1. Kepemimpinan Efektif (Leadership
Efektivity)
Keadilan
yang efektif adalah keadilan yang mampu menggerakkan orang lain ke dalam suatu
arah yang betul-betul paling diinginkan.
Pembahasan
efektivitas pada dasarnya membahas tentang visi dan arah. Efektivitas ada
hubungannya dengan memfokuskan energi organisasi ke suatu arah tertentu. Namun,
apabila membahas mengenai efisiensi, maka pembahasannya adalah sistem dan
prosedur - cara pekerjaan dilakukan.[1]
Menurut
James L. Gibson et.al.,
"The term effectiveness derives from the term
effect and we use the term in the context of cause-and-effect relationship."[2]
Istilah
efektivitas berasal dari pengaruh hubungan dan kita menggunakannya pada konteks
hubungan sebab-akibat.
Maksud
dari pemahaman di atas, istilah efektivitas berasal dari adanya pengaruh
hubungan. Pengaruh hubungan yang dimaksud adalah adanya hubungan sebab-akibat.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hubungan tersebut, misalnya faktor
motivasi seseorang, kemampuan, keterampilan, pengetahuan, sikap, dan tingkat
stress yang dapat menyebabkan efektivitas pada masing-masing individu.
Menurut
George B. Northcraft dan Margaret A. Neale,
“Effectiveness is ability of an organization to
accomplish an important goal, purpose, or mission.,J (Efektivitas adalah kemampuan
sebuah organisasi untuk mencapai sasaran yang penting, tujuan, ataupun misi.).[3]
Dengan demikian, maka dengan adanya efektivitas, maka
organisasi dapat berusaha keras menyatukan talenta masing-masing individu di
dalam organisasi. Hal tersebut bertujuan untuk meraih tujuan yang kemungkinan
dapat dicapai oleh masing-masing individu dalam organisasi sesuai dengan
sasaran, tujuan, ataupun misi yang ingin dicapai oleh organisasi.
Menurut Heiriz Weihrich dan Harold Koontz,
Efektivitas dalam pencapaian tujuan itu
dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas kinerja organisasi. Pencapaian
tujuan tersebut dapat diawali dengan perencanaan yang terstruktur dan matang.
Perencanaan tersebut memerlukan adanya seorang pemimpin yang dapat merencanakan
sasaran, tujuan, serta visi yang ingin dicapai.
Menurut Angelo Kinicki dan Brian Williams,
'Effectiveness is the organization's ends, the goals.'[5] (Efektivitas adalah sasaran akhir
dari suatu tujuan organisasi).
Maksud efektivitas sebagai suatu sasaran
akhir dari suatu organisasi adalah di dalam membuat keputusan haruslah
dilaksanakan dengan sukses. Pencapaian efektif tersebut berdasarkan pada
sasaran dan tujuan organisasi.
Selain itu, pembahasan efektivitas
diungkapkan pula oleh James A.F. Stoner dan R.
Edward
Freeman,
"Effectiveness is ability to determine appropriate
objectives: 'doing the right things"[6]
(Efektivitas adalah kemampuan untuk menentukan tujuan yang sesuai: 'melakukan
hal-hal yang benar').
Dengan melakukan hal-hal yang benar, maka
efektivitas di dalam menentukan tujuan yang sesuai pun akan berhasil. Hal
tersebut haruslah dilakukan sejajar dengan langkah-langkah memilih tujuan dan
bagaimana mencapainya.
Dengan demikian, berdasarkan uraian mengenai
efektivitas tersebut, dapat disimpulkan bahwa efektivitas memiliki pemahaman
yang berbeda sesuai dengan penelitian dan teori yang diambil. Oleh
karena itu, efektivitas
merupakan suatu kembang dari organisasi dalam mencapai sasaran, tujuan, visi, dari
organisasi
David
T. Kyle mengatakan:
Leadership moves people in a direction tahat is geunely
in their rel long-term best interests[7].
Artinya
keadilan yang efektif adalah menggerakkan seseorang atau sekelompok orang
kepada tujuan-tujuan yang umumnya ditempuh dengan cara-cara yang tidak memaksa.
Selain
itu Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif bagi sebuah organisasi perlu
mengenali dan memahami visi organisasi yang dipimpin. Visi organisasi
selanjutnya diturunkan menjadi visi keadilan.
Tanpa
adanya efektivitas keadilan maka seorang pemimpin tak lebih dari sekedar simbol
yang tiada arti, keadilannya adalah sia- sia. Menentukan gaya keadilan adalah
masalah kedua, sebab tanpa adanya visi organisasi dan visi sang pemimpin gaya
apapun yang digunakan tidak akan memberi kontribusi yang
berarti.
Edward
Sallis Mengatakan:
Leadership is the essential ingredients in TQM, leaders
must have the vision and be able to translate it into clear policies and
specific goals[8]
Sebagai
alat dalam menerapkan manajemen mutu terpadu, seorang pemimpin harus mempunyai
visi dan dapat menyampaikannya dalam kebijakan-kebijakan yang jelas bagi tujuan
khusus organisasi.
Berbagai
pemikiran menegaskan bahwa efektivitas keadilan tidak tercipta dengan
sendirinya, perlu beberapa kondisi yang mengantarkan seorang pemimpin ke arah
efektivitas itu. Hughes dkk menyebutkan ada tiga kondisi yang dapat mewarnai keadilan
itu. Yaitu: pimpinan (leader), bawahan (follower), dan keadaan (situation)[9]
Faktor
penting lainnya yang menentukan efektif tidaknya keadilan adalah peran serta
dari anggota organisasi tersebut atau para bawahan dan keadaan. Peran serta
menjadi faktor penting yang menentukan keadilan. Sehebat apapun seorang
pemimpin tanpa peran serta anggotanya tidak akan ada artinya.
Selain
itu, situasi/keadaan juga akan menentukan efektif tidaknya seorang pimpinan.
Dalam mengelola Institusi, pimpinan memiliki peran yang sangat besar. Pimpinan
merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan menuju Institusi dan
pendidikan secara luas. Sebagai pengelola institusi satuan pendidikan, pimpinan
dituntut untuk selalu meningkatkan efektifitas kinerjanya. Untuk mencapai mutu Institusi
yang efektif, pimpinan
dan seluruh stakeholders harus bahu membahu kerjasama dengan penuh kekompakan
dalam segala hal.
Oleh
karenanya, modal pimpinan yang utama adalah perlunya pimpinan memiliki
pengetahuan keadilan baik perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan
suatu program Institusi dan pendidikan secara luas. Selain itu pimpinan harus
menunjukkan sikap kepedulian, semangat bekerja, disiplin tinggi, keteladanan
dan hubungan manusiawi dalam rangka perwujudan iklim kerja yang sejuk dan
kondusif.
Keadilan
pimpinan yang efektif mampu memberdayakan tenaga kependidikan untuk
melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif. Pimpinan
dapat menjelaskan tugas dan pekerjaannya sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan, mampu membangun hubungan yang harmonis dengan pegawai, masyarakat
dalam rangka mewujudkan tujuan Institusi.
Wayne
menjelaskan bahwa ada keseluruhan situasi yang dapat mempengaruhi efektivitas keadilan,
yaitu: keadaan-keadaan internal, keadaan-keadaan eksternal, dan pihak luar yang
lebih luas.[10] Semua
keadaan-keadaan yang mengitari sorang pimpinan harus semaksimal mungkin
mendapat perhatian, agar keadaan-keadaan tersebut dapat mendukung seorang
pimpinan menjadi efektif dan tidak lagi menjadi penghalang bagi pencapaian
tujuan organisasi.
Sallis menjelaskan ada beberapa peranan utama Pimpinan yang
Efektif dalam mengembangkan dan mengelola intitusi pendidikan yang efektif,
diantaranya : memiliki visi yang jelas mengenai mutu terpadu bagi
organisasinya; memiliki keadilan yang jelas terhadap perbaikan mutu;
mengkomunikasikan pesan mutu; menjamin bahan kebutuhan pelanggan menjadi pusat
kebijakan dan pekerjaan organisasi; memimpin mengembangkan staf; bersikap
hati-hati untuk tidak menyerahkan orang lain ketika masalah muncul tanpa
melihat bukti karena banyak problem muncul dari kebijakan lembaga dan bukan
dari kesalahan staf; mengarahkan inovasi dalam organisasi;
menjamin bahwa kejelasan struktur organisasi menegaskan tanggung jawab dan
memberikan pendelegasian yang cocok dan maksimal; memiliki sikap teguh untuk
mengeluarkan penyimpangan dari budaya irganisasi; membangun kelompok kerja
aktif; dan membangun mekanisme yang sesuai untuk memntau atau mengevaluasi
keberhasilan.[11]
Seorang pemimpin adalah seseorang yang unik
dan tidak diwariskan secara otomatis tetapi seorang pemimpin haruslah memiliki
karekteristik tertentu yang timbul pada situasi -situasi yang berbeda
Menurut John. R. Schermer Horn, Jr
Leading and being a manager are not one and
the samething. To be a manager means to act effectively in the comprehensive
sense of planning,organizing, leading and controlling. Leadership success is a
necessary but not suffcient condition for managerial success. A good manager is
always a good leader, but a good leader is not necesserily a good manager. [12]
Dalam
kehidupan berorganisasi, pemimpin memegang peranan yang sangat penting bahkan
sangat menentukan dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin
dalam melakukan aktivitasnya memerlukan sekelompok orang lain yang disebut
bawahan. Merekalah yang dikendalikan, dipengaruhi dan digerakkan agar mau
bekerja secara efektif dan efesien sesuai dengan keinginan pemimpin. Selain
bawahan, pemimpin juga membutuhkan sarana dan pra sarana dalam rangka
memperlancar tugasnya sebagai pemimpin. Pemimpin juga dituntut untuk membina
hubungan baik dan menyenangkan dengan bawahan dalam usaha mencapai tujuan
organisasi.
Menurut
Gayla Hodges keadilan effektif:
Becoming a naturally effective leader does not depend upon
your ability to emulate the behaviors and attitudes of the “great leaders” you
read about in books. Becoming a naturally effective leader simply requires you
to stop trying to be someone else or some combination of other people.[13]
Menjadi seorang pemimpin alami yang efektif tidak tergantung pada kemampuan untuk meniru perilaku dan sikap dari "pemimpin besar" tetapi bisa melalui membaca referensi-referensi tentang keadilan. Menjadi seorang pemimpin alami yang efektif hanya mengharuskan Anda untuk berhenti mencoba menjadi orang lain atau beberapa kombinasi dari orang lain. Tentunya pemimpin efektif mulai dengan menjadi diri sendiri.
Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa keadilan adalah suatu aktivitas yang
dilakukan oleh seorang pemimpin untuk mengkoordinasikan segala kegiatan serta
memberi arahan kepada individu atau kelompok kerja dalam rangka mencapai tujuan
tertentu secara efektif dan efisien.
Siagian
(2003) menyebutkan tentang pimpinan yang efektif “leader are born” bahwa
seorang hanya akan menjadi pemimpin yang efektif karena dia dilahirkan dengan
bakat-bakat keadilannnya.[14]
Siagian (2003) juga mengungkapkan ciri-ciri pemimpin yang
efektif antara lain; (1) adanya rasa tanggung-jawab, (2) semangat, (3) kemauan
keras, (4) mengambil resiko, (5) orisinalitas, (6) kepercayaan diri, (7) kapasitas
untuk menangani tekanan, (8) kapasitas untuk mempengaruhi, (9) kapasitas untuk
mengkoordinasi upayaupaya orang lain dalam pencapaian tujuan.
Grand theory variabel
efektifitas keadilan dalam penelitian ini adalah dikembangkan berdasarkan
pemikiran Wirawan (2003). Bahwa efektifitas keadilan merupakan kemampuan
pemimpin dalam menggerakan, mempengaruhi dan memberi motivasi dalam suatu
organisasi sehingga tujuan dapat tercapai dengan tepat waktu.[15]
Keadilan
dalam suatu organisasi memegang peranan yang sangat penting dan vital.
Vitalitas keadilan dalam suatu organisasi terkait dengan 8(delapan) fungsi keadilan.
sebagaimana disebutkan oleh Wirawan di atas. Berdasarkan grand theory ini, maka
analisa variabel efektivitas keadilan dalam penelitian ini adalah berdasarkan
indikator-indikator hasil pengembangan dari 8 (delapan) dimensi
yang terkait dengan fungsi keadilan tersebut.
Kotter
mengemukakan bahwa keadilan yang efektif adalah keadilan yang mampu
menghasilkan kegiatan dalam kerangka kepentingan jangka panjang terbaik dari
kelompok.[16] Berdasarkan
pendapat di atas, terlihat bahwa efektifitas keadilan adalah suatu keberhasilan
pemimpin menggerakkan seluruh sumber daya yang dimiliki, terutama sumber daya
manusia yang dapat dimobilisasi dalam rangka tercapainya tujuan jangka panjang
yang sudah ditetapkan. Bagaimana keadilan yang efektif ini dapat dicapai? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut berbagai teori dapat menjelaskannya. Teori
dimaksud secara umum dapat dikategorikan dalam tiga
jenis yaitu : traist theory, behavioral theories, dan teori kontingensi.
Locke
1991 berpendapat bahwa seorang pemimpin yang efektif dapat menyebabkan
pengikutnya secara tidak sadar dengan kemampuan dirinya berkorban demi
organisasi.[17]
Definisi
yang lebih baik dari pemimpin efektif mengerjakan dengan menghargai bawahannya
dengan kemampuan diri mereka dalam mencapai visi yang telah dan bekerja untuk
mewujudkannya. Terdapat diformulasikan beberapa hal bagaimana pemimpin
memotivasi bawahan yaitu:
1.
Meyakinkan bawahan
bahwa visi organisasi (dan peran bawahan dalam hal ini) penting dan dapat
dicapai.
2.
Menantang bawahan
dengan tujuan, proyek, tugas, dan tanggung jawab dengan memperhitungkan
perasaan diri bawahan akan sukses, prestasi, dan kecakapan.
3.
Memberikan
penghargaan kepada bawahan yang berkinerja baik dengan penghargaan, uang, dan
promosi.
Yukl
(1989) menyatakan dalam pendekatan sifatnya apakah skills berhubungan
dengan pemimpin yang efektif? Technical skill, conceptual skill, dan interpersonal
skill diperlukan pada peran keadilan.[18]
Keadilan
efektif adalah ketrampilan managerial dalam pelaksanaan kerja bersama. Seorang
pemimpin diharapkan memiliki kecakapan teknis maupun managerial yang
profesional. Kecakapan teknis sesuai dengan bidangnya, sedangkan kecakapan
managerial menuntut perannya dalam memimpin orang lain.
Pemimpin yang efektif
merupakan orang-orang dengan motivasi tinggi dalam memimpin dan mengendalikan
organisasi, para pemimpin yang efektif dengan sukarela akan berusaha mencapai
sasaran dan target yang tinggi dengan menetapkan standar-standar prestasi yang
tinggi bagi mereka sendiri. Pemimpin efektif mempunyai sifat energik, menykai
segala sesuatu yang sifatnya menantang dan menykai permasalahan-permasalahan
sulit dan tidak terpecahkan yang muncul di lingkungan organisasi. Seorang
pemimpin efektif akan berusaha mengubah keinginan seseorang untuk melakukan
sesuatu hal dengan menunjukkan arah yang harus ditempuh dan membina anggota
kelompok kearah penyelesaian hasil pekerjaan kelompok.
Didalam suatu organisasi terdapat dua
pengaruh yang timbul dari hubungan antara pimpinan dan anggota organisasi,
maksudnya terdapat interaksi dan reaksi timbal balik dari orang-orang yang ada
dalam suatu organisasi. Seorang pemimpin mempunyai misi atau tujuan yang ingin
dicapainya, pemimpin akan berusaha menter jemahkan misi tersebut dengan
mendorong para pengikutnya hingga mencapai tingkat prestasi yang cukup
memuaskan (misi organisasi). Efektif jika dikaitakan dengan keadilan
(leadership) berkaitan dengan hal-hal apa yang harus dilakukan (what are the things
to be accomplished), sedang efisien dikaitkan dengan manajemen, yang mengukur
bagaimana sesuatu dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya (how can certain things
be best accomplished).
Kepeminpinan
efektif berkaitan dengan masalah pimpinan dalam meningkatkan kesempatan untuk
mengadakan pertemuan secara efektif dengan para Dosen dalam situasi kondusif.
Perilaku pimpinan harus dapat
mendorong
kinerja para Dosen dengan menunjukkan rasa bersahabat, dekat dan penuh pertimbangan
terhadap Dosen, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Perilaku
pemimpin yang positif dapat mendorong kelompok dalam mengarahkan dan memotivasi
individu untuk bekerjasama dalam kelompok dalam rangka mencapai tujuan Institusi.
Tugas
utama yang diemban oleh seorang pimpinan Poltekes Jakarta 3 adalah memimpin jalannya
proses Perkuliahan di Kampus menuju pencapaian hasil belajar yang maksimal.
Sebagai pemimpin pembelajaran, Ketua Program studi dan Ketua Jurusan
dilingkungan Poltekes Jakarta 3 bertanggung jawab atas prestasi atau hasil
belajar mahamahasiswa di Institusi yang dipimpinnya. Dalam kajian mengenai Keadilan
yang efektif, tanggung jawab langsung untuk memajukan dan meningkatkan
pembelajaran di Poltekes Jakarta 3 adalah pimpinan dalam hal ini Direktur,
Ketua Jurusan bahkan Ketua Program studi.
Tujuh
langkah keadilan pembelajaran yang efektif menurut Elaine K. McEwan (2002)[19]
dengan mengembangkan konsep keadilan pembelajaran yang lebih operasional dengan
tujuh langkah keadilan pembelajaran lengkap dengan indikatornya seperti berikut
ini.
1. Menetapkan tujuan
pembelajaran dengan jelas
a.
Melibatkan Dosen-Dosen
dalam mengebangkan dan menerapkan tujuan dan sasaran pembelajaran Institusi.
b.
Mengacu kurikulum
yang telah ditetapkan oleh pemerintah/system pendidikan dalam mengembangkan
program pembelajaran.
c.
Memastikan aktivitas Institusi
dan kelas konsisten dengan tujuan pembelajaran.
d.
Mengevaluasi kemajuan
pencapaian tujuan pembelajaran
2. Menjadi Nara
sumber bagi staf
a.
Bekerjasama dengan Dosen
untuk untuk memperbaiki program pembelajaran di dalam kelas sesuai dengan
kebutuhan mahasiswa
b.
Membuat program
pengembangan pembelajaran yang didasarkan atas hasil penelitian dan praktik
yang baik
c.
Menerapkan prosedur
formatif yang baik dalam mengevaluasi programpembelajaran
3. Menciptakan Budaya dan iklim Institusi yang
kondusif bagi pembelajaran
a.
Menciptakan
kelas-kelas inklusif yang memberi kesan bahwa di dalamnya semua mahasiswa boleh
belajar
b.
Menyediakan waktu
yang lebih panjang untuk belajar (dalam kelas tersebut) bagi mahasiswa-mahasiswa
yang membutuhkannya
c.
Mendorong agar Dosen
berperilaku positif dalam kelas sehingga membuat iklim pembelajaran baik dan
tertib dalam kelas
d.
Menyampaikan
pesan-pesan kepada mahasiswa dengan berbagai cara bahwa mereka bisa sukses
e.
Membuat kebijakan
yang berkaitan dengan kemajuan belajar mahasiswa (pekerjaan rumah, penilaian,
pemantauan kemajuan belajar, remediasi, laporan hasil belajar,
kenaikan/tinggal)
Pertama,
Menetapkan sasaran prestasi mahasiswa yang akan dikomunikasikan secara langsung
kepada mahasiswa, Dosen dan orang tua.
Kedua, Menetapkan
aturan yang jelas mengenai waktu penggunaan kelas untuk pembelajaran dan
monitor waktu efektif penggunaannya.
Ketiga,
Menetapkan, laksanakan, dan evaluasi prosedur dan aturan untuk menangani dan
menegakkan masalah-masalah disiplin bersama dengan Dosen dan mahasiswa
(sebagaimana mestinya).
4. Mengkomunikasikan visi dan misi Institusi ke staf
a.
Melakukan komunikasi
dua arah secara sistimatis dengan staff tentang tujuan dan sasaran lembaga (Institusi).
b.
Menetapkan,
mendukung, dan melaksanakan aktivitas yang mengkomunikasikan kepada mahasiswa
tentang nilai dan arti belajar
c.
Mengembangkan dan
gunakan saluran-saluran komunikasi dengan orang tua untuk menyampaikan
tujuan-tujuan Institusi yang telah ditetapkan
5. Mengkondisikan
staf untuk mencapai cita-cita profesional tinggi.
a.
Melibatkan diri Anda
mengajar secara langsung di kelas
b.
Membantu Dosen-Dosen
dalam mengupayakan dan mencapai keinginan profesionalnya yang brtkaitan dengan
pembelajaran Institusi dan pantau apakah keinginannya itu terwujud
c.
Melakukan observasi
terhadap semua kelas secara teratur, baik secara informal atau formal
d.
Melibatkan diri Anda
dalam persiapan observasi kelas
e.
Melibatkan diri Anda
dalam rapat-rapat yang membahas hasil observasi terutama yang menyangkut
perbaikan pembelajarani.
f.
Melakukan evaluasi
yang mendalam, bertanggungjawab mengarahkan,dan memberi rekomendasi bagi
pengembangan pribadi dan, profesi sesuai dengan kebutuhan individu
6. Mengembangkan
kemampuan profesional Dosen
a.
Membuat jadwal,
rencana, atau fasilitasi berbagai rapat (perencanaan, pemecahan masalah,
pengambilan keputusan, atau pelatihan dalam jabatan)Dosen yang membicarakan
isu-isu pembelajaran.
b.
Memberi kesempatan Dosen
untuk mengikuti pelatihan tentang kolaborasi, membuat keputusan bersama,
coaching, mentoring, pengembangan kurikulum, dan presentasi
c.
Memberi motivasi dan
suberdaya pada Dosen untuk berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan
profesional
7. Bersikap positif
terhadap mahasiswa, staf, dan orang tua.
a.
Melayani mahasiswa
dan berkomunikasilah dengan mereka mengenai berbagai aspek kehidupan Institusi
mereka
b.
Berkomunikasi dengan
dengan semua staff dilakukan secara terbuka dengan menghormati perbedaan
pendapat yang ada
c.
Menunjukan perhatian
terhadap masalah-masalah mahasiswa, Dosen, dan staf dan libatkan diri dalam
pemecahan masalah mereka seperlunya
d.
Menunjukkan kemampuan
hubungan interpersonal dengan semua pihak
e.
Selalu menjaga moral
yang baik
f.
Selalu tanggap
terhadap apa yang menjadi perhatian staf, mahasiswa, dan orang tua
Mengakui/memuji keberhasilan/kemampuan orang lain.
[1] Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku
Organisasi. Edisi Kedua, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), p 147
[2] James L. Gibson, et al.,
Organizations Behavior Structure Processes. RwelfthEdition, (New York:
McGraw.-Hill.2006), p.15.
[7]
David T. Kyle, The Four Powers Of
Leadership: Presence Intention Wisdom Compassion, Health Comunication Inc.
[8] Edward Sallis, Total Quality
Management in Education, (London: Kogan Page Educational Management Series,
1993), hlm. 86.
[9] Richard L. Hughes, Robert C. Ginnet,
& Gordon J. Curphy, Leadership: Enhancing The Lesson of Experience
(Singapore: Mc Graw-Hill Book, 1999), p. 26.
[10] Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel, Educational
Administration: Theory, Research, and Practice (New York: Random House, 1978),
p 198.
[11] Edmund R. Gray and Larry
R. Smeltzer, Management: The Competitive Adge (Singapore: Macmillan, 1990), pp.
272-473
[12]
Schermerhorn, John R, Management, Wiley, 2012
[14]
Siagian,
Sondang P. 2003. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta.
[15]
Wirawan.
2008. Budaya Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
[16]
Kotter, John P. 1988. The Leadership Factor. New York: Free Press
[17]
Locke,
Edwin A, Shelley Kirkpatrick, Jill K. Wheeler, Jodi Schneider, Kathryn Niles,
Harold Goldstein, Kurt Welsh, Dong-Ok Chah (1991), The Essence of
Leadership, The Four Keys to Leading Successfully, Lexington Books, New
York.
[18] Yukl, Gary A (1989), Leadership
in Organizations, 2nd editon, Englewood Cliffs, Prentice-Hall.
[19] Mc Ewan, 7 Steps to
Effective Instructional Leadership Thousand Oaks, California: Corwin Press,
2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar