Keadilan
Organisasi (Organizational Justice)
Dalam
berbagai kepustakaan konsep keadilan bersumber dari terjemahan fairness,
justice dan equity. Fairness dimaknai dengan keadilan yang lebih umum sifatnya,
dalam artian pembahasan fairness banyak digunakan ketika membahas keadilan
dalam masyarakat dalam aspek politik, ekonomi, hukum dan lain-lain. Hal yang sama
juga terlihat dalam konsep justice, misalnya tulisan Morris Grinsberg dalam
bukunya Keadilan Dalam Masyarakat.[1] Sementara itu,
konsep equity banyak digunakan dalam berbagai buku manajemen, selalu dikaitkan
dengan keadilan (kadang-kadang diteijemahkan keseimbangan) dalam pekerjaan,
yang menerangkan keseimbangan input dan output yang dialami oleh karyawan dalam
organisasinya. Dengan terminologi seperti itu, dalam disertasi ini banyak
menggunakan equity sebagai terjemahan dari keadilan, meskipun tidaklah
dimaksudkan bahwa keadilan hanya dirujuk dari equity akan tetapi juga dari
fairness dan justice.Berharap atas
keadilan dalam organisasi adalah suatu hal yang wajar didambakan setiap
karyawan, karena karyawan bukanlah bekerja dalarn kondisi yang vakum.[2] Adil tidaknya perlakukan yang diterima karyawan dalam
pekerjaannya akan mempengaruhi perilaku kerjanya, artinya semakin mereka merasa
diperlakukan adil tentu saja kinerja tugasnya akan baik, akan tetapi jika
sebaliknya yang dihadapi tentu saja kinerja tugasnya akan buruk.
Melakukan keadilan dalam organisasi adalah
tanggungjawab pimpinan, sebabnya mengelola karyawan dengan adil pada prinsipnya
adalah menyeimbangkan kewajiban manajemen dengan karyawan, dalam kepustakaan lain dikemukakan bahwa
prinsip dasar dalam manajemen sumber daya manusia adalah keadilan."
Menurut Rawls,
untuk memahami
teori keadilan haruslah membedahnya melalui pendekatan dikhotomi keadilan
"normatif dan positif. Teori keadilan normatif dibangun dengan mengacu
pada model perilaku manusia yang lebih menekankan pada proses, sedangkan
keadilan positif lebih mengarah pada keadilan distribusi secara fisik khususnya
pendistribusian ekonomi dalam masyarakat.[3]
Keadilan
adalah keseimbangan diantara masukan-masukan yang disumbangkan oleh individu
dalam pekerjaannya dan hasil-hasil yang dia terima.[5]
Masukan-masukan karyawan antara lain termasuk : pengalaman,
pendidikan, kemampuan spesifik, usaha, dan waktu bekerja. Sedangkan hasil-hasil
antara lain termasuk : upah, manfaat-manfaat, prestasi, penghargaan, dan
ganjaran lainnya. Implementasi keadilan dapat dilihat dari dua format yaitu
keadilan internal dan keadilan eksternal. Keadilan internal merujuk pada
perasaan kewajaran struktur pembayaran
dalam organisasi. Keadilan eksternal merujuk pada perasaan kewajaran rasio pembayaran antara yang satu dengan yang lain dibayar
sama dalam melaksanakan tipe pekerjaan yang sama.[6] Terminologi keadilan secara tidak langsung
menyatakan bahwa karyawan akan sama-sama memiliki perasaan menyenangkan atau
pertandingan yang sebanding dengan karyawan yang lain yang memiliki cara dan
hasil yang sama.[7] Dimensi keadilan
selain internal dan eksternal, juga dapat dilihat dari dua kategori lainya
yakni keadilan distributif dan keadilan prosedural. Keadilan distributif adalah
perbandingan antara hasil yang diperoleh seorang karyawan dengan hasil yang
diperoleh orang lain, dan situasi yang dihadapi seorang karyawan dibandingkan
dengan situasi yang dihadapi oleh orang lain.
Sedangkan
keadilan prosedural adalah keadilan mengenai keseluruhan proses yang digunakan untuk menentukan
hasil akhir, dan keterbukaan menentukan hasil akhir. Keadilan prosedural tercermin
melalui : (I) informasi yang digunakan dalam pengambilan Keputusan adalah informasi yang tepat
dan akurat; (2, Dasar pengambilan keputusan dijelaskan sejelas-jelasnya; (3) Semua pihak yang terlibat secara hukum diberikan
kesempatan untuk memberikan masukan dalam pengambilan
keputusan; (4, Pihak yang lemah dijaga dari kemungkinan tindakan sewenang-wenang pihak yang lebih kuat; (5)
Semua pihak yang terlibat memiliki akses terbuka dan kesempatan yang sama
terhadap sistem tersebut; (6) Sistem yang digunakan relatif stabil dan
konsisten; Dalam bagian tersebut dijelaskan secara
rinci keadilan distributif dan keadilan prosedural (7) Sistem tersebut haruslah cukup prosedural dan responsif
terhadap perubahan kondisi dan situasi tertentu.
Keadilan selalu berhubungan erat dengan persepsi tentang
kompensasi. Jika tujuan pertama organisasi adalah memampukan karyawan untuk
berprestasi, maka karyawan harus menerima penawaran kompensasi yang adil dan
seimbang. Dalam hal ini keadilan memberi perhatian pada keadilan menurut aturan
dasar atau kebenaran. Teori Pertukaran Homans memperkirakan bahwa perasaan
hebat karyawan atas keadilan yang mempertukarkan keseimbangan.[8]
Konsep-konsep tentang kejujuran dan keseimbangan
(keseimbangan dari dalam) adalah pusat dari teori keadilan. Ide dasarnya teori
ini antara lain adalah : karyawan mempertimbangkan inputnya (usaha) kemudian
hasil-hasilnya (ganjaran), selanjutnya karyawan akan membandingkan rasio usaha
dengan hasilnya dengan usaha dan hasil orang lain.[9]
Keadilan
adalah perasaan keseimbangan ganjaran dengan hasil; bayaran yang sebanding
dengan prestasi; suatu keseimbangan pujian dan kritik orang tua dengan persepsi
tentang perilaku anak-anaknya dibandingkan dengan ganjaran dan perilaku dari
saudara atau kakaknya. Keadilan dalam organisasi tentunya akan mempengaruhi
semangat kerja. Adil tidaknya bayaran yang diterima akan oleh diterima dibandingkan dengan demikian, dalam prosesnya sering
membawa perpecahan sebab terdapat penilaian yang subjektif tentang berbagai
input-input; beberapa kecenderungan input-input dinilai berlebihan dan sebagian
lagi justru dinilai terlalu rendah.[10]
Teori keadilan pada hakikatnya adalah bahwa karyawan
membandingkan usaha dan imbalan mereka dengan usaha dan imbalan yang diterima
oleh orang lain dalam situasi yang sama. Terdapat empat terminologi penting
dalam teori ini yaitu :
Orang, individu yang
merasa diperlakukan secara adil atau tidak adil; (2) Perbandingan dengan orang
lain,
setiap kelompok atau individu yang digunakan sebagai perbandingan mengenai
rasio dari input dan output; (3)
Masukan, karakteristik
individual yang dibawa bersamaan olehnya ke tempat kerjanya "yang dapat
dicapai" misalnya : keterampilan, pengalaman belajar, dan lain-lain atau
"yang alami" misalnya : umur, jenis kelamin, suku dan lain-lain; dan
(4) Keluaran,
Sesuatu yang diterima oleh orang dari pekerjaannya, misalnya : upah, tunjangan,
penghargaan, dan lain-lain.[11]
Teori keadilan menasehatkan bahwa karyawan termotivasi untuk
memperkecil jarak diantara usaha yang diberikan dengan jumlah ganjaran yang
mereka terima.[12]
Menurut teori keadilan proses perbandingan yang dilakukan
terhadap dua faktor yaitu
input-input, atau
kontribusi-kontribusi yang disumbangkan karyawan terhadap organisasi; dan hasil-hasil, atau setiap ganjaran-ganjaran yang
diterima karyawan dari
organisasi.[13]
b. Teori Keadilan
Teori
keadilan merinci pada kondisi-kondisi yang melandasi seorang pekerja akan
merasa fair dan masuk akalnya manfaat dan insentif yang diperoleh seseorang
dalam pekerjaannya.[14] Jadi teori
keadilan menganjurkan bahwa faktor-faktor penentu individu apakah mereka
merasakan kesetaraan yang menyenangkan ketika mereka membandingkan rasio
masukan/hasil mereka dengan masukan/hasil yang diterima oleh karyawan lainnya.[15]
Teori
keadilan yang dikembangkan oleh Adam[16] merupakan
pengembangan dari teori proses perbandingan
sosial. Komponen utama dari teori ini adalah
: input, hasil, orang
bandingan, dan keadilan dan ketidakadilan. Dalam hal ini
input adalah sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung
pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, keterampilan, banyaknya usaha
yang dibutuhkan dalam pekerjaannya, lamanya bekerja, dan peralatan atau
perlengkapan pribadi yang digunakan melakukan pekerjaannya. Sedangkan yang
dimaksud dengan masukan adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang
pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti : bayaran/gaji, keuntungan
sampingan, simbol status, penghargaan, dan kesempatan untuk berhasil atau
ekspresi diri.
Sementara itu teori keadilan didefinisikan sebagai suatu
model dari motivasi yang menjelaskan bagaimana para karyawan menemukan
kewajaran dan keadilan dalam perubahan sosial atau dalam hubungan memberi dan
menerima.[17]
Adapun dasar model teori keadilan ini
adalah seperti terlihat dalam gambar berikut.
Dalam hubungannya dengan keadilan karyawan biasanya
melakukan evaluasi mendasar tentang dua hal yaitu : (1) apa yang sudah saya
berikan kepada organisasi ? masukan-masukan termasuk di dalamnya usaha,
pengalaman, pendidikan, keterampilan dan pelatihan; (2) Apa yang akan saya
terima terutama dibandingkan dengan hasil-hasil dinikmati pekerja lainnya yang
menghasilkan pekerjaan yang sama dalam organisasi.[18]
Keadilan akan tercapai jika karyawan merasa bahwa rasio
dari usaha mereka terhadap perolehan sama dengan rasio dan perolehan yang
diterima oleh orang lain.[19] Dalam praktek hal ini sulit dilakukan dan cenderung masih
banyak terjadi ketidak adilan dimana rasio usaha dengan perolehan seseorang
mungkin dapat lebih besar atau lebih kecil daripada rasio dan perolehan orang
lain, meskipun sesungguhnya situasi kerjanya sama dan sebanding.
[1]
Edward E. Zajac,Political
Economy of Fairness.
[2]
Cinthia D. Fisher, Lylc F.
Schoenfeldt & James B. Shaw, Human Resource Management (Boston : Houghton Mifflin
Company, 1993), h. 462.
[4] Luis R.
Gomez-Meijia, David B. Balkin, & Robert L. Cardy. Managing Huniesi Resourgsc
(New Jersey ) Prentice-Hall, Inc., 2001), h. 325.
[5] Cvnthia D.
Fisher, Lyle F. Schoenfeldt & James B. Shaw. Human Resouum Managstoent
(Boston : Hougton Mifflin Company, 1993) h. 524
[6]
Gomez-Meijia; Balkin & Cardy, loc. cit.
[7]
Higgins. op. cit-, h. 520
[8]
Edwin B. flippo,Personel Management (New York : McGraw-Hill Book Company. 1984)
h 285
[9]
Joha M. Ivancevich; Peter Lorenzi & Stepen J. Skiner , Management : Quality
and Competitiveness (Chicago: Richard D. Irvin, 1977) h. 323-324
[10] Milton L. Rock, Hand
Book of Wage and Salary Administration
(New York : McGraw-Hill Book company, 1972), h.
[16] John
B. Miner & Vincent P. Luchsinger,
Introduction to Management (Ohio : Charles E. Merrill
Publishing Company, 1985), h. 125.
[18] Johxi A. Pearce II & Richard
B. Robinson. Jr.. Management (New York : McGraw-Hill Book
Company 1989), h. 468.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar