PEMBERIAN
OBAT
DR.
Safrudin, SKM, M.Kes.
Teknik
pemberian obat kepada klien dapat dilakukan melalui beberapa cara, pemberian
obat dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip lima tepat yakni tepat nama
klien, tepat nama obat, tepat dosis obat, tepat cara pemberian dan tepat waktu
pemberian.
2.1. Pemberian Obat Melalui Oral
Pemberian obat melalui mulut
dilakukan dengan tujuan mencegah, mengobati, dan mengurangi rasa sakit sesuai
dengan efek terapi dari jenis obat.
Persiapan
alat dan bahan:
1. Daftra
Buku Obat/Catatan, jadwal pemberian obat
2. Obat
dan tempatnya
3. Air
minum dalam tempatnya
Prosedur
kerja:
1. Cuci
tangan
2. Jelaskan
pada klien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Baca
obat,dengan berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat waktu,
tepat tempat
4. Bantu untuk meminumkannya dengan cara :
a) Apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari
botol,maka tuangkan jumlah yang dibutuhkan ke dalam tutup botol dan pindahkan ke tempat obat. Jangan sentuh obat dengan tangan.Untuk obat berupa kapsul jangan
dilepaskan pembungkusnya.
b) Kaji kesulitan menelan, Bila ada, jadikan tablet dalam
bentuk bubuk dan campuran dengan meminum
c) Kaji denyut nadi dan tekanan darah sebelum pemberian
obat yang membutuhkan pengkajian
1
5.
Catat
perubahan dan
6.
reaksi terhadap pemberian.Evaluasi respons
terhadap obat dengan mencatat hasil pemberian obat.
7.
Cuci
tangan.
2.2 Pemberian
Obat Oral Sublingual
1. Persiapan
alat
a)
Spuit
b) Kasa antiseptic / kapas alkohol
c) Ampul
d) Formulir obat
e) Sarung tangan bersih
2. Persiapan
lingkungan
Jaga privasi
klien
3. Persiapan
klien
a)
Jelaskan
tujuan dan prosedur
b) Berikan klien posisi senyaman mungkin
4. Langkah
– langkah
a)
Cuci
tangan
b) Gunakan sarung tangan bersih
c)
Cek
instruksi obat pasien
d) Menyiapkan obat dengan benar sesuai instruksi pengobatan
e)
Pilih
tempat penyuntikan yang tepat.Palpasi tempat tersebut terhadap
edemen,massa,atau nyeri tekan. Hindari area yang terdapat jarinagn
parut,memar,lecet,atau infeksi.Jangan gunakan tempat penyuntikan berulang
kali.Rotasikan didalam satu region anatomi kemudian pindah ke lokasi anatomi
lainnya. Jangan gunakan kembali tempat suntikan yang sama didalam periode 3
minggu.
a.
Ekspose
bagian lengan atau tungkai klien (tempat di mana suntikan
akan
diberikan)
2
b.
Bersihkan
tempat suntikan yang dipilih dengan swab di tengah tempat suntikan dan putar ke
arah melingkar sekitar 5 cm
c.
Lepaskan
cap jarum dari spuit dengan menarik cap lurus.
d.
Pegang
spuit diantara ibu jari dan jari telunjuk dari tangan yang dominan
e.
Lakukan
penyuntikan:
f.
Untuk
klien ukuran sedang; dengan tangan nondominan perawat regangkan kedua belah
sisi kulit tempat suntikan dengan kuat atau cubit kulit yang akan menjadi
tempat suntikan.
g.
Untuk
klien obesitas, cubit kulit pada tempat suntikan jarum di bawah lipatan kulit.
h.
Suntikan
jarum dengan cdpat dan kuat pada sudut 45 derajat (kemudian lepaskan cubitan
kulit bila dilakukan).
i.
Lakukan
aspirasi
j.
Cabut
jarum dengan cepat sambil meletakan swab antiseptic tepat dibawah suntikan.
Jika menggunakan metode Z-track,tahan agar jarum tetap ditempat setelah
nenyuntikan obat selama 10 detik.Kemudian lepaskan kulit setelah menarik jarum.
k.
Massae
tempat suntikan dengan perlahan kecuali merupakan kontraindikasi seperti pada
penyuntikan heparin
l.
Bantu
klien mendapatkan posisi yang nyama.
m.
Buang
jarum tidak berpenutup dan letakkan spuit ke dalam tempat yang sudah diberi
label.
n.
Rapihkan
alat dan klien
o.
Lepaskan
sarung tangan
p.
Cuci
baju
q.
Dokumentasi
r.
Kembali
untuk mengevaluasi respons klien terhadap obat dalam 15 sampai 30 menit.
s.
Melakukan
tindakan dengan sistematis
3
t.
Komunikatif
dengan klien
u.
Percaya
diri
2.3 Memberikan
obat parenteral IC/SC/IM
Definisi
INTRACUTAN (IC)
Menyuntikan obat (dalam jumlah kecil, umumnya hanya 0,01
sampai sengan 0,1 cc) ke dalam kulit bagian dermis dimana suplai darah di
bagian tersebut sangat minimal dan absorpi obat lambat. Jarum dimasukkan ke
dalam dermis dengan sudut 5-15 derajat sampai terbentuk gelembung kecil.
Tujuan
1.
Mengetahui
adanya aleri obat.Hal ini bisa dilihat dari perubahan warna kulit,besarnya
kerusakan integritas kulit
Indikasi
Klien yang akan dilakukan skin test,mislnya teberkulin
atau tes terhadap reaksi alergi obat tertetu
Kontraindikasi
Tidak
ada
Hal-hal
yang perlu diperhatikan
1.
Daerah
dermis yang dipilih untuk pemberian obat adalah daerah yang tidak ada
lesi,hiperoigmentasi,dan relatif mempunyai sedikit bulu.Lokasi penusukan yang
umumnya dipaki adalah lengan bagian dalam.
2.
Gunakan
spuit hipodetmic atau spuit tubercullin dengan jarum berukuran 26-27
3.
Jika
tidak terjadi gelembung kecil setelah obat dimasukkan,maka berarti obat
tersebut masuk ke dalam jaringan subkutan.jika hal ini terjadi maka ulangi
tindakan karena jika tidak diulangi,hasilnya akan menjadi tidak valid.
4
Pengkajian
1.
Kaji
catatan medis dokter tentang terapi obat yang akan diberikan kepada klien
2.
Kaji
informasi yang diharapakan dari reaksi pemberian obat intarmal
3.
Kaji
riwayat alergi klien dan reaksi yang timbul
4.
Kaji
tanggal kedaluarsa obat
5.
Kaji
tingkat pengetahuan klien terhadap tujuan dan reaksi skin test
Prosedur
1.
Persiapan
alat
2.
Persiapan
privack klien
3.
Persiapan
klien
4.
Cuci
tangan
5. Pakai sarung tangan bersih
6. Cek instruksi obat pasien
7. Menyiapkan obat dengan benar sesuai instruksi pengobatan
8. Periksa nama pasien, kaji terhadap elergi
9. Pasang penggalas
10. Pilih tempat penyuntikan yang tepat hindari area
lecet,memar
11. Bersihkan tempat suntikan swab kassa antisepik dengan
arah melingkar (dalam keluar) sekitar 5cm
12. Lepaskan penutupan jarum dari spuit
13. Pegang spuit diantara ibu jari dari jari telunjuk tangan
yang dominan.
14. Rengangkan kedua belah sisi kulit tempat suntikan dengan
tangan non dominam didaerah yang akan menjadi tempat suntikan.
15. Suntikan obat dalam spuit pada sudut 15 derajat sampai
membuat gelembung kecil
16. Abut jarum dengan cepat dan jangan memberikan penekanan
pada area suntikan
17. Beri tanda lingkaran paada area suntikan apabila obat
yang diberiakan berupa antibiotic
18. Ambil pengalas
19. Rapihkan alat dan klien
20. Lepaskan sarung tangan
5
21. Cuci tangan
22. Dokumentasi
23. Evaluasi respons klien terhadap obat yang akan diberikan
setelah 15 sampai 30 menit setelah penyuntikan
24. Melakukan tindakan dengan sistematis
25. Komunikatif dengan klien
26. Percaya diri
Definisi
SUBCUTAN (SC)
Menyuntikan obat (umumnya dalam jumlah
kecil,sekitar0,5-0,1 cc)kedalam kulit bagian jaringan konektiv(subkutan)yang
terletak dibawah dermis .sudut penusukan dianjurkan dalah 45 derjat.obat-obat
yang dapat dimasukan isotonik, tidak mengiritasi (karena jaringan ini sangat
senistif)tidak kental dan larut dalam air, misalnya Epineprin, insulin,tetanus
toxoid,obat alergi,narkotik dan vitamin B12
Tujuan
Memberika medikasi sesuai kolaborasi dokter
Indikasi
1.
Klien
yang diberikan suntikan insulin dengan penyakit diabetes melitus.
2.
Klien
yang diberikan suntikan epineprin dengan reaksi alergi (tingkat sedang sampai
berat).
3.
Klien
yang diberikan suntikan heparin dengan penyakit jantung.
Kontraindikasi
1.
Klien
dengan shock
2.
Klien
dengan penyakit pembulih darah
Hal-hal yang perlu diperhatikan
1.
Hindari
penyuntikan diarea yang terdapat lesi dan skar,adanya luka infeksi,dibawah otot
6
2.
yang besar atau bagian tubuh yang banayak
syaraf
3.
Jika
klien takut terhadap penyuntikan ,alihkan perhatikan klien dan jangan biarkan
klien melihat jarum
4.
Jika
klien sangat kurus,jangan lakukan penyuntiikan di bagaian abdomen
Pengakajian
1.
Kaji
catatan mredis dokter tentang nama obat,dosis,waktu dan cara pemberian obat
2.
Kaji
informasi obat ,cara kerja,tujuan ,efek samping,dosis yang dianjurkan,lama
kerja obat dan implikasi keperawatannya
3.
Kaji
faktor-faktor kontraindikasi pemberian obat secara subkutan,seperti adanya
shock yang berhungan dengan perfusi darah
4.
Kaji
indikasi pemberian obat,dengan penuruan kesadaran,gelisah,klien dengan masalah
menelan
5.
Kaji
riwayat pemakaian obat,adanya alergi,dan kesehatan masa lalu.
Prosedur
1.
Persiapan
alat
2.
Persiapan
lingkungan
3.
Persiapan
klien
4.
Cuci
tangan
5.
Gunakan
sarung tangan bersih
6.
Cek
instruksi obat pasien
7.
Menyiapakan
obat pasien dengan benar sesuai instruksi
8.
Pilih
tempat penyuntikan yang tepat.palpasi terhadap endema,massa,atau nyeri
tekan.hindari area jaringan perut, memar,lecet,atau infeksi jangan gunakan
tempat penyuntiakn berulang kali.
9.
Ekpose
bagian lengan atau tungkai klien (tempat di mana suntikan akan diberikan ).
10. Bersikan tempat suntikan yang dipilih dengan swab kasa
antiseptik.pasang swab putar ke arah melingkar sekitar 5cm
11. Lepaskan cap jarum dari spuit dengan menarik capa lurus
12. Pegang spuit diantara ibu jari dan jari telunjuk dari
tangan yang dominan.
13. Lakukan penyuntikan
14. Untuk klien ukuran sedang : dengan tangan nondominan
perawat regangkan kedua belah sisi kulit tempat suntikan dengan kuat atau cubit
kulit yang akan menjadi tempat suntikan.
15. Lakukan aspirasi
16. Cabut jarum dengan cepat sambil meletakan swab antiseptic
tepat dibawah suntikan.Jika menggunakan metode Z-track,tahan agar jarum tetap
ditempat setelah menyuntikan obat selam 10detik. Kemudian lepaskan kulit
setelah menarik jarum.
17. Massae tempat suntikan dengan perlahan kecuali merupakan
kontraindikasi seperti pad penyuntikan heparin
18. Bantu klien mendapatkan posisi yang nyaman.
19. Buang jarum tidak berpenutup dan letakkan spuit ke dalam
tempat yang sudah diberi label.
20. Rapihkan alat dan klien
21. Lepaskan sarung tangan
22. Cuci tangan
23. Dokumentasi
24. Kembali untuk mengevaluasi respons klien terhadap obat
dalam 15 sampai 30 menit.
25. Melakukan tindakan dengan sistematis
26. Komunikatif dengan klien
27. Percaya diri
Definisi
INTRAMUSCULAR (IM)
Menyuntikan obat ke dalam kulit bagian muskular (jaringan
otot).jarun suntikan yang digunakan untuk klien dewasa biasanya berukuran 19-23
dan ukuran untuk anak-anak adalah 25-27 dengan arah penusukan 90.pemberian obat
ke bagaian otot biasannya tidak menyebabkan iritas walaupun dengan obat yang
relatif kental.
Tujuan
Memberikan medikasi sesuai kolaborasi dokter
Indikasi
1.
Klien
tidak dapat bertoleransi terhadap pemberian obat oral
2.
Ketika
menginginkan reaksi obat yang lebih cepat daripada pemberian via subkutan
Kontraindikasi
Tidak efektif jika dilakukan klien dengan:
1.
Atrofi
otot, misalnya pada klien dengan ,injuri spina cord/ tulang belakang
2.
Penurunan
aliran darah shock
Hal-hal
yang perlu diperhatiakan
1.
Yakinkan
bahwa klien tidak mengalami alergi obat yang akan disuntikan
2.
Perkirankan
dengan benar lokasi penyuntikan
3.
Pada
klien yang mendapatkan obat secara regule/terus menerus (vitamin B12) maka
lakukan rotansi penyuntikan.
4.
Jika
klien yang akan disuntikan adalah anak-anak,maka perawat dapat meminta bantuan
orang tua dalam menurunkan ketegangan/kecemasan anak tersebut. Suntikan pula
dengan menggunakan ukuran spuit dan jarum yang sesuai.
Pengkajian
1.
kaji
catatan medis dokter tentang nama obat,dosis,waktu dan cara pemberian obat
2.
kaji
informasi obat cara kerja obat, tujuan efek samping,dosis yang dianjurkan, lama
kerja obat implikasi keperawatanya.
3.
Kaji
faktor-faktor yang meupakan kontraindikasi pemberian obat secara intramuskular,
atrofi otot,penurunan aliran darah atau klien dengan shock.
4.
Kaji
indikasi pemberian obat
5.
Kaji
riwayat pemakain obat
6.
Kaji
usia klien
7.
Kaji
tingkat pengetahuan klien tentang terapi obat.
8.
Kaji
reaksi verbal dan non verbal karena bisa rasa sangat cemas meningkatkan ambang
nyeri terhadap penyuntikan obat.
Prosedur
1.
Persiapan
alat
2.
Persiapan
lingkungan
3.
Persiapan
klien
4.
Cuci
tangan
5.
Gunakan
sarung tangan bersih
6.
Cek
instruksi obat pasien
7.
Menyiapkan
obat dengan benar sesuai instruki pengobatan
8. Pasang perlak pengalas dan dekatkan bengkok
9. Memilih lokasi penyuntikan yang tepat
10. Meminta klien untuk melemaskan lengan atau tungkai yang
akan dilakukan penyuntikan
11. Mendesinfeksi area yang diplih dengan kapas alkohol dengan
cara memutar ke arah luar sekitar 5cm
12. Membuka tutup jarum dari spuit
13. Memegangkan spuit diantara ibu jari dari jari
telunjuk dari tangan yang dominan seperti memegang anak panah
14. Meregangkan kulit yang akan disuntik dengan
tangan kiri
15. Tusukan jarum dengan sudut 90 derajat
16. Aspirasi spuit dengan cara menarik plunger ke
belakang
17. Jika tidak terdapat udara, masukan obat dengan
perlahan (bila terdapat darah maka jarum segera dicabut dan obat diganti)
18. Mencabut jarum dengan cepat sambil meletakan
kapas alcohol tepat dbawah suntikan
19. Massase tempat penyuntikan dengan perlahan
20. Membantu klien dengan mendapatkan posisi yang
nyaman
21. Meletakan spuit kedalam bengkok
22. Merapikan alat dan klien
23. Lepaskan sarung tangan
24. Perawat mencuci tangan
25. Dokumentasi
26. Mengevaluasi kembali respon klien terhadap obat
15 sampai 30 menit setelah penyuntikan
27. Melakukan tindakan dengan sistematis
28. Komunikatif dengan klien
29. Percaya diri
2.4 Prinsip pemberian obat analgesia inhalasin(Entonox)
Entonox (salah satu nama dagang)berisi 50%
oksigen dan 50% dinitrogen monoksida,konsentrasi tersebut bertindak sebagai
analgesia yang efektif ketika diinhalasi.obat tersebut digunakan dalam tatanan
maternitas,berpotensi,untuk semua kal persalin ketika efek analgesik memilik
beberapa manfaat dengan hanya memberi efek samping minimall untuk ibu dan
janin.jika dilakukan dengan benar,Entonox sangat efektif dalam 40 detik hingga
1 menit.Efek obat dimulai setelah lima kali napas dalam (kira-kira 20
detik).obat dieksresi dari tubuh dalam 2-5 menit.
2.5 Prinsip pemberian obat per vagina
Secara umum rute pemberian medikasi melalui rute ini akan
membuat ibu merasa malu. Asuhan harus dilakukan dengan jaminan dan usaha dibuat
untuk melindungi martabat dan privasi.Beberapa medikasi yang diberikan melalui
rute pv sering kali dilakukan oleh ibu sendiri. Kebutuhannya meningkat
terkadang mungkin untuk mengeluarkan tablet vagina atau supositoria vagina
tetapi tindakan ini merupakan tindakan yang tidak dapat diandalkan sehingga
bukan merupakan tindakan yang diperbolehkan.
Bidan harus mempertahankan asepsi,terutama jika
ketuban telah pecah ,dan penggunaan perlengkapan pelindungan personal
diindikasikan.
Prosedur : Pemberian obat PV
1. Dapatkan persetujuan tindakan dan pastikan
privasi.
2. Cuci tangan
3. Kumpulkan peralatan
a. Sarung tangan steril dan hand rub
b. Perlak sekali pakai
c. Lubrikan sekali pakai steril,miss.,Ky dan jelly
d. Kassa/penyeka sekali pakai
e. obat dan kartu pemberian obat
4. Minta ibu anak berada pada posisi semi rekumben
(penggunan bantal untuk menghindari oklusi jika diperlukan), dengan bengkok, pergelangankaki menyatu dan lutut
terpisah, tempatkan perlak sekali pakai di bawah bokong.
5. Lepaskan pembalut atau celana dalam,pertahankan
area genital tertutup
6. Buka sarung tangan
7. Cuci tangan kemudian pasang sarung tangan
8. Minta ibu untuk menyingkapkan selimut
9. Untuk pemberian, pegang labia dengan ibu jari dan
jari telunjuk tangan non dominan.
10. Keluarkan jari,usap vulva dengan penyeka.
11. Untuk pemberian susurkan aplikator di sepanjang
dinding posterior vagina hingga pesarium mencapai posisi yang tinggi didalam
vagina
12. Tekan plunger dan tarik aplikator
13. Lepaskan sarung tangan,gunakan hand scoon dan
bantu ibu pada posisi semi rekumben yang nyaman.
14. Rapikan peralatan secara tepat dan cuci tangan.
15. Dokumentasikan pemberian dan temuan serta
tindakan yang dilakukan.
2.6 Prinsip pemberian obat per rektum
Prosedur rektum
1. Dapat kan persetujuan tindakan dan pastikan privasi.
Cuci tangan .(jika obat untuk penggunaan sistemik,ibu harus dimotivasi untuk
membuka ussnya sebelum pemberian).
2. Kempulkan peralatan
3. Setelah meepas celana dalam, ibu diminta
berbaring pada posisi lateral kiri dengan satu atau kedua lutut
fleksi.Tempatkan perlak sekali pakai di bawah bokong.
4. Gunakan hand scoon dan pasang sarung tangan.
5. Lumasi bagian ujung lancip dan lumasi ujung
tumpul enema terbentuk tabung; ujungnya
dari lubrikan di swab kassa.keluarkan udara enem berbentuk tabung dengan
menekan larutan melalui ujung enem.
6. Minta ibu untuk menarik napas dalam (tindakan ini
merelakskan ibu)
7. Angkat bokong kanan ibu tangan non dominan
8. Masukkan enem berbentuk tabung, tinggikan secara
perlahan 10-12cm untuk memastikan bahwa enem masuk ke kolom sigmoid dan cairan
9. Seka perium dengan kassa,lepas sarung
tangan,gunakan hand scoon dan bantu ibu kembali ke posisi nyaman
10. Cuci tangan
11. Anjurkan ibu untuk menahan obatnya selama
mungkin,Tujuan agar laksatif tertahan minimal selam 10-20 menit.
12. Kemudian bantu ke toilet, jika diperlukan.
13. Rapikan peralatan secara tepat dan cuci tangan.
14. Dokumentasikan pemberian ,efek,dan tindakan yang
dilakukan.
2.7 Memberikan obat topical untuk kulit
Definisi
Memberikan obat yang mempunyai efek lokal jika diabsorpsikedalam
kulit.bentuk obat umumnya digunakan dengan cara lation,pasta,jelly,bubuk,minyak
ataupun dalam bentuk yang langsung ditempelkan di kulit.
Tujuan
1. Mengurangi pruritas dan gatal-gatal
2. Melubrikasi dan melembutkan kulit
3. Menambah atau mengurangi kulit atau keringat
4. Melindungi kulit
5. Memberikan obat antibiotik atau antiseptik untuk
mencegah atau mengatasi inflamasi
Indikasi
Efektif diberikan pada klien dengan penyakit
kulit dengan tujuan mengurangi tanda gejala yang variatif (seperti
gatal-gatal,kemerahan,kulit kasar dan lainnya)
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap komposisi obat
Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Gunakan sarung tangan atau lidi kapas untuk
mengoleskan obat sehingga tangan perawat tidak kontak langsung ke luka ataupun
obat yang akan diberikan
2. Jika tidak ada luka terbuka,bersihkan terlebih
dahulu area yang akan diberikan pengobatan dengan menggunakan air hangat dan
sabun.
3. Untuk obat yang ditempelkan langsung ke kulit
(mislanya anti angina Nitrogliserin) maka hindari penempelan diarea yang sama
lakukan rotasi
4. Perawat perlu mengajari klien dan keluarga cara
memberikan obat dengan cara ini.pencahayaan yang baik dan area yang akan
dipakaikan obat terekspose
Pengkajian
1. Kaji catatan medis dokter tentang medikasi
seperti nama obat,konsentrasi,waktu dan lokasi pemberian.
2. Kaji informasi tentang obat seperti cara kerja
,tujuan,dan efek samping
3. Kaji kondisi kulit klien
4. Kaji adanya alergi terhadap jenis obat topikal
5. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang medikasi
6. Kaji kemampuan klien dalam menggunakan obat
secara mandiri
Prosedur
1. Persiapan alat
2. Persiapan lingkungan
3. Persiapan klien
4. Cuci tangan
5. Menyiapkan obat dengan instruksi obat pasien
6. Ekspose daerah yang akan diberikan obat
7. Oleskan krim
8. Cuci daerah kulit yang terdapat luka .singkirkan
semua bekas jaringan yang mati dan siisa pengobatan agar penetrasi obat ke
dalam kulit akan lebih efektif
9. Ganti sarung tangan dengan yang baru agar tidak
ada perpindahan atau kontaminasi bakteri
10. Bantu klien mendapatkan posisi yang nyama
11. Rapihkan alat dan klien
12. Lepaskan sarung tangan
13. Cuci tangan
14. Dokumentasi
15. Kembali untuk mengevaluasi respon s klien
terhadap obat dalam 15 sampai 30 menit.
16. Melakukan tindakan dengan sistematis
17. Komunikatif dengan klien
18. Percaya diri
2.8 Memberikan obat Mata
Definisi
Memberikan obat dengan dosis tertentu ke dalam
konjungtiva mata.Terdapat 2 bentuk obat mata yang diberikan ,yaitu berupa tetes
mata dan salep mata
Tujuan
Memberikan pengobatan pada klien yang membutuhkan
(misalnya obat antibotik)untuk melawan infeksi virus ataupun dengan alasan yang
lain (misalnya membersihkan mata dengan cairan steril).
Indikasi
1. Penyakit infeksi mata, seperti
konjungtivitis,ulkus korea
2. Penyakit glaukoma
3. Post operasi ekstraksi katarak
Kontraindikasi
Tidak ada
Hal –hal yang perlu diperhatikan
1. Kocok terlebih dahulu obat yang akan digunakan
sehingga obat tercampur optimal (jika obat dalam bentuk cair).
2. Perawat harus memberikan obat dengan hati-hati
karena kornea mata merupakan bagan mata yang sangat kaya dengan serabut-serabut
syaraf
3. Perawat juga perlu memberikan pendidikan
kesehatan kepada klien dan keluarga tanda-tanda penurunan fungsi penglihatan
Pengkajian
1. Kaji catatan medis dokter tentang medikasi
seperti nama obat ,konsentrasi,jumlah tetesan (jika dalam bentuk cairan)waktu,
mata yang diberikan (misalnya mata kanan atau mata kiri bahkan kedua-duannya)
2. Kaji informasi tentang obat seperti cara
kerja,tujuan,dan efek samping
3. Kaji kondisi mata bagaian luar
4. Kaji adanya alergi terhadap jenis obat mata
5. Kaji apakah klien mempunyai gejala penurunan
penglihatan
6. Kaji tingkat kesadaran dan kempampuan mengikuti
perawat
7. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang medikasi
8. Kaji kemampuan klien dalam memegang obat mata
secara mandiri
Memberikan obat topikal salep mata
1. Persiapan alat
2. Persiapan lingkungan
3. Persiapan klien
4. Cuci tangan
5. Gunakan sarung tangan
6. Cek instruksi obat pasien
7. Menyiapkan obat dengan benar sesuai instruksi
pengobatan
8. Aturan posisi klien berbaring atau duduk dengan
kepala hiperekstensi
9. Bila terdapat kotoran mata disepanjang kelopak
mata, basuh dengan perlahan.Basahi kotoran mata yang telah mongering dan sulit
dibuang dengan memakai lap basah atau bola kapas basah.
10. Bersihkan mata dari bagian dalam ke luar kantus
11. Pegang bola kapas atau tissue yang bersih pada
tangan non dominan diatas tulang pipi klien tepat di bawah kelopak mata bawah
12. Dengan tisu atau kapas di bawah kelopak mata
bawah,perlahan tekan bagian bawah dengan ibu jari atau jari telinjuk diatas
tulang orbita
13. Minta klien untuk meliat pada langit-langit
14. Pegang salep di atas pinggir kelopak mata
sehingga memberikan aliran tipis sepanjang tepi dalam kelopak maa bawah pada
konjunctiva
15. Minta klien untuk meliat ke bawah
16. Berikan aliran tipis sepanjang kelopak mata atas
pada konjunctiva dalam
17. Biarkan klien memejamkan mata dan menggosokan
kelopak mata secara perlahan dengan gerakan sirkular menggunakan bola kapas
18. Bila terdapat kelebihan obat pada kelopak mata,
dengan perlahan usap dari bagian dalam ke luar kantus
19. Bila klien mempunyai penutup mata,pasang penutup
mata yang bersih diatas mata yang sakit sehingga seluruh mata
terlindungi.plester dengan aman tanpa memberikan penekanan pada mata
20. Rapihkan alat
21. Lepaskan sarung tangan
22. Cuci tangan
23. Dokumentasi
24. Kembali untuk mengevaluasi respons klkien
terhadap obat dalam 15 sampai 30 menit
25. Melakukan tindakan dengan sistematis
26. Percaya diri
Memberikan obat tetes mata
1.
Persiapan alat
2.
Persiapan lingkungan
3.
Persiapan klien
4.
Cuci tangan
5.
Gunakan sarung tangan
6.
Cek instruksi obat pasien
7.
Menyiapkan obat dengan benar sesuai instruksi pengobatan
8.
Bersihkan mata dari bagian dalam ke luar kantus
9.
Pegang bola kapas atau tissue yang bersih pada tangan non dominan diatas
tulang pipi klien tepat di bawah kelopak mata bawah
10. Dengan tisu atau kapas di bawah kelopak mata bawah,perlahan
tekan bagian bawah dengan ibu jari atau jari telinjuk diatas tulang orbita
11. Minta klien untuk meliat pada langit-langit
12. Teteskan obat tetes mata dengan tangan dominan
anda di dahi klien,pegang tetes mata yang telah terisi obat kurang lebih 1-2 cm
di atas sakus konjunctiva
13. Teteskan sejumlah obat sesui instruksi ke dalam
sakus konjunctiva
14. Bila klien berkedip atau menutup mata atau bila
tetesan jatuh ke pinggiran kelopak mata, ulangi prosedur
15. Bila memberikan obat yang menyebabkan efek sistemik,lindungi
jari anda dengan sarung tangan atau tisu bersih dan berikan tekanan lembut pada
klien selama 30 sampai 60 detik
16. Minta klien untuk menutup mata dengan perlahan
17. Bila terdapat kelebihan obat pada kelopak
mata,dengan perlahan usap dari bagian dalam ke luar kantus
18. Bila terdapat kelebihan obat pada kelopak mata,
dengan perlahan usap dari bagian dalam ke luar kantus
19. Bila klien mempunyai penutup mata,pasang penutup
mata yang bersih diatas mata yang sakit sehingga seluruh mata
terlindungi.plester dengan aman tanpa memberikan penekanan pada mata
20. Rapihkan alat
21. Lepaskan sarung tangan
22. Cuci tangan
23. Dokumentasi
24. Kembali untuk mengevaluasi respons klkien
terhadap obat dalam 15 sampai 30 menit
25. Melakukan tindakan dengan sistematis
26. Percaya diri
2.9 Memberikan Obat Secara Epidural
Definisi
Analgesia epidural melibatkan memasukan anestesi lokal, seringkali
dikombinasikan dengen opioid, kedalam ruang epidural. Obat dapat menembus
araknoid dan dura serta masuk kecairan serebrospinal(CSS). Hal tersebut memungkinkan
beberapa obat dapat menembus kedalam medulla spinalis dan berikatan dengan
reseptor opiod, beberapa obat masuk kedalam sirkulasi sistemik sedangkan
sisanya menumpuk pada lemak epidural (tanpa member efek analgesik)
Tujuan
Untuk mengatasi rasa sakit tanpa menggangu persalinan alami dan juga bisa
untuk pasien yang akan melakukan pembedahan dibagian bawah untuk mengurangi
rasa sakit
Indikasi
1.
Pereda nyeri/permintaan ibu.
2.
Berguna ketika terdapat
kemungkinan pelahiran dengan bantuan atau dengan operasi, mis., malposisi,
malpersentasi, kehamilan multiple, persalinan yang lama.
3.
Hipertensi, terdapat efek
samping potensial yaitu hipotensi yang dapat membantu.
4.
Persalinan premature, ketika
terdapat keinginan mengejan lebih dini.
5.
Analgesia pascabedah.
Kontraindikasi
1.
Defek koagulasi akibat
meningkatnya resiko pembentukan hematoma.
2.
Sepsis local
3.
Beberapa gangguan
neurologis, mis,. Sklerosis multiple
4.
Alergi yang diketahui
terkait obat yang digunakan
5.
Peningkatan tekanan
intracranial
6.
Ketidaksediaan staf terlatih
yang tepat dalam tatanan dan asuhan berkelanjutan epidural
7.
Ketidakadakuatan staf bidan
untuk memberikan asuhan 1:1(satu bidan untuk satu pasien)untuk durasi epidural
8.
Deformitas spina
2.10 Terapi panas dingin kompres
1. kompres hangat
Merupakan tindakan dengan memberikan kompres hangat untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyama, mengurangi, atau membebaskan nyeri, mengurangi atau
mencegah terjadinya spasme otot dan memberikan rasa hangat.
Pesiapan alat dan bahan:
1.
Botol bersih air panas (suhu
46-51,5֩)/air hangat
2.
Thermometer air
3.
Kain pembungkus
Cara kerja
1.
Cuci tangan
2.
Jelaskan pada pasien
mengenai prosedur yang akan dilakukan
3.
Isi botol dengan air panas
4.
Tutup botol yang telah di
isi air panas kemudian keringkan
5.
Masukan botol kedalam
kantung kain. Bila menggunakan kain, masukan kain kedalam air hangat lalu
diperas
6.
Tempelkan botol/kain yang
sudah diperas pada daerah yang akan di kompres
7.
Angkat botol/kain tersebut
setelah 20 menit, kemudian isi lagi botol/masukkan lagi kain ke dalam air
hangat lalu peras. Taruh lagi botol/kain pada daerah yang akan dikomprres.
8.
Catat perubahan yang terjadi
selama tindakan.
9.
Cuci tangan.
2. Terapi
kompres dingin
Merupakan tindakan dengan memberikan kompres dingin untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyaman, menurunkan suhu tubuh, mengurangi rasa nyeri, mencegah
edema, dan mengontrol peredaran darah dengan meningkatkan vasokonstriksi.
Persiapan alat dan bahan:
1.
Thermometer
2.
Air dingin
3.
Kain/kantong pelindung
4.
Kantong es atau sejenisnya.
Cara kerja:
1.
Cuci tangan
2.
Jelaskan pada pasien
mengenai prosedur yang akan dilakukan
3.
Ukur suhu tubuh
4.
Masukkan air dingin pada
kantong es,bila menggunakan kain, masukkan kain pada air dingin lalu diperas
5.
Letakkan kantong/kain pada
daerah yang akan dikompres seperti didaerah aksila, di daerah yang sakit
6.
Catat perubahan yang terjadi
selama tindakan
7.
Cuci tangan.
2.11 Pemberian cairan infus dan transfuse
Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Kebutuhan cairan
dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh membutuhkan
perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor fisiologis dan
lingkungan. Keseimbangan cairan adalah esensial bagi kesehatan. Dengan
kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan
keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi
yang mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif konstan tapi dinamis.
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan ini dinamakan
“homeostasis”.
2.12 Sistem tubuh yang berperan
dalam kebutuhan cairan dan elektrolit.
1. Ginjal.
Merupakan
organ yang memiliki peran cukup besar dalam mengatur kebutuhan cairan dan
elektrolit. Terlihat pada fungsi ginjal, yaitu sebagai pengatur air, pengatur
konsentrasi garam dalam darah, pengatur keseimbangan asam-basa darah dan
ekskresi bahan buangan atau kelebihan garam.
Proses
pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini diawali oleh kemampuan bagian ginjal,
seperti glomerulus dalam menyaring cairan. Rata-rata setiap satu liter darah
mengandung 500 cc plasma yang mengalir melalui glomerulus, 10% nya disaring
keluar. Cairan yang tersaring (filtrate glomerulus), kemudian mengalir melalui
tubuli renalis yang sel-selnya menyerap semua bahan yang dibutuhkan. Jumlah
urine yang diproduksi ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan
rata-rata 1 ml/kg/bb/jam.
2. Kulit.
Merupakan
bagian penting pengaturan cairan yang terkait dengan proses pengaturan
panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas yang disarafi oleh
vasomotorik dengan kemampuan mengendalikan arteriol kutan dengan cara
vasodilatasi dan vasokontriksi. Proses pelepasan panas dapat dilakukan dengan
cara penguapan. Jumlah keringat yang dikeluarkan tergantung banyaknya darah
yang mengalir melalui pembuluh darah dalam kulit. Proses pelepasan panas
lainnya dapat dilakukan melalui cara pemancaran panas ke udara sekitar,
konduksi (pengalihan panas ke benda yang disentuh), dan konveksi (pengaliran
udara panas ke permukaan yang lebih dingin).
Keringat
merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah pengendalian saraf
simpatis. Melalui kelenjar keringat suhu dapat diturunkan dengan jumlah air
yang dapat dilepaskan, kurang lebih setengah liter sehari. Perangsangan
kelenjar keringat yang dihasilkan dapat diperoleh melalui aktivitas otot, suhu
lingkungan dan kondisi suhu tubuh yang panas.
3. Paru.
Organ paru
berperan mengeluarkan cairan dengan menghasilkan insensible water loss kurang
lebih 400 ml/hari. Proses pengeluaran cairan terkait dengan respons akibat
perubahan upaya kemampuan bernapas.
4. Gastrointestinal.
Merupakan
organ saluran pencernaan yang berperan dalam mengeluarkan cairan melalui proses
penyerapan dan pengeluaran air. Dalam kondisi normal, cairan hilang dalam
system ini sekitar 100-200 ml/hari. Pengaturan keseimbangan cairan dapat
melalui system endokrin, seperti: system hormonal contohnya:
a). ADH.
Memiliki
peran meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air
dalam tubuh. Hormone ini dibentuk oleh hipotalamus di hipofisis posterior, yang
mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel.
b). Aldosteron.
b). Aldosteron.
Berfungsi
sebagai absorpsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus
ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan
konsentrasi kalium, natrium dan system angiotensin rennin.
c.) Prostaglandin.
Merupakan
asam lemak yang terdapat pada jaringan yang berfunsi merespons radang,
mengendalikan tekanan darah dan konsentrasi uterus, serta mengatur pergerakan
gastrointestul. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi
ginjal.
d.) Glukokortikoid.
Berfungsi
mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang menyebabkan volume darah
meningkat sehingga terjadi retensi natrium.
e.) Mekanisme
rasa haus.
Diatur
dalam rangka memenuhi kebutuhan cairan dengan cara merangsang pelepasan rennin
yang dapat menimbulkan produksi angiostensin II sehingga merangsang hipotalamus
untuk rasa haus.
2.13 Cara Menghitung Tetesan Cairan
Infus
Untuk memahami lebih lanjut, terlebih dahulu kita
harus mengetahui rumus dasar menghitung jumlah tetesan cairan dalam satuan
menit dan dalam satuan jam:
Rumus dasar dalam satuan menit
Rumus dasar dalam satuan menit
Rumus dasar dalam satuan jam
Dewasa(macrodrip)
Infus set macro drip memiliki banyak jenis berdasarkan faktor tetesnya. Infus set yang paling sering digunakan di instalasi kesehatan Indonesia hanya 2 jenis saja. Berdasarkan merek dan factortetesnya:
Infus set macro drip memiliki banyak jenis berdasarkan faktor tetesnya. Infus set yang paling sering digunakan di instalasi kesehatan Indonesia hanya 2 jenis saja. Berdasarkan merek dan factortetesnya:
§
Merek Otsuka
faktor
tetes = 15 tetes/ml
§
Merek Terumo
faktor
tetes = 20 tetes/ml
Infus Blood set untuk tranfusi memiliki faktor tetes yang sama dengan merek otsuka, 15 tetes/menit.
Infus set macro drip dengan faktor tetes 10 tetes/menit jarang ditemui di Indonesia. Biasanya hanya terdapat di rumah sakit rujukan pusat, rumah sakit pendidikan, atau rumah sakit internasional.
2.12.1 Cara
Perpindahan Cairan
Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh
terjadi dalam tiga fase yaitu :
1. Fase I
:
Plasma darah pindah dari
seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, dan nutrisi dan oksigen diambil dari
paru-paru dan tractus gastrointestinal.
2. Fase II :
Cairan interstitial dengan komponennya pindah
dari darah kapiler dan sel
3. Fase III :
Cairan dan substansi yang ada di dalamnya
berpindah dari cairan interstitial masuk ke dalam sel.Pembuluh darah kapiler
dan membran sel yang merupakan membrane semipermiabel mampu memfilter tidak
semua substansi dan komponen dalam cairan tubuh ikut berpindah.
Metode perpindahan dari
cairan dan elektrolit tubuh dengan cara :
Setiap kompartmen dipisahkan oleh barier atau
membran yang membatasi mereka. Setiap zat yang akan pindah harus dapat menembus
barier atau membran tersebut. Bila substansi zat tersebut dapat melalui
membran, maka membran tersebut permeabel terhadap zat tersebut. Jika tidak
dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak permeabel untuk substansi
tersebut.Membran disebut semipermeable (permeabel selektif) bila beberapa
partikel dapat melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat
menembusnya.Perpindahan substansi melalui membran ada yang secara aktif atau
pasif. Transport aktif membutuhkan energi, sedangkan transport pasif tidak
membutuhkan energi.
a). Difusi.
Merupakan bercampurnya
molekul-molekul dalam cairan, gas, atau zat padat secara bebas dan acak. Proses
difusi dapat terjadi bila dua zat bercampur dalam sel membrane. Dalam tubuh,
proses difusi air, elektrolit dan zat-zat lain terjadi melalui membrane kapiler
yang permeable.kecepatan proses difusi bervariasi, bergantung pada factor
ukuran molekul, konsentrasi cairan dan temperature cairan. Zat dengan molekul
yang besar akan bergerak lambat dibanding molekul kecil. Molekul kecil akan
lebih mudah berpindah dari larutan dengan konsentrasi tinggi ke larutan dengan
konsentrasi rendah. Larutan dengan konsentrasi yang tinggi akan mempercepat
pergerakan molekul, sehingga proses difusi berjalan lebih cepat.
b). Osmosis.
Proses perpindahan zat ke
larutan lain melalui membrane semipermeabel biasanya terjadi dari larutan
dengan konsentrasi yang kurang pekat ke larutan dengan konsentrasi lebih pekat.
Solute adalah zat pelarut, sedang solven adalah larutannya. Air merupakan
solven, sedang garam adalah solute. Proses osmosis penting dalam mengatur
keseimbangan cairan ekstra dan intra.
Osmolaritas adalah cara untuk mengukur kepekatan
larutan dengan menggunakan satuan nol. Natrium dalam NaCl berperan penting
mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh. Apabila terdapat tiga jenis larutan
garam dengan kepekatan berbeda dan didalamnya dimasukkan sel darah merah, maka
larutan yang mempunyai kepekatan yang sama akan seimbang dan berdifusi. Larutan
NaCl 0,9% merupakan larutan yang isotonic karena larutan NaCl mempunyai
kepekatan yang sama dengan larutan dalam system vascular. Larutan isotonic
merupakan larutan yang mempunyai kepekatan sama dengan larutan yang dicampur.
Larutan hipotonik mempunyai kepekatan lebih rendah dibanding larutan intrasel.
Pada proses osmosis dapat terjadi perpindahan dari larutan dengan kepekatan
rendah ke larutan yang kepekatannya lebih tinggi melalui membrane semipermeabel,
sehingga larutan yang berkonsentrasi rendah volumenya akan berkurang, sedang
larutan yang berkonsentrasi lebih tinggi akan bertambah volumenya.
c). Transport aktif.
Merupakan
gerak zat yang akan berdifusi dan berosmosis. Proses ini terutama penting untuk
mempertahankan natrium dalam cairan intra dan ekstrasel. Proses pengaturan
cairan dapat dipengaruhi oleh dua factor, yaitu:
Tekanan
cairan.
Proses difusi dan osmosis melibatkan adanya
tekanan cairan. Proses osmotic juga menggunakan tekanan osmotic, yang merupakan
kemampuan pastikel pelarut untuk menarik larutan melalui membrane.
Bila dua larutan dengan perbedaan konsentrasi
dan larutan yang mempunyai konsentrasi lebih pekat molekulnya tidak dapat
bergabung (larutan disebut koloid). Sedangkan larutan yang mempunyai kepekatan
sama dan dapat bergabung (disebut kristaloid). Contoh larutan kristaloid adalah
larutan garam, tetapi dapat menjadi koloid apabila protein bercampur dengan
plasma. Secara normal, perpindahan cairan menembus membrane sel permeable tidak
terjadi. Prinsip tekanan osmotic ini sangat penting dalam proses pemberian
cairan intravena. Biasanya, larutan yang sering digunakan dalam pemberian
infuse intravena bersifat isotonic karena mempunyai konsentrasi sama dengan
plasma darah. Hal ini penting untuk mencegah perpindahan cairan dan elektrolit
ke dalam intrasel. Larutan intravena bersifat hipotonik, yaitu larutan yang
konsentrasinya kurang pekat dibanding konsentrasi plasma darah. Tekanan osmotic
plasma akan lebih besar dibanding tekanan tekanan osmotic cairan interstisial
karena konsentrasi protein dalam plasma dan molekul protein lebih besar
dibanding cairan interstisial, sehingga membentuk larutan koloid dan sulit
menembud membrane semipermeabel. Tekanan hidrostatik adalah kemampuan tiap
molekul larutan yang bergerak dalam ruang tertutup. Hal ini penting guna
mengatur keseimbangan cairan ekstra dan intrasel.
2.14
Keseimbangan Asam Basa
Dalam aktivitasnya, sel
tubuh memerlukan keseimbangan asam-basa. Keseimbangan asam-basa dapat diukur
dengan pH (derajat keasaman). Dalam keadaan normal, pH cairan tubuh adalah
7,35-7,45. Keseimbangan asam-basa dapat dipertahankan melalui proses metabolism
dengan system buffer pada seluruh cairan tubuh dan oleh pernapasan dengan
system regulasi (pengaturan di ginjal). 3 macam system larutan buffer cairan
tubuh adalah larutan bikarbonat, fosfat dan protein. System buffer itu sendiri
terdiri atas natrium bikarbonat (NaHCO3), kalium bikarbonat (KHCO3) dan asam
karbonat (H2CO3). Pengaturan keseimbangan asam-basa dilakukan oleh paru melalui
pengangkutan kelebihan CO2 dan H2CO2 dari darah yang dapat meningkatkan pH
hingga kondisi standar (normal). Ventilasi dianggap memadai apabila suplai O2
seimbang dengan kebutuhan O2.
Pembuangan melalui paru harus simbang dengan
pembentukan CO2 agar ventilasi memadai. Ventilasi yang memadai dapat
mempertahankan kadar pCO2 sebesar 40 mmHg.
Jika pembentukan CO2 metabolik meningkat, konsentrasinya dalam cairan ekstrasel juga meningkat. Sebaliknya, penurunan metabolism memperkecil konsentrasi CO2. Jika kecepatan ventilasi paru meningkat, kecepatan pengeluaran CO2 juga meningkat dan hal ini menurunkan jumlah CO2 yang berkumpul dalam cairan ekstrasel. Peningkatan dan penurunan ventilasi alveolus efeknya akan mempengaruhi pH cairan ekstrasel. Peningkatan pCO2 menurunkan pH, sebaliknya pCO2 meningkatkan pH darah. Perubahan ventilasi alveolus juga akan mengubah konsentrasi ion H+. sebaliknya konsentrasi ion H+ dapat mempengaruhi kecepatan ventilasi alveolus (umpan balik). Kadar pH yang rendah dan konsentrasi ion H+ yang itnggi disebut asidosis, sebaliknya pH yang tinggi dan konsentrasi ion H+ yang rendah disebut alkalosis.
Jika pembentukan CO2 metabolik meningkat, konsentrasinya dalam cairan ekstrasel juga meningkat. Sebaliknya, penurunan metabolism memperkecil konsentrasi CO2. Jika kecepatan ventilasi paru meningkat, kecepatan pengeluaran CO2 juga meningkat dan hal ini menurunkan jumlah CO2 yang berkumpul dalam cairan ekstrasel. Peningkatan dan penurunan ventilasi alveolus efeknya akan mempengaruhi pH cairan ekstrasel. Peningkatan pCO2 menurunkan pH, sebaliknya pCO2 meningkatkan pH darah. Perubahan ventilasi alveolus juga akan mengubah konsentrasi ion H+. sebaliknya konsentrasi ion H+ dapat mempengaruhi kecepatan ventilasi alveolus (umpan balik). Kadar pH yang rendah dan konsentrasi ion H+ yang itnggi disebut asidosis, sebaliknya pH yang tinggi dan konsentrasi ion H+ yang rendah disebut alkalosis.
2.12.2
Gangguan Masalah Dalam Pemberian Cairan dan Elektrolit
maslah-masalah kebutuhan cairan
:
1.
Asidosis respiratorik,
Merupakan
suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kegagalan system pernapasan dalam
membuang karbondioksida dari cairan tubuh.
2. Asidosis
metabolic
Merupakan
suatu keadaan kehilangan basa atau terjadi penumpukan asam.
3. Alkalosis
respiratorik
Merupakan
suatu keadaan kehilangan CO2, dari paru-paru yang dapat menimbulkan terjadinya
paCO2 arteri kurang dari 35 mmHg, pH lebih dari 7,45.
4. Alkalosis
metabolic
Merupakan
suatu keadaan kehilangan ion hydrogen atau penambahan cairan basa pada cairan
tubuh dengan adanya peningkatan bikarbonat plasma lebih dari 26 mEq/L dan pH
arteri lebih dari 7,45.
Masalah-masalah kebutuhan
elektrolit :
1) Hiponatremia
Merupakan
suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam plasma darah yang ditandai dengan
adanya kadar natrium plasma yang kurang dari 135 mEq/L, mual, muntah dan diare.
2) Hipernatremia
Suatu
keadaan dimana kadar natrium dalam plasma tinggi, yang ditandai dengan adanya
mukosa kering, oliguria/anuria, turgor kulit buruk dan permukaan kulit
membengkak, kulit kemerahan, lidah kering, dll.
3) Hipokalemia
M erupakan
suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam darah. Hipokalemia ini dapat
terjadi dengan sangat cepat. Sering terjadi pada pasien yang mengalami diare
berkepanjangan.
4) Hiperkalemia
Merupakan
suatu keadaan dimana kadar kalium dalam darah tinggi. Keadaan ini sering
terjadi pada pasien luka bakar, penyakit ginjal, asidosis metabolik.
Hiperkalemia dditandai dengan adanya mual, hiperaktifitas system pencernaan,
dll.
5) Hipokalsemia
Merupakan
kekurangan kadar kalsium dalam plasma darah. Hipokalsemia ditandai dengan
adanya kram otot dan karam perut, kejang,bingung, dll.
6) Hiperkalsemia
Merupakan
suatu keadaan kelebihan kadar kalsium dalam darah. Hal ini terjadi pada pasien
yang mengalami pengangkatan kelenjar gondok dan makan vitamin D secara
berlebihan. Hiperkalsemia ditandai dengan adanya nyeri pada tulang, relaksasi
otot, batu ginjal, dll, dan kadar kalsium daam plasma lebih dari 4,3 mEq/L.
7) Hipomagnesia
Merupakan
kekurangan kadar magnesium dalam darah. Hipomagnesia ditandai dengan adanya
iritabilitas, tremor, kram pada kaki dan tangan, dll, serta kadar magnesium
dalam darah kurang dari 1,3 mEq/L.
8) Hipermagnesia
Merupakan
kelebihan kadar magnesium dalam darah. Hal ini ditandai dengan adanya koma, gangguan
pernapasan, dan kadar magnesium lebih dari 2,5 mEq/L.
9)
Keseimbangan Asam Basa
Aktivitas
tubuh memerlukan keseimbangan asam basa, keseimbangan asam basa dapat diukur
dengan pH (derajat keasaman). Dalam keadaan normal, nilai pH cairan tubuh 7,35
- 7,45. keseimbangan dapat dipertahankan melalui proses metabolisme dengan
sistem buffer pada seluruh cairan tubuh dan melalui pernapasan dengan sistem
regulasi (pengaturan di ginjal). Tiga macam sistem larutan buffer cairan tubuh
yaitu larutan bikarbonat, larutan buffer fosfat, dan larutan buffer
protein.
2.16
Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan dan
Elektrolit
A.Umur
Kebutuhan
intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh
pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak
lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada
usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan
fungsi ginjal atau jantung.
B.Iklim
Orang yang
tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah
memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat.
Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan
cairan sampai dengan 5 L per hari.
C.Diet
Diet
seseorang berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake
nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan
serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat
diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan
edema.
D.Stress
Stress
dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen otot.
Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila
berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah
E.Kondisi
Sakit
Kondisi
sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh Misalnya :
a.
Trauma seperti luka bakar
akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
b.
Penyakit ginjal dan
kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
c.
Pasien dengan penurunan
tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake cairan karena
kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
F. Tindakan
Medis :
Banyak
tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.
G.Pengobatan
:
Pengobatan
seperti pemberian deuretik, laksative dapat berpengaruh pada kondisi cairan dan
elektrolit tubuh.
H.Pembedahan
:
Pasien
dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama
pembedahan.
2.17 Tindakan Untuk mengatasi masalah cairan elektrolit
Pemberian cairan melalui infus
Pemberian cairan
melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang
dilakukan pada pasien dengan bantuan perangkat infuse. Tindakan ini dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit, serta sebagai tindaka
pengobatan dan pemberian makanan.
Persiapan Bahan dan Alat :
- Standar infuse
- Perangkat infuse
- Cairan sesuai dengan kebutuhan pasien.
- Jarum infus/ abocath atau sejenisnya sesuai dengan ukuran
- Pengalas
- Tourniquet/pembendung
- kapas alkohol 70%
- Plester
- Gunting
- Kasa steril
- Betadine
- Sarung tangan
Prosedur Kerja :
- Cuci tangan
- Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan
- Hubungakan cairan dan perangkat infuse dengan menusukkan ke dalam botol infuse (cairan)
- Isi cairan ke dalam perangkat infuse dengan menekan bagian ruang tetesan hingga ruangan tetesan terisi sebagian, kemudian buka penutup hingga selang terisi dan keluar udaranya
- Letakkan pengalas
- Lakukan pembendungan dengan tourniquet
- Gunakan sarung tangan
- Desinfeksi daerah yang akan ditusuk
- Lakukan penusukan dengan arah jarum ke atas
- Cek apakah sudah mengenai vena dengan ciri darah keluar melalui jarum infus/abocath
- Tarik jarum infus dan hubungkan dengan selang infus
- Buka tetesan
- Lakukan desinfeksi dengan betadine™ dan tutup dengan kasa steril
- Beri tanggal dan jam pelaksanaan infuse pada plester
- Catat respons yang terjadi
- Cuci tangan
Transfusi Darah
Transfusi darah
merupakan tindakan memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan seperangkat
alat transfusi pada pasien yang membutuhkan darah. Tujuannya untuk memenuhi
kebutuhan darah dan memperbaiki perfusi jaringan.
Persiapan Alat dan Bahan :
- Standar infus
- Perangkat transfusi
- NaCl 0,9%
- Darah sesuai dengan kebutuhan pasien
- Jarum infus/abocath atau sejenisnya sesuai dengan ukuran
- Pengalas
- Tourniquet/ pembendung
- Kapas alcohol 70%
- Plester
- Gunting
- Kasa steril
- Betadine™
- Sarung tangan
Prosedur Kerja :
- Cuci tangan
- Jelaskan pada pasien mengenai proosedur yang akan dilakukan
- Hubungkan cairan NaCl 0,9% dan seperangkat transfuse dengan menusukkannya
- Isi cairan NaCl 0,9% ke dalam perangkat transfusi dengan menekan bagian ruang tetesan hingga ruangan tetesan terisi sebagian. Kemudian buka penutup, hingga selang terisi dan udaranya keluar.
- Letakkan pengalas
- Lakukan pembendungan dengan tourniquet
- Gunakan sarung tangan
- Desinfeksi daerah yang akan disuntik
- Lakukan penusukan dengan arah jarum ke atas
- Cek apakah sudah mengenai vena dengan ciri darah keluar melalui jarum infus/abocath
- Tarik jarum infus dan hubungkan dengan selang tranfusi
- Buka tetesan
- Lakukan desinfeksi dengan betadine™ dan tutup dengan kasa steril
- Beri tanggal dan jam pelaksanaan infuse pada plester
- Setelah NaCl 0,9% masuk sekitar ± 15 menit, ganti dengan darah yang sudah disiapkan
- Darah sebelum dimasukkan, terlebih dahulu cek warna darah, identitas pasien, jenis golongan darah dan tanggal kadaluwarsa
- Lakukan observasi tanda-tanda vital selama pemakaian transfusi
- Catat respons terjadi
- Cuci tangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar