PENANGGULANGAN DAERAH BERMASALAH KESEHATAN (PDBK)
Dr. Safrudin, SKM, M.Kes.
A. INDEKS
PEMBANGUNAN KESEHATAN MASYARAKAT ( IPKM )
IPKM
adalah satu ukuran yang sering digunakan untuk membandingkan keberhasilan
pembangunan sumber daya manusia antar negara adalah Indeks Pembangunan Manusia
(IPM-HDI/HumanDevelopmentIndex). Indeks ini merupakan indikator komposit yang
terdiri dari indikator:
(i)
Kesehatan
(umur harapan hidup waktu lahir)
(ii)
Pendidikan
(angka melek huruf dan angka partisipasi sekolah)
(iii)
Ekonomi
(pengeluaran riil per kapita).
IPKM
adalah gabungan beberapa indikator kesehatan yang menggambarkan kemajuan
pembangunan kesehatan masyarakat di seluruh kabupaten/kota yang dirumuskan dari
data kesehatan berbasis komunitas. IPKM
dirumuskan dari 24 indikator kesehatan yang dikumpulkan dari Riset Kesehatan Dasar,
Survai Sosial Ekonomi Nasional dan Potensi Desa, Pengembangan IPKM memungkinkan
pemerintah untuk melakukan penajaman
sasaran pembangunan kesehatan yang inklusif. Dua puluh empat indikator
kesehatan terpilih berdasarkan kesepakatan pakar diberikan bobot tertentu
sesuai dengan kriteria :
Mutlak;
dengan bobot 5 yang terdiri dari 11 indikator
Penting;
dengan bobot 4 yang terdiri dari 5 indikator
Perlu;
dengan bobot 3 yang terdiri dari 8 indikator
Nilai IPKM
berkisar 0 (nol) adalah nilai terburuk dan nilai 1 (satu) adalah nilai terbaik.
IPKM menggambarkan keberhasilan dan kesenjangan antardaerah.
BOBOT/ARTI
|
INDIKATOR
|
Bobot 5: mutlak
|
1.
Prevalensi balita gizi buruk dan kurang
|
|
2.
Prevalensi balita pendek dan sangat pendek
|
|
3.
Prevelansi balita kurus dan sangat kurus
|
|
4.
Prporsi rumah rumah tangga dengan aksesa ir bagus
|
|
5.
Proporsi rumah tangga dengan akses sanitasi bagus
|
|
6.
Proporsi penimbangan balita yang rutin
|
|
7.
Cakupan kunjungan neonatus I
|
|
8.
Cakupan imunisasi lengkap
|
|
9.
Rasio dokter terhadap puskesmas
|
|
10. Rasio bidan
terhadap desa
|
|
11. Cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan
|
Bobot 4 : penting
|
1.
Prevelansi balita gemuk
|
|
2.
Prevalansi penyakit diare
|
|
3.
Prevalensi penyakit hipertensi
|
|
4.
Prevalensi penyakit pnemonia
|
|
5.
Proporsi cuci tangan yang benar
|
Bobot 3: perlu
|
1.
Prevalensi gangguan mental emosional
|
|
2.
Prevalensi merokok
|
|
3.
Prevalensi penyakit dan mulut
|
|
4.
Prevalensi penyakit asma
|
|
5.
Prevalensi
|
|
6.
Prevalensi cedera
|
|
7.
Prevalensi penyakit sendi
|
|
8.
Prevelansi penyakit infeksi saluran pernafasan
akut
|
Indikator kesehatan penentu IPKM
IPKM
dapat dimanfaatkan sebagai:
Indicator
untuk menentukan peningkatan provinsi dan kabupaten/kota dalam keberhasilan
pembangunan kesehatan masyarakat. Bahan advokasi ke pemerintah daerah, baik
provinsi maupun kabupaten/kotaagar terpacu menaikan peringkatnya, sehingga
aumber daya dan program kesehatan diprioritaskan.
Salah
kriteria penentuan alokasi dana bantuan kesehatan dari pusat ke daerah
(provinsi dan kabupaten/kota) dan provinsi ke kabupaten/kota.
Dengan
adanya IPKM diharapkan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dapat memperjelas
masalah kesehatannya, sehingga program intervensinya menjadi lebih terarah.
Dilihat dari berbagai sisi, maka pemanfaatan IPKM dapat berupa hal-hal sebagai
berikut.
Dari sisi kesehatan wilayah,
penggunaan indikator IPKM secara keseluruhan dapat menghasilkan daftar
kabupaten dan kota yang mempunyai masalah kesehatan kesehatan berat atau
kompleks. Selanjutnya, dengan mengacu pada indikator-indikator IPKM, lalu dapat
dilakukan penajaman program dengan mengarahkan intervensi kepada
masalah-masalah kesehatan utama.
Dari sisi pengelola program kesehatan,
baik tingkat provinsi maupun tingkat pusat, dengan IPKM dapat dilakukan
pemusatan perhatian pada kabupaten-kabupatan/kota-kota yang bermasalah.
|
Dari sisi alokasi bantuan pusat ke daerah, IPKM
dapat dijadikan salah satu kriteria perhitungan bantuan pusat ke kabupaten/kota
secara berkeadilan.
B. DAERAH BERMASALAH KESEHATAN
Salah
satu ukuran yang sering digunakan untuk membandingkan keberhasilan pembangunan
sumber daya manusia antar negara adalah Indeks Pembangunan Manusia
(IPM-HDI/HumanDevelopmentIndex). Indeks ini merupakan indikator komposit yang
terdiri dari indikator: (i) Kesehatan (umur harapan hidup waktu lahir); (ii)
Pendidikan (angka melek huruf dan angka partisipasi sekolah); serta (iii)
Ekonomi (pengeluaran riil per kapita).
Daerah
Bermasalah Kesehatan (DBK) adalah (1) kabupaten/kota yang memiliki IPKM di
bawah rerata dan proporsi penduduk miskinnya lebih tinggi dari rerata, atau (2)
kabupaten/kota yang memiliki masalah khusus seperti geografi (daerah terpencil,
perbatasan dan kepulauan), sosial budaya yang berdampak buruk pada kesehatan
dan penyakit tertentu yang spesifik. DBK mengambarkan adanya kesenjangan
pencapaian indikator-indikator pembangunan kesehatan antar-daerah di Indonesia.
Di
Indonesia terdapat 10 provinsi yang memiliki lebih dari 50% jumlah
kabupaten/kotanya masuk ke dalam kriteria IPKM yang perlu menjadi daerah
prioritas perhatian Kementerian Kesehatan dan jajarannya melalui upaya
Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK). Kesepuluh provinsi
tersebut adalah Aceh, NTB, NTT, Sultra,
Sulteng, Gorontalo, Sulbar, Maluku, Papua Barat dan Papua.
Berdasarkan
pada nilai IPKM masing-masing daerah, selanjutnya dapat dibedakan adanya 3
(tiga) kategori DBK (kabupaten/kota), yaitu DBK Ringan, DBK Berat dan DBK
Khusus. Klasifikasi DBK Ringan dan DBK Berat didasarkan pada hasil penilaian
indeks IPKM sesuai ketentuan yang ditetapkan pada Riskesdas 2007.
Daerah
Bermasalah Kesehatan Ringan (DBK) adalah kabupaten atau kota yang mempunyai
nilai IPKM rerata sampai dengan -1 (minus satu) simpangan baku dan mempunyai
nilai kemiskinan (Pendataan Status Ekonomi/PSE) di atas rerata (masing-masing
untuk kelompok kabupaten atau kelompok kota).
Daerah
Bermasalah Kesehatan Berat (DBK-B) adalah kabupaten/kota yang memiliki nilai
IPKM lebih rendah dari rerata IPKM -1 (minus 1) simpang baku.
Daerah
Bermasalah Kesehatan Khusus (DBK-K) adalah kabupaten/ kota yang mempunyai
masalah khusus seperti geografi (daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan),
sosial budaya (tradisi/adat kebiasaan) yang mempunyai dampak buruk terhadap
kesehatan, penyakit tertentu yang spesifik seperti Fasciolopsis buski,
Schistosomiasis, dll.
C. PENANGGULANGAN DAERAH BERMASALAH KESEHATAN
Penanggulangan
Daerah Bermasalah Kesehatan (P-DBK) adalah upaya kesehatan terfokus,
terintegrasi, berbasis bukti, dilakukan secara bertahap di daerah yang menjadi
prioritas bersama kementerian terkait, dalam jangka waktu tertentu, sampai
mampu mandiri dalam menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang (urusan
wajib) kesehatan seluas-luasnya.
Timbulnya
DBK disebabkan karena adanya kesenjangan pelayanan kesehatan serta kesenjangan derajat kesehatan
antar-daerah, antarkelompok masyarakat dan antar-tingkat sosial ekonomi.
Contohnya, kesenjangan antara Daerah Indonesia Bagian Barat dengan Daerah
Indonesia Bagian Timur, antara Daerah di Jawa dengan Daerah di Luar Jawa,
antara Daerah Kaya dengan Daerah Miskin.
Penanggulangan
Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK) merupakan intervensi kesehatan masyarakat
yang terfokus, terintegrasi, berbasis bukti dilakukan secara bertahap di daerah
yang menjadi prioritas bersama kementerian terkait dalam jangka tertentu sampai
mampu mandiri dalam penyelenggaraan kewenangan pemerintahan di bidang
kesehatan. Tujuan dari PDBK adalah mempercepat peningkatan IPKM di
kabupaten/kota DBK sehingga terjadi percepatan peningkatan derajat kesehatan
masyarakat secara nasional yang ditunjukkan dengan peningkatan IPKM serta
pengurangan kesenjangan antar-daerah.
Penanggulangan
DBK menggunakan pendekatan integrasi dengan upaya kesehatan prioritas nasional.
Diawali dengan pembentukan tim pendamping di setiap tingkat administrasi mulai
dari pusat, provinsi dan kabupaten/kota, melaksanakan langkah-langkah PDBK, meningkatkan
sistem kesehatan DBK, pendampingan teknis di daerah dan pengembangan model
pemecahan masalah spesifik daerah.
Sesuai
dengan masalah kesehatan masyarakat yang dihadapi, di DBK tentu akan
diselenggarakan percepatan dan peningkatan kinerja pelaksanaan program-program
kesehatan. Oleh sebab ujung tombak pelaksanaan program-program kesehatan adalah
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), maka fokus perhatian akan ditujukan
kepada peningkatan kapasitas Puskesmas, tanpa mengabaikan peningkatan kapasitas
rumah sakit dan dinas kesehatan kabupaten/ kota.
Keputusan
Menteri Kesehatan No. 128/Menkes/SK/II/2004 menyatakan bahwa Pusat Kesehatan
Masyarakat atau Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari dinas
kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai UPT dari dinas kesehatan
kabupaten/kota (UPTD), Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian tugas
teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana
tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
Pembangunan
kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia, untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang,
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di
wilayah kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/ kota. Sedangkan
Puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan
yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.
Tujuan
pembangunan kesehatan yang Terdapat tiga fungsi yang harus diperankan oleh
Puskesmas, yaitu:
• Puskesmas merupakan pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan.
• Puskesmas merupakan pusat
pemberdayaan masyarakat.
• Puskesmas merupakan pusat pelayanan
kesehatan
strata pertama, yang terdiri atas pelayanan kesehatan individu dan pelayanan
kesehatan masyarakat.
Untuk
mencapai visi pembangunan kesehatan yakni mewujudkan Kecamatan Sehat, Puskesmas
bertanggung jawab untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan
tersebut dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu (1) upaya kesehatan wajib
dan (2) upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib Puskesmas adalah
upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global, serta
mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas. Upaya
kesehatan wajib tersebut adalah:
(1)
Promosi Kesehatan,
(2)
Kesehatan Lingkungan,
(3)
Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana,
(4)
Perbaikan Gizi Masyarakat,
(5)
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan
(6)
Pengobatan.
DAFTAR
PUSTAKA
www.depkes.go.id
>downloadPDF promosi kesehatan – kementrian kesehatan
erjournal.litbang.depkes.go.id >view pergerakan
penanggulangan daerah kesehatan(PDBK)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar