benefits
Dari pembahasan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa kemitraan adalah suatu kerjasama formal antara
individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai
suatu tugas atau tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan
tentang komitmen dan harapan masing-masing, tentang peninjauan
kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan
yang telah dibuat dan saling berbagi baik dalam resiko maupun keuntungan yang
diperoleh.
Dari defenisi ini terdapat tiga kata
kunci dalam kemitraan, yaitu:
1. Kerjasama antar
kelompok, organisasi dan Individu
2. Bersama-sama
mencapai tujuan tertentu (yang disepakati bersama)
3. Saling menanggung
resiko dan keuntungan.
Pentingnya kemitraan atau partnership
ini mulai digencarkan oleh WHO pada konfrensi internasional promosi kesehatan
yang keempat di Jakarta pada tahun 1997. Sehubungan dengan itu perlu
dikembangkan upaya kerjasama yang saling memberikan manfaat. Hubungan kerjasama
tersebut akan lebih efektif dan efisien apabila juga didasari dengan
kesetaraan.
Mengingat
kemitraan adalah bentuk kerjasama atau aliansi, maka setiap pihak yang terlibat
didalamnya harus ada kerelaan diri untuk bekerjasama dan melepaskan kepentingan
masing-masing kemudian membangun kepentingan bersama.
Oleh
karena itu membangun kemitraan harus didasarkan pada hal-hal berikut:
a) Kesamaan perhatian (Commont interest) atau
kepentingan
b) Saling mempercayai dan menghormati
c) Tujuan yang jelas dan terukur
d) Kesediaan berkorban baik waktu, tenaga
maupun sumber daya yang lain.
b. PRINSIP KEMITRAAN
Dalam membangun
Kemitraan ada tiga prinsip kunci yang
perlu dipahami oleh masing-masing anggota kemitraan yaitu :
a) Equity atau Persamaan.
Individu, organisasi atau
Individu yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa “duduk sama rendah
berdiri sama tinggi”. Oleh sebab itu didalam vorum kemitraan asas demokrasi
harus diutamakan, tidak boleh satu anggota memaksakan kehendak kepada yang lain
karena merasa lebih tinggi dan tidak ada dominasi terhadap yang lain.
b) Transparancy atau Keterbukaan.
Keterbukaan maksudnya adalah apa
yang menjadi kekuatan atau kelebihan atau apa yang menjadi kekurangan atau
kelemahan masing-masing anggota harus diketahui oleh anggota lainnya.Demikian
pula berbagai sumber daya yang dimiliki oleh anggota yang Satu harus diketahui
oleh anggota yang lain. Bukan untuk menyombongkan yang satu tehadap yang
lainnya, tetapi lebih untuk saling memahami satu dengan yang lain sehingga
tidak ada rasa saling mencurigai.Dengan saling keterbukaan ini akan menimbulkan
rasa saling melengkapi dan saling membantu diantara anggota.
c) Mutual Benefit atau Saling Menguntungkan.
Menguntungkan disini bukan selalu
diartikan dengan materi ataupun uang tetapi lebih kepada non materi. Saling
menguntungkan disini lebih dilihat dari kebersamaan atau sinergitas dalam
mencapai tujuan bersama.
d. PENGEMBANGAN DALAM LANDASAN DALAM KEMITRAAN
Tujuh landasan
yaitu :
1.
Saling
memahami kedudukan, tugas dan fungsi (kaitan dengan struktur)
2.
Saling
memahami kemampuan masing-masing (kapasitas unit atau organisasi
3.
Saling
menghubungi secara proaktif (linkage)
4.
Saling
mendekati, bukan hanya secara fisik tetapi juga pikiran dan perasaan (empati,
proximity)
5.
Saling
terbuka, dalam arti kesediaan untuk dibantu dan membantu (opennes)
6.
Saling
mendorong atau mendukung kegiatan
(synergy)
7.
saling
menghargai kenyataan masing-masing (reward).
KEMITRAAN
Enam langkah pengembangan :
1. Penjajagan atau persiapan
2. Penyamaan persepsi
3. Pengaturan peran
4. Komunikasi intensif
5. Melakukan kegiatan
6. Melakukan pemantauan & penilaian.
DAFTAR
PUSTAKA
Syafrudin & Yudhiya, Fatidhina .
2009 .promosi kesehatan. Jakarta : CV.Trans Info Media.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar