Pembelajaran Diri (Self Learning)
Self
Learning (Pembelajaran diri)
terdiri atas dua kata, yakni pembelajaran dan diri. Tidak ada kesuksesan tanpa
pembelajaran. Tidak pernah ada pembelajaran jika tidak ada tujuan yang ingin
dicapai. Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar mulai dari ia
lahir hingga akhir hayat. Baik belajar secara formal maupun secara informal
didalam lembaga pendidikan maupun di dalam kehidupan. Belajar bukan hanya suatu
kebutuhan melainkan keharusan bagi manusia dan untuk manusia itu sendiri agar
bisa berkembang dan memaknai kehidupan. Belajar untuk menerima perubahan,
tantangan, dan peluang. Belajar selalu ingin tahu untuk peningkatan
pengetahuan. Manusia dapat memanfaatkan pengalaman hidup yang diserap inderanya
untuk belajar dan menjadikannya kesempatan untuk berkembang.
Banyak
orang percaya bahwa kecerdasan bersifat tetap dan merupakan bawaan dari lahir.
Namun, penelitian-penelitian di bidang neurosains
menyatakan bahwa kapasitas otak dapat dikembangkan. Hal ini juga sesuai
dengan pendapat Carol S. Dweck seorang profesor psikologi dari Stanford
University. Menurut Dweck, ada dua jenis mindset, yaitu mindset tetap
(fixed mindset) dan mindset berkembang (growth mindset).
Orang dengan mindset tetap (fixed mindset) selalu mempercayai
bahwa kecerdasan adalah bawaan dari lahir dan bersifat menurun. Sedangkan orang
dengan mindset berkembang (growth mindset) mempercayai bahwa
kecerdasan dapat dikembangkan dan berubah melalui perlakuan dan pengalaman. [1]
Mindset
terdiri
atas dua kata: mind dan set. “Mind”
berarti seat of thought and memory; the center of consciousness that
generates thoughts, feelings, ideas, and perceptions, and stores knowledge and
memories.
Sumber
pikiran dan memori yaitu pusat kesadaran yang menghasilkan pikiran, perasaan,
ide, dan persepsi, dan menyimpan pengetahuan dan memori. “Set” berarti a
preference for or increased ability in a particular activity, yaitu
mendahulukan peningkatan kemampuan dalam suatu kegiatan.
Dengan
demikian Mindset adalah beliefs that
affect somebody’s attitude; a set of beliefs a man a way of thinking that
determine somebody’s behavior and outlook. Kepercayaan-kepercayaan yang
mempengaruhi sikap seseorang, sekumpulan kepercayaan atau suatu cara berpikir
yang menentukan perilaku, pandangan, sikap, dan masa depan seseorang.[2]
Menurut Sigit B. Darmawan, mindset adalah
inti dari self learning (pembelajaran diri). Inilah yang menentukan
bagaimana memandang sebuah potensi, kecerdasan, tantangan dan peluang sebagai
sebuah proses yang harus diupayakan dengan ketekunan, kerja keras, dan usaha
untuk tercapainya tujuan.[3]
Dengan
demikian, untuk mengubah mindset, langkah pertama yang diperlukan adalah
mengubah belief atau sekumpulan belief dahulu. Piaget, bapak
psikologi perkembangan kognisi, menjelang akhir hayatnya menyadari bahwa “ hanya
berfokus pada kemampuan berpikir logis saja tidak cukup, sistem kepercayaan (belief
system) memainkan peranan yang sama penting atau bahkan bisa lebih penting
daripada kemampuan berpikir logis membentuk mindset seseorang”.
Menurut
Dweck didalam buku terbarunya, Mindset: The New Psycology of Success,
yang telah diterjemahkan pula dalam bahasa Indonesia, di dunia ini terdapat dua
macam mindset:
1. Growth
mindset (mindset berkembang)
Mindset berkembang
(growth mindset) ini didasarkan pada kepercayaan bahwa kualitas-kualitas
dasar seseorang adalah hal-hal yang dapat diolah melalui upaya-upaya tertentu.
Meskipun manusia mungkin berbeda dalam segala hal, dalam bakat dan kemampuan
awal, minat, atau temperamen setiap orang dapat berubah dan berkembang melalui
perlakuan dan pengalaman. Ciri-ciri dari orang dengan mindset berkembang
(growth mindset) adalah sebagai berikut: 1) memiliki keyakinan bahwa
intelegensi, bakat, dan sifat bukan merupakan fungsi hereditas/keturunan; 2)
menerima tantangan dan bersungguh-sungguh menjalankannya; 3) tetap berpandangan
ke depan dari kegagalan; 4) berpandangan positif terhadap usaha; 5) belajar
dari kritik; 6) menemukan pelajaran dan mendapatkan inspirasi dari kesuksesan
orang lain.
2. Fixed
mindset (mindset tetap)
Mindset tetap
(Fixed mindset) ini didasarkan pada kepercayaan bahwa kualitas-kualitas
seseorang sudah ditetapkan. Jika seseorang memiliki sejumlah inteligensi
tertentu, kepribadian tertentu, dan karakter moral tertentu. Ciri-ciri dari
orang dengan mindset tetap (fixed mindset) adalah sebagai berikut:
a. memiliki
keyakinan bahwa inteligensi, bakat, sifat adalah sebagai fungsi
hereditas/keturunan.
b. menghindari
adanya tantangan
c. mudah menyerah
d. menganggap
usaha tidak ada gunanya
e. mengabaikan kritik
f. merasa terancam
dengan kesuksesan orang lain
Berdasarkan ciri–ciri dari growth
mindset dan fixed mindset tersebut diatas, maka keduanya dapat
dibedakan melalui:
a. keyakinan
(belief) terhadap intelegensi, bakat dan sifat
b. pengambilan resiko terhadap tantangan
c. pensikapan
terhadap halangan dan rintangan
d. usaha yang dilakukan
e. penerimaan
terhadap kritik dan saran
f. kemauan
menemukan pelajaran dan inspirasi dari pengalaman
orang lain. [4]
Konsep
pembelajaran diri (self learning)
yang paling penting adalah motivasi diri. Abraham Maslow menguraikan elemen
motivasi bahwa kebutuhan motivasi seseorang dapat disusun dengan cara
hierarki. Intinya, bahwa jika satu
tingkat kebutuhan dipenuhi, tingkat tersebut tidak memotivasi lagi.[5]
Richard L. Draft, seorang pakar manajemen
mengatakan bahwa, “ an individual’s
personality is the set of characteristics that underlie a relatively stable
pattern of behavior in response to ideas, objects, or people in the
environment.[6]
Kepribadian seorang individu adalah himpunan
karakteristik yang mendasari pola perilaku yang relatif stabil dalam menanggapi
ide, obyek, atau orang-orang di lingkungan. Memahami kepribadian dapat membantu
pimpinan memprediksi bagaimana seseorang bertindak dalam situasi tertentu.
Veithzal Rivai dan Dedy Mulyadi
mendefinisikan bahwa “pembelajaran sebagai perubahan yang relatif permanen dari
perilaku yang terjadi sebagai hasil pengalaman. Pembelajaran disini berarti adanya sesuatu perubahan, jika tidak
ada perubahan berarti belum ada pembelajaran”. [7]
Apabila dikaitkan dengan psikologi pendidikan
, maka pandangan ini terkait pada pandangan Albert Bandura mengenai teori
pembelajaran sosial (social learning
theory) bahwa,“ that people can learn
by bserving the actions and consequences of others”. Dikatakan bahwa orang
dapat belajar dengan mengamati tindakan dan konsekuensi orang lain. Dalam teori
pembelajaran sosial (social learning
theory), Bandura menekankan observasi, modeling dan penguatan yang dialami
orang lain (viacariousre informcement). Seiring
waktu, penjelasan Bandura tentang pembelajaran memasukkan lebih banyak
perhatian dan faktor-faktor kognitif seperti ekspektasi dan keyakinan selain
pengaruh sosial para model/panutan. Perspektif mutakhirnya disebut teori
kognitif sosial (social cognitive theory).
Dengan dasar teori belajar kognitif ini sebagai salah satu dasar untuk dapat
memahami konsep pembelajaran diri (self
learning). [8]
Pendapat lain mengenai self learning, menurut
Anita Woolfolk adalah,
“Environmental events, personal factors, and
behaviors are seen as interacting in the process of learning. Personal factor
(beliefs, expections, attitudes, and knowledge), the physical and social
environment (resources, consequences of actions, choices, and verbal
statements) all influence and are influenced by each other.[9]
Peristiwa dilingkungan, faktor-faktor personal, dan
perilaku dilihat saling berinteraksi dalam proses belajar. Faktor-faktor
personal (keyakinan, ekspektasi, sikap, dan pengetahuan) , lingkungan fisik dan
sosial (sumber daya, konsekuensi tindakan, orang lain dan setting fisik)
semuanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi.
[1] C. S. Dweck, Mindset:
The New Psychology of Success, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006), h. 35.
[3]Sigit B. Darmawan, “Mindset: Inti
Pembelajaran Diri”, http://esbedewordpress.com
/2009/07/29/pertumbuhan-diri/, diakses: tgl 23 Maret 2014
[4] Op.cit.....C. S.
Dweck
[6] Richard L. Draft, Management, Eight Edition, (Thomson South-Western, 2008),
p.363-364
[7]Veithzal Rivai dan Dedy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi,
(Jakarta, Rajawali Pers, 2000), h. 235
[8] Bandura, A, Social Cognitive Theory : An agentic perspective, (Anuual Review
of Psychology, 2001), p. 1-26
[9] Anita Woolfolk, Education Psychology, Teent Edition, (Pearson, 2007), p.330
Tidak ada komentar:
Posting Komentar