PLASENTA PREVIA
1. Definisi Plasenta Previa
Menurut Ari (2009), plasenta atau yang biasa
disebut dengan ari-ari adalah jaringan yang terbentuk di dalam
rahim selama kehamilan. Pada awal kehamilan, plasenta mulai terbentuk dan akan
berbentuk lengkap pada usia kehamilan 16 minggu. Plasenta berbentuk bundar atau
hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal 2-2,5 cm dengan berat
rata-rata 500 gram. Plasenta melekat pada dinding uterus dan pada tali pusat
bayi, yang membentuk hubungan antara ibu dan bayi. Pada keadaan fisiologis
letak implantasi plasenta berada di depan atau di belakang dinding uterus, agak
ke atas ke arah fundus uteri.
Plasenta berasal dari lapisan trofoblas pada ovum
yang mengalami fertilisasi, plasenta berhubungan erat dengan sirkulasi ibu
untuk melakukan fungsi-fungsi yang belum dapat dilakukan janin untuk dirinya
sendiri selama kehidupan intrauterin. Kelangsungan hidup janin bergantung pada
keutuhan dan efisiensi plasenta (Fraser &
Cooper, 2009).
Menurut Manuaba (2010), plasenta sebagai
pengganti fungsi utama janin intrauterin yaitu alat sekresi terhadap hasil
metabolisme yang tidak terpakai, sebagai sumber hormonal yang dapat
mempertahankan kehamilan sampai aterm dan mempersiapkan untuk dapat memberikan
laktasi, bertindak sebagai akar janin untuk dapat mengisap nutrien, elektrolit,
dan lainnya untuk pertumbuhan janin intrauterin, bertindak sebagai paru janin
untuk dapat melakukan pertukaran oksigen dan karbondioksida melalui sirkulasi
retroplasenta. Plasenta juga bertindak sebagai barier antara janin dan darah
ibu sehingga tidak terjadi reaksi imunologis yang dapat membahayakan janin dan ibunya.
Gambar 2.1 Plasenta Normal
(Sumber: Lusa, 2011)
Melihat pentingnya peranan
plasenta bagi janin maka bila terjadi kelainan akan menyebabkan gangguan pada
janin. Kelainan dari plasenta dapat berupa gangguan fungsi dari plasenta,
gangguan implantasi plasenta dan gangguan kelainan lainnya. Pada gangguan
implantasi plasenta, apabila implantasinya abnormal yaitu berada sangat rendah
dari tempat seharusnya yaitu di segmen bawah rahim disebut sebagai plasenta
previa.
Plasenta previa berasal dari prae yang berarti depan dan vias yang berarti jalan, jadi artinya di
depan jalan lahir atau menutupi jalan lahir (Martaadisoebrata, 2005). Plasenta previa adalah lokasi
abnormal plasenta di segmen bawah uterus, yang sebagian atau keseluruhannya
menutupi os serviks. Ketika kehamilan maju, ibu rentan terhadap perdarahan,
terutama saat serviks dilatasi, dan perdarahan bisa sangat hebat (Chapman, 2006). Menurut Fraser & Cooper (2009), plasenta
previa adalah kondisi plasenta terimplantasi sebagian atau keseluruhan di
uterus bagian bawah, baik di dinding anterior maupun posterior. Lokasi anterior
tidak seserius lokasi posterior.
Gambar 2.2 Plasenta Normal dan Plasenta Previa Totalis
(Sumber: Chen
Peter J, MD. 2008)
2.1.2
Insiden Plasenta Previa
Menurut Chalik (2010),
pada kehamilan dengan paritas tinggi, usia ibu diatas 30 tahun, dan kehamilan ganda kejadian
plasenta previa akan lebih banyak. Pada keadaan ibu dengan uterus bercacat ikut
mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah
dilaporkan insiden terjadinya plasenta previa berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%.
Di negara maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1% disebabkan
berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan
ultrasonografi dalam obstetrik yang memungkinkan deteksi lebih dini, insiden
plasenta previa bisa lebih rendah. Menurut
Sumapraja & Rachimhadi (2005), plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200
persalinan. Menurut Fraser & Cooper (2009), plasenta previa terjadi setelah usia
gestasi 20 minggu, dan mempersulit 3-6 dari setiap kehamilan.
2.1.3
Klasifikasi Plasenta Previa
Belum ada kata sepakat di kalangan para ahli mengenai klasifikasi
plasenta previa, dikarenakan keadaan yang berubah-ubah setiap waktu. Sejalan
dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke arah
proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut
berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut
bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam
persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup oleh
plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta
previa ketika pemeriksaan. Oleh karena itu, pemeriksaan ultrasonografi perlu
diulang secara berkala dalam asuhan antenatal ataupun intranatal (Chalik, 2010).
Secara teoritis Manuaba
(2010) dan Maulidaniah
(2011), membagi
plasenta previa yaitu: Plasenta previa totalis (apabila menutupi ostium internum seluruhnya pada
pembukaan 4 cm), Plasenta previa partialis (apabila menutupi ostium uteri
internum sebagian pada pembukaan 4 cm), Plasenta previa marginalis (apabila tepi
plasenta berada pada tepi ostium uteri internum pada pembukaan 4 cm), dan Plasenta
previa letak rendah (apabila tepi bawah plasenta masih dapat disentuh dengan
jari pada pembukaan 4 cm).
Gambar 2.3 Klasifikasi Plasenta Previa
(Sumber: Maulidaniah, 2011)
2.1.4
Patofisiologis Plasenta Previa
Plasenta previa dapat mengganggu proses persalinan dengan terjadinya
perdarahan. Implantasi plasenta di segmen bawah rahim dapat disebabkan oleh
endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi, endometrium yang
tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi
janin, vili korealis pada korion leave yang persisten (Manuaba, 2010).
Bagian bawah uterus berkembang dan meregang secara
cepat setelah kehamilan 12 minggu. Pada minggu berikutnya, hal ini dapat
menyebabkan terpisahnya plasenta dan terjadi perdarahan. Perdarahan terjadi
akibat pemutusan antara trofoblas plasenta dan sinus darah vena ibu. Pada
beberapa kasus, perdarahan dapat dipicu oleh koitus (Fraser &
Cooper, 2009).
Menurut Panjaitan (2011), perdarahan
antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen
bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Umumnya terjadi
pada trimester ketiga karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami
perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks menyebabkan
sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena
robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarkan
karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
seperti pada plasenta letak normal.
Pada usia kehamilan yang lanjut umumnya pada
trimester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai
terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana
diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua
basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari plasenta. Dengan melebarnya isthmus
uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ
sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai
tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement)
dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada
tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi
maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta (Panjaitan, 2011).
Oleh karena fenomena pembentukan segmen
bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa pasti akan terjadi (unavoidable
bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak
oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat
karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh
darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan
berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi yang melibatkan
sinus yang besar dari plasenta di mana perdarahan akan berlangsung lebih banyak
dan lebih lama (Panjaitan, 2011).
Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim
itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang
kejadian perdarahan. Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain
(causless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless).
Pada plasenta yang menutupi ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada
bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu
mendekati atau mulai persalinan (Panjaitan, 2011).
Perdarahan pertama biasanya sedikit dan cenderung
lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi
pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada usia
kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan
ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan
tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas
dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian,
sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa (Panjaitan, 2011).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari
trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih
sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta
yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-buli dan ke rektum
bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada
uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang
rapuh mudah robek karena kurangnya elemen otot yang terdapat di sana. Kedua
kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada
plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan
sempurna (retention placentae), atau setelah uri lepas (Panjaitan, 2011).
2.1.5
Gambaran Klinis Plasenta Previa
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar
melalui vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir
trimester kedua ke atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan
berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas
setelah beberapa waktu kemudian, jadi berulang. Pada setiap pengulangan terjadi
perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir. Pada plasenta letak
rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan; perdarahan bisa
sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahan bisa berlangsung
sampai pascapersalinan. Perdarahan bisa juga bertambah disebabkan serviks dan
segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami
robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan
tangan misalnya pada retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta.
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering
ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin
tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa
nyeri dan perut tidak tegang (Chalik,
2010).
Menurut Manuaba
(2001), gejala umum pada ibu dengan plasenta previa adalah perdarahan tanpa rasa
sakit, terjadi pada saat pembentukan segmen bawah rahim (SBR) sehingga terdapat
pergeseran atau dinding rahim dengan plasenta yang menimbulkan perdarahan, dan
bentuk perdarahan yang terjadi adalah sedikit tanpa menimbulkan gejala klinik atau
banyak disertai gejala klinik ibu dan janin.
Menurut Manuaba
(2001), gejala klinik yang terjadi pada ibu tergantung pada keadaan umum serta
jumlah darah yang hilang (darah yang keluar sedikit demi sedikit atau dalam jumlah besar
dalam waktu singkat). Kemudian pada ibu terjadi gejala kardiovaskuler seperti nadi
meningkat dan tekanan darah turun, anemia disertai bagian ujung dingin serta perdarahan
banyak dapat menimbulkan syok sampai kematian.
Selain gejala yang timbul
pada ibu, Manuaba
(2001) menjelaskan bahwa pada janin juga terdapat gejala klinik, yaitu: bagian terendah belum
masuk pintu atas panggul (PAP) atau terdapat kelainan letak, adanya asfiksia
intrauterin sampai kematian janin karena perdarahan mengganggu sirkulasi
retroplasenter.
2.1.6
Etiologis Plasenta Previa
Penyebab pasti mengapa plasenta dapat berimplantasi pada tempat yang
abnormal yaitu pada segmen-bawah uterus belum dapat dipastikan secara jelas
oleh para ahli. Walaupun demikian para ahli telah menghubungkan faktor-faktor
berisiko dengan peningkatan pada kejadian plasenta previa. Menurut Manuaba (2001), sebab-sebab terjadinya
plasenta previa dapat disebabkan
karena gangguan kesuburan endometrium sehingga perlu perluasan
implantasi. Keadaan ini
terjadi pada ibu dengan multiparitas dengan jarak hamil pendek, ibu yang beberapa
kali menjalani seksio sesarea, ibu dengan riwayat dilatasi dan kuretase, ibu
dengan gizi rendah, dan ibu dengan usia hamil pertama di atas 35 tahun. Selain
itu adanya pelebaran implantasi plasenta pada kehamilan ganda juga dapat menjadi faktor penyebab
kejadian plasenta previa karena pada kehamilan ganda memerlukan
perluasan plasenta untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena endometrium
kurang subur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar