RESUSITASI
DEWASA DAN RESUSITASI BAYI
DR.
Safrudin, SKM, M.Kes.
1. PENGERTIAN RESUSITASI DEWASA
Resusitasi merupakan sebuah upaya menydiakan oksigen ke otak, jantung
dan organ- organ vital lainnya melalui
sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang
adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang
dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan
dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat
menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan
segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997).
Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang
harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan
yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan
dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu
menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997).
a.
PERSIAPAN ALAT
Tidak menggunakan alat-alat.
b. KONSEP PERTOLONGAN PERTAMA
KEGAWATDARURATAN
Tahap-Tahap RJP :
1. Periksa Kesadaran Penderita
a) Menepuk bahu/ menggoyangkan badan
penderita
b) Jika belum merespon, panggil
dengan suara keras
c)
Jika
tidak merespon lakukan tahap ke-2
2. Call For Help
a) Berteriak minta tolong dengan orang sekitar
b) Aktifkan EMS (Emergency Medical
Service) dengan menelpon 911 atau Panggilan
pertugas kesehatan terdekat.
c) Saat menghubungi petugas
kesehatan, informasikan tentang kejadian, jarak terdekat
menuju
kejadian, nama tempat kejadian, lantai, kamar, dengan lengkap.
3
d) Jelaskan nama anda yang menghubungi,
apa yang terjadi, jumlah korban, kondisi
korban,
dan pertolongan yang sudah diberikan.
f) Sementara menunggu petugas kesehatan datang lakukan
tahap ke-3
3. Atur Posisi Korban
a) Posisi baring telentang (agar
efektif dalam melakukan pemeriksaan napas dan nadi
b) Baringkan ditempat datar
dan keras
4. Ekstensikan Kepala Korban
Tehnik mengangkat dengan cara 1
tangan di dahi korban dan tangan lainnya di bawah dagu korban
5. Periksa Mulut Korban
Kaji adanya benda asing/ material
muntahan dimulut korban. Jika terlihat ambil benda asing tersebut. Pengambilan
material cair dengan kain, pengambilan material padat dengan jari
JANGAN MEMBUANG WAKTU UNTUK TINDAKAN INI SAJA,
Lakukan Tahap 5 :
1. Periksa Napas
a) Lihat dada penderita apakah normal (normalnya
turun naik)
b)Dengar suara napas dengan
merasakan hembusan napas di pipi
c)Jika tidak ada tanda-tanda napas,
lanjut ke tahap-7
2. Beri 2x napas buatan
a)Pencet hidung korban, lingkari mulut korban
dengan mulut anda secara ketat
b) Hembuskan napas pelan dan dalam
sampai melihat dada penderita naik
c) Batas waktu antara napas kedua 1,5
detik
3. Periksa nadi korban
a) Pada orang dewasa terletak di
arteri karotis (leher)
b) Angkat dagu seperti tahap 4,
tekan dan rasakan nadi carotis, tahan 5-10 detik
c) Jika nadi ADA dan napas TIDAK
ADA, beri napas buatan sebanyak 10-12x/menit
d) Jika nadi dan napas TIDAK ADA,
mulai gunakan KOMPRESI DADA
4. Kompresi Dada
a) Tekan teratur pada dinding dada. Diharapkan
darah akan mengalir ke organ vital dan organ vital masih tetap berfungsi hingga
EMS datang
b) Lokasi penekanan pada area, dua jari di atas
proxesus xifoideus.
c) Penekanan dilakukan dengan menggunakan pangkal
telapak tangan. Dengan posisi satu tangan diatas tangan yang lain.
d) Tekanan pada tulang dada dilakukan sedemikian
rupa sehingga masuk 3-4 cm (pada
5
orang dewasa).
e) Jaga lengan penolong agar tetap lurus, sehingga
yang menekan adalah bahu (atau lebih tepat tubuh bagian atas) dan bukan tangan
atau siku
f) Pastikan tekanan lurus ke bawah pada tulang dada
karena jika tidak, tubuh dapat tergelincir dan tekanan untuk mendorong akan
hilang
g) Gunakan berat badan saat kita
berikan tekanan
h) Dorongan yang terlalu besar akan
mematahkan tulang dada
i) Waktu untuk menekan dan waktu untuk melepas harus
sama waktunya
j) Berikan kompresi 30x dengan kecepatan 80-100x/menit
k) Setiap 30 kali kompresi harus dikombinasikan dengan
napas buatan
5. Kordinasikan Antara Kompresi
dengan napas buatan
a) Setiap akhir 30x kompresi
diselingi dengan 1-1,5 detik napas buatan
b) Rangkaian 30 kali kompresi dan 2
kali napas buatan diulang selama 5 kali siklus baru
lakukan evaluasi nadi(tahap
ke-8).
c) Lanjutkan resusitasi hingga
petugas kesehatan datang
c. TRIAGE
Triage
adalah pengelompokan korban/pasien berdasarkan berat ringannya trauma atau
penyakit serta kecepatan
penanganan atau pemindahan.
Tujuan : Dapat menangani
korban/pasien dengan cepat, cermat dan tepat sesuai
dengan
sumber daya yang ada.
A. Macam-macam korban :
1.Korban masal : lebih dari 1 orang harus ditolong lebih dari 1 penolong,
bukan bencana
2. Korban bencana : korban lebih besar dari korban masal
B. Prinsip-prinsip triage :
“Time Saving is Life Saving
(respon time diusahakan sependek mungkin), The Right Patient, to The Right
Place at The Right Time serta melakukan yang terbaik untuk jumlah terbanyak”
dengan seleksi korban berdasarkan :
1.Ancaman
jiwa mematikan dalam hitungan menit
2.Dapat
mati dalam hitungan jam
3.Trauma
ringan
4.Sudah
meninggal
5
d. PRIMARY SURVEY
Pada
primary survey dikenal sisitem ABCDE(Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Exposure/ Enviromental control) yang disusun berdasarkan urutan
prioritas penanganan.
e.
PEMBERIAN BANTUAN HIDUP DASAR
A. Prosedur Dasar CPR :
1. Pastikan keamanan penolong dan pasien
2. Nilai Respon klien
·
Segera
setelah aman
·
Memeriksa
korban dengan cara menepuk bahu “Are you all right ?”
·
Hati-hati
kemungkinan trauma leher
·
Jangan
pindahkan / mobilisasi pasien bila tidak perlu
3. Segera
Berteriak Minta Pertolongan
4. Memperbaiki Posisi Pasien
4. Memperbaiki Posisi Pasien
·
Posisi
Supine
·
Bila
pasien tidak memberikan respon : tempatkan pd permukaan datar dan keras
·
Bila
curiga cedera spinal; pindahkan pasien dengan cara: kepala, bahu dan
badan bergerak bersamaan (log roll / in-line)
5. MEMPERBAIKI POSISI PENOLONG Posisi
penolong : di samping
pasien / di atas
kepala (kranial) pasien.
B. Survei Primer
B. Survei Primer
1. AIRWAY (JALAN NAFAS)
a. Pemeriksaan jalan nafas
Jangan lakukan head tilt sebelum pastikan tidak ada sumbatan jalan nafas.
b. Membuka Jalan Nafas :
Head tild - Chin lif atau Jaw thrust
2. BREATHING
Terdiri dari 2 tahap :
- Memastikan pasien tidak bernafas :
- Melihat (look), mendengar (listen), merasakan (feel) selama 10 detik
3. CIRCULATION
Pastikan tidak ada denyut jantung pada arteri karotis atau brakhialis (anak)
Pastikan tidak ada denyut jantung pada arteri karotis atau brakhialis (anak)
Memastikan ada tidaknya
denyut jantung < 10 detik.
Lakukan Compresi 30 kali :
·
Pada 1/2
bawah mid sternum, diantara 2 putting susu dengan posisi tangan menggunakan metode
“rib margin”
·
Kedalaman
kompresi jantung minimal 2 inci (5 cm)
·
Kompresi
Jantung Luar 30 kali ( satu atau 2 penolong) membutuhkan waktu 18 detik.
4. EVALUASI CIRCULATION, AIRWAY
& BREATHING
1.Sesudah
5 siklus ventilasi dan kompresi kemudin pasien dievaluasi kembali.
2.Jika
tidak ada nadi karotis, dilakukan kembali kompresi dan bantuan nafas dengan
rasio
30:2.
3.Jika
ada nafas dan denyut nadi teraba letakan pasien pada posisi mantap.
4.Jika
tidak ada nafas tetapi nadi teraba, berikan bantuan nafas sebanyak 10 x/menit
dan
monitor nadi setiap 2 menit.
5.Jika sudah terdapat pernafasan spontan dan
adekuat serta nadi teraba, jaga agar
jalan
nafas tetap terbuka.
8
f.
TINDAKAN
RESUSITAS
·
Airway
Pada pasien yang tidak sadar
umumnya terjadi sumbatan jalan napas oleh lidah yang menutupi dinding posterior
faring karena terjadi penurunan tonus. Hal ini dapat diatasi dengan tiga cara:
Ekstensi kepala: ekstensikan kepala
korban/pasien dengan satu tangan, bila perlu ganjal bahu.
Ekstensi kepala dan mengangkat dagu:
ekstensikan kepala dan angkat dagu ke atas.
Ekstensi kepala dan
mendorong mandibula: ekstensikan kepala, pegang angulus mandibula pada kedua
sisi, kemudian dorong ke depan.
Ketiga hal di atas dikenal
sebagai triple airway manouver dari Safar. Metode kedua atau ketiga
lebih efektif dalam membuka jalan napas atas daripada metode pertama.
Bila diketahui atau
dicurigai ada trauma kepala dan leher, korban hanya
digerakkan/dipindahkan bila memang mutlak perlu. Pada dugaan patah tulang
leher, pendorongan mandibula saja tanpa ekstensi kepala merupakan metode paling
aman untuk menjaga agar jalan napas tetap terbuka. Bila belum berhasil, dapat
dilakukan sedikit ekstensi kepala.
Bila terdapat pernapasan
spontan dan adekuat (tidak ada sianosis), letakkan pasien dalam posisi miring
mantap untuk mencegah aspirasi. Saat itu kita dapat meminta pertolongan
ambulans. Sedangkan bila ventilasi adekuat tetapi napas tidak adekuat (ada
sianosis), korban/pasien perlu berikan oksigen lewat kateter nasal atau sungkup
muka.
·
Brithning
Setelah jalan napas terbuka, segera nilai apakah korban/pasien dapat
bernapas spontan dengan merasakan aliran udara pada daun telinga atau
punggung tangan penolong, mendengarkan bunyi napas dari hidung dan mulut
korban/pasien, serta memperhatikan gerak napas pada dadanya. Ventilasi buatan
dilakukan bila pernapasan spontan tidak ada (apnu). Ventilasi dapat dari mulut
ke mulut, mulut ke hidung, atau mulut ke stoma (trakea).
Pada saat melakukan ventilasi mulut ke mulut, penolong mempertahankan
kepala dan leher korban dalam posisi jalan napas tebuka dengan menutup hidung
korban/pasien dengan pipi penolong atau memencet hidung dengan satu
tangan. Selanjutnya lakukan dua kali ventilasi dalam, segera raba denyut nadi
karotis atau femoralis. Bila tetap henti napas tetapi masih teraba denyut nadi,
diberikan ventilasi dalam setiap lima detik.
Tanda-tanda jalan napas bebas saat diberikan ventilasi buatan yang adekuat
adalah bila dada terlihat naik turun dengan amplitudo cukup, ada udara yang
keluar melalui hidung dan mulut selama ekspirasi, serta tidak terasa
tahanan dan compliance paru selama pemberian ventilasi.Bila ventilasi
mulut ke mulut atau ke hidung tidak berhasil baik walaupun jalan napas
terbuka, periksa faring untuk melihat adanya sumbatan oleh benda asing atau
sekresi.
Bila diduga ada sumbatan benda asing, lakukan hentakan punggung di antara
dua skapula. Bila tidak berhasil, lakukan hentakan abdomen (abdominal
thrust, manuver Heimlich), atau hentakan dada (chest thrust) untuk
pasien anak atau ibu hamil. Urutan gerakan Heimlich adalah memberikan 6 – 10
kali hentakan abdomen, membuka mulut dan melakukan sapuan jari, reposisi
korban/pasien, membuka jalan napas, dan mencoba memberikan ventilasi buatan.
Urutan diulang sampai benda asing keluar dan ventilasi buatan berhasil
diberikan. Teknik hentakan dada dapat dilakukan pada korban/pasien yang
telentang. Teknik ini sama dengan kompresi dada luar.
Bila ada sekresi, lakukan penyapuan dengan jari. Bila gagal, lakukan
hentakan abdomen atau hentakan dada. Pada tindakan jari menyapu, gulingkan
korban/pasien pada salah satu sisi. Sesudah membuka mulut korban/pasien dengan
satu tangan memegang lidah dan rahangnya, masukkan jari telunjuk dan jari
tengah tangan yang lain dari penolong ke dalam satu sisi mulut korban/pasien.
Melalui bagian belakang faring kedua jari menyapu dan keluar lagi melalui sisi
lain mulut korban/pasien dalam satu gerakan.
Bila sesudah dilakukan gerakan tripel (ekstensi kepala, membuka mulut, dan
mendorong mandibula) serta pembersihan mulut dan faring, masih ada sumbatan,
pasang pipa jalan napas (oropharyngeal airway atau nasopharyngeal
airway). Bila belum berhasil, lakukan intubasi trakea. Bila tidak dapat
dilakukan intubasi, sebagai alternatifnya adalah krikotirotomi atau pungsi
membran krikotiroid dengan jarum berlumen besar (misalnya kanula intravena
14G). Bila masih ada sumbatan di bronkus, lakukan pengeluaran benda asing
(padat, cair) dari bronkus atau terapi bronkospasme dengan aminofilin atau
adrenalin
·
Circulation
Pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar diperlukan pada keadaan
henti jantung. Aliran darah selama kompresi dada luar didasari oleh dua
mekanisme yang berbeda, yaitu kompresi jantung antara sternum dan tulang
belakang serta perubahan tekanan intratoraks global.
Korban/pasien telentang pada permukaan yang keras saat dilakukan kompresi
dada luar. Penolong berlutut di samping korban dan meletakkan pangkal sebelah
tangannya di atas pertengahan 1/3 bawah sternum korban/pasien, sepanjang sumbu
panjangnya dengan jarak dua jari sefalad dari persambungan sifoid-sternum.
Tangan penolong yang lain diletakkan di atas tangan pertama. Dengan jari-jari
terkunci, lengan lurus, dan kedua bahu tepat di atas stemum korban/pasien,
berikan tekanan vertikal ke bawah yang cukup untuk menekan sternum 4 – 5 cm
dengan berat badan penolong. Setelah kompresi harus ada relaksasi, tetapi kedua
tangan tidak boleh diangkat dari dada korban/pasien. Dianjurkan lama kompresi
sama dengan lama relaksasi. Bila hanya ada satu penolong, 15 kompresi dada luar
(laju: 80-100x/menit = 9 – 12 detik) harus diikuti dengan pemberian dua kali
ventilasi dalam (2 – 3 detik). Dalam satu menit harus ada empat daur kompresi
dan ventilasi, yaitu minimal 60 kompresi dada dan 8 ventilasi. Jadi 15 kali
kompresi ditambah 2 ventilasi harus selesai maksimal dalam 15 detik. Bila 2
penolong, kompresi dada diberikan oleh satu penolong dengan laju 80 – 100 kali
per menit dan 1 kali
9
ventilasi dalam (1 – 1,5 detik) diberikan oleh penolong kedua sesudah
kompresi kelima. Dalam 1 menit minimal ada 60 kompresi dada dan 12 ventilasi.
Jadi, 5 kompresi ditambah 1 ventilasi maksimal dalam 5 detik.
·
Drug Management
Adalah pemberian
obat dan cairan tanpa menunggu
6.
RESUSITASI BAYI ( Neonatus)
Resusitasi neonatus adalah suatu prosedur yang diterapkan untuk bayi
batu lahir (neonatus) yang gagal bernafas secara spontan yan adekuat.[1]
Ø INDIKASI
:
Tidak ada
Ø KONTRA
INDIKASI :
Tidak ada
Ø PERSIAPAN
ALAT :
·
Alat pemanas (radiant warmer) siap pakai/dinyalakan
dan handuk hangat tersedia.
·
Cek alat penghisap lendir, oksigen,sungkup wajah
dengan ukuran yang sesuai serta balon resusitasi.
·
Siapkan sebuah ETT (Pipa Endotrakeal) dengan ukuran
sesuai.
·
Siapkan obat-obatan,kateter umbilikalis dan sebuah
baki.[2]
10
Ø TINDAKAN
RESUSITASI PADA BAYI :
- Jaga bayi tetap hangat
- Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu.
- Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut tetap terbuka, potong tali pusat.
- Pindahkan bayi ke atas kain di tempat resusitasi yang datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat.
- Jaga bayi tetap diselimuti dan di bawah pemancar panas.
- Atur posisi bayi
- Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong
- Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu dengan menempatkan ganjal bahu sehingga kepala sedikit ekstensi.
- Isap lendir
Gunakan
alat penghisap lender Delee dengan cara sbb :
- Isap lender mulai dari mulut dulu, kemudian dari hidung.
- Lakukan pengisapan saat alat penghisap ditarik keluar, TIDAK pada waktu memasukkan.
- Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam 9jangan lebih dari 5cm ke dalam mulut atau lebih dari 3cm ke dalam hidung), hal ini dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau bayi tiba-tiba berhenti napas.
Bila
dengan balon karet lakukan dengan cara sbb :
- Tekan bola di luar mulut.
- Masukkan ujung penghisap di rongga mulut dan lepaskan 9lendir akan terhisap).
- Untuk hidung, masukkan di lubang hidung.
- Keringkan dan rangsang bayi
- Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat membantu BBL mulai bernapas.
- Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini:
·
Menepuk/menyentil
telapak kaki atau
·
Menggosok
punggung/perut/dada/tungkai bayi dengan telapak tangan
- Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi
- Ganti kain yang telah basah dengan kain kering di bawahnya.
- Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka dan dada agar bias memantau pernapasan bayi.
- Atur kembali posisi kepala bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
Lakukan penilaian bayi :
1.Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal,
tidak bernapas atau megap-megap.
2.Bila bayi bernapas normal: lakukan asuhan pasca
resusitasi.
3.Bila bayi megap-megap atau
tidak bernapas: mulai lakukan ventilasi bayi.
[1] Nurhayati.2009.Asuhan
Kegawatdaruratan Dan Penyulit Pada Neonatus.Jakarta:CV.Trans Info Media.Hal
54
[2] Nurhayati.2009. Asuhan
Kegawatdaruratan Dan Penyulit Pada Neonatus.Jakarta:CV.Trans Info Media.Hal
55
Tidak ada komentar:
Posting Komentar