PEMBERDAYAAN DAN PENGORGANISASIAN MASYARAKAT
Dr. Safrudin, SKM,
M.Kes.
A. PENDAHULUAN
Pemberdayaan masyarakat adalah proses
pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan
sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Pemberdayaan
masyarakat hanya bisa terjadi apabila masyarakat itu sendiri ikut pula
berpartisipasi.
Suatu
usaha hanya berhasil dinilai sebagai "pemberdayaan masyarakat"
apabila kelompok komunitas atau masyarakat tersebut menjadi agen pembangunan atau dikenal juga sebagai subjek. Disini subjek
merupakan motor penggerak, dan bukan penerima manfaat atau objek saja.
Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya mengembangkan kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan,
perilaku, kemampuan, kesadaran serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan
kebijakan, program, kegiatan dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah
dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.
Pengorganisasian masyarakat adalah pengembangan yang mengutamakan pembangunan
kesadaran kritis dan penggalian potensi pengetahuan lokal masyarakat. Pengorganisasian masyarakat mengutamakan pengembangan masyarakat berdasarkan
dialog atau musyawarah yang demokratis. Pengorganisasian masyarakat juga
memaklumi arti penting pembangunan sarana-sarana fisik yang dapat
menunjang kemajuan masyarakat, namun titik tekan pembangunan itu ialah pengembangan kesadaran masyarakat
sehingga mampu mengelola potensi sumberdaya mereka.
Secara umum,
metode yang dipergunakan dalam
pengorganisasian masyarakat adalah penumbuhan kesadaran
kritis, partisipasi aktif, pendidikan berkelanjutan, pembentukan dan penguatan pengorganisasian masyarakat. Semua
itu bertujuan untuk melakukan
transformasi sistem sosial yang dipandang menghisap masyarakat dan menindas
(represif). Tujuan pokok pengorganisasian masyarakat adalah membentuk suatu tatanan masyarakat yang beradab dan
berperikemanusiaan (civil society) yang menjunjung
tinggi nilai-nilai demokratis, adil, terbuka, berkesejahteraan ekonomis, politik
dan budaya.
Pengembangan masyarakat adalah pengembangan yang lebih mengutamakan
sifat fisik masyarakat. Pengembangan masyarakat mengutamakan pembangunan dan perbaikan atau pembuatan sarana-sarana sosial ekonomi masyarakat. Misalnya; pelatihan
mengenai gizi, penyuluhan KB, bantuan hibah, bantuan sekolah
dan sebagainya. Dengan demikian, peningkatan pengetahuan, keterampilan dan penggalian potensi-potensi sosial ekonomi yang ada lebih diutamakan untuk mensukseskan target yang telah ditetapkan oleh pihak luar.
B. TUJUAN DARI PEMBERDAYAAN DAN PENGORGANISASIAN MASYARAKAT
Memberdayakan kapasitas dan
daya tawar masyarakat (komunitas). Pemikiran
ini bermuara pada prinsip demokrasi, yang menegaskan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, atau suatu proses
dari, oleh dan untuk rakyat. Secara mendasar
pengorganisasian diarahkan untuk meningkatkan kesadaran kritis masyarakat dan disisi lain
mempersiapkan basis sosial bagi
tatanan dan situasi yang baru dan lebih baik yang ingin diciptakan.
Tujuan
pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat terutama
dari kemiskinan dan keterbelakangan/ kesenjangan/ ketidakberdayaan.
Kemiskinan
dapat dilihat dari indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang belum mencukupi/layak.
Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan, pakaian, papan, kesehatan, pendidikan,
dan transportasi. Sedangkan keterbelakangan, misalnya produktivitas yang
rendah, sumberdaya manusia yang lemah, terbatasnya akses pada tanah padahal
ketergantungan pada sektor pertanian masih sangat kuat, melemahnya pasar-pasar
lokal/tradisional karena dipergunakan untuk memasok kebutuhan perdagangan
internasional. Dengan perkataan lain masalah keterbelakangan menyangkut
struktural (kebijakan) dan kultural (Sunyoto Usman, 2004).
Bagaimana
strategi atau kegiatan yang dapat diupayakan untuk mencapai tujuan pemberdayaan
masyarakat ?.
Ada beberapa
strategi yang dapat menjadi pertimbangan untuk dipilih dan kemudian diterapkan
dalam pemberdayaan masyarakat.
Strategi 1 : Menciptakan
iklim, memperkuat daya, dan melindungi.
Dalam upaya
memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu ;
Pertama, menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling).
Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap
masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Kedua, memperkuat
potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka
pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan,
dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi
seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan berupa
pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar fisik,
seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas
pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling
bawah, serta ketersediaan lembagalembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di
perdesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat kurang.
Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena
program-program umum yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan
masyarakat ini.
Pemberdayaan
bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga
pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern, seperti kerja keras,
hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya
pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan
pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di
dalamnya. Yang terpenting disini adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam
proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Oleh
karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan,
pembudayaan, pengamalan demokrasi.
Ketiga, memberdayakan
mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang
lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi
yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat
mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak
berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan
mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta
eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat 4
masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity).
Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha
sendiri (yang hasilnya dapat dipertikarkan dengan pihak lain). Dengan demikian
tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun
kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara
berkesinambungan.
Strategi 2 :
Program Pembangunan Pedesaan.
Pemerintah di Negara-negara berkembang
termasuk Indonesia telah mencanangkan berbagai macam program pedesaan, yaitu
(1) pembangunan pertanian, (2) industrialisasi pedesaan, (3) pembangunan
masyarakat desa terpadu, dan (4) strategi pusat pertumbuhan ( Sunyoto Usman,
2004). Penjelasan macam-macam program sebagai berikut:
Program
pembangunan pertanian, merupakan program untuk meningkatkan output dan
pendapatan para petani. Juga untuk menjawab keterbatasan pangan di pedesaan,
bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar industri kecil dan kerumahtanggaan, serta
untuk memenuhi kebutuhan ekspor produk pertanian bagi negara maju. Program
industrialisasi pedesaan, tujuan utamanya untuk mengembangkan industri kecil
dan kerajinan. Pengembangan industrialisasi pedesaan merupakan alternative
menjawab persoalan semakin sempitnya rata-rata pemilikan dan penguasaan lahan
dan lapangan kerja dipedesaan. Program pembangunan masyarakat terpadu, tujuan
utamanya untuk meningkatkan produktivitas, memperbaiki kualitas hidup penduduk
dan memperkuat kemandirian. Ada enam unsur dalam pembangunan masyarakat
terpadu, yaitu: pembangunan pertanian dengan padat karya, memperluas kesempatan
kerja, intensifikasi tenaga kerja dengan industri kecil, mandiri dan
meningkatkan partisipasi dalam pengambilan keputusan, mengembangkan perkotaan
yang dapat mendukung pembangunan pedesaan, membangun kelembagaan yang dapat
melakukan koordinasi proyek multisektor. Selanjutnya program strategi pusat
pertumbuhan, merupakan alternatif untuk menentukan jarak ideal antara pedesaan
dengan kota, sehingga kota benar-benar berfungsi sebagai pasar atau saluran
distribusi hasil produksi. Cara yang ditempuh adalah membangun pasar di dekat
desa. Pasar ini difungsikan sebagai pusat penampungan hasil produksi desa, dan
pusat informasi tentang hal-hal berkaitan dengan kehendak konsumen dan
kemampuan 5 produsen. Pusat pertumbuhan diupayakan agar secara social tetap
dekat dengan desa, tetapi secara eknomi mempunyai fungsi dan sifat-sifat
seperti kota. Senada dengan program pembangunan pedesaan, J. Nasikun (dalam
Jefta Leibo, 1995), mengajukan strategi yang meliputi :
a.
Startegi pembangunan gotong royong
Dalam strategi gotong royong, melihat
masyarakat sebagai sistem sosial. Artinya masyarakat terdiri dari atas
bagian-bagian yang saling kerjasama untuk mewujudkan tujuan bersama. Gotong
royong dipercaya bahwa perubahan-perubahan masyarakat, dapat diwujudkan melalui
partisipasi luas dari segenap komponen dalam masyarakat. Prosedur dalam gotong
royong bersifat demokratis, dilakukan diatas kekuatan sendiri dan kesukarelaan.
b.
Strategi pembangunan Teknikal – Profesional
Strategi
pembangunan Teknikal – Profesional, dalam memecahkan berbagai masalah kelompok
masyarakat dengan cara mengembangkan norma, peranan, prosedur baru untuk
menghadapi situasi baru yang selalu berubah. Dalam strategi ini peranan agen –
agen pembaharuan sangat penting. Peran yang dilakukan agen pembaharuan terutama
dalam menentukan program pembangunan, menyediakan pelayanan yang diperlukan,
dan menentukan tindakan yang diperlukan dalam merealisasikan program
pembangunan tersebut. Agen pembaharuan merupakan kelompok kerja yang terdiri
atas beberapa warga masyarakat yang terpilih dan dipercaya untuk menemukan cara
–cara yang lebih kreatif sehingga hambatan –hambatan dalam pelaksanaan program
pembangunan dapat diminimalisir.
c.
Strategi Konflik
Strategi Konflik, melihat dalam
kehidupan masyarakat dikuasasi oleh segelintir orang atau sejumlah kecil
kelompok kepentingan tertentu. Oleh karena itu, strategi ini menganjurkan
perlunya mengorganisir lapisan penduduk miskin untuk menyalurkan permintaan
mereka atas sumber daya dan atas perlakuan yang lebih adil dan lebih
demokratis. Strategi konflik menaruh tekanan perhatian pada perubahan
oraganisasi dan peraturan (struktur) melalui distribusi kekuasaan, sumber daya
dan keputusan masyarakat.
d.
Strategi pembelotan kultural
Strategi pembelotan kultural, menekankan
pada perubahan tingkat subyektif individual, mulai dari perubahan nilai-nilai
pribadi menuju gaya hidup baru yang manusiawi. Yaitu gaya hidup cinta kasih
terhadap sesama dan partisipasi penuh komunitas orang lain.
Dalam bahasa Pancasila adalah humanis-relegius. Strategi ini merupakan reaksi
(pembelotan) terhadap kehidupan masyarakat modern industrial yang betrkembang
berlawanan dengan pengembangan potensi kemanusiaan.
Permendagri RI Nomor 7 Tahhun 2007
tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat,dalam konsiderannya menyatakan bahwa
dalam rangka penumbuhkembangan, penggerakan prakarsa dan partisipasi masyarakat
serta swadaya gotong royong dalam pembangunan di desa dan kalurahan perlu
dibentuk Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
Kader Pemberdayaan Masyarakat merupakan mitra Pemerintahan Desa dan Kelurahan
yang diperlukan keberadaan dan peranannya dalam pemberdayaan masyarakat dan
pembangunan partisipatif di Desa dan Kelurahan. Adapun peran Kader Pemberdayaan
Masyarakat (KPM) intinya adalah mempercepat perubahan (enabler), perantara
(mediator), pendidik (educator), perencana (planer), advokasi (advocation), aktivis
(activist) dan pelaksana teknis (technisi roles) (lihat Pasal 10 Permendagri RI
No.7 Tahan 2007).
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
Permendagri tersebut, tampaknya dalam strategi pemberdayaan masyarakat dapat
dinyatakan sejalan dengan Strategi pembangunan Teknikal – Profesional.
C.
TUGAS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pemberdayaan
masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen: pemerintah, perguruan tinggi,
lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor, aktoraktor
masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri. Birokrasi
pemerintah tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak keunggulan dan
kekuatan yang luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya: mempunyai dana, aparat
yang banyak, kewenangan untuk membuat kerangka legal, kebijakan untuk pemberian
layanan publik, dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa berlangsung lebih kuat,
komprehensif dan berkelanjutan bila berbagai unsur tersebut membangun kemitraan
dan jaringan yang didasarkan pada prinsip saling percaya dan menghormati
(Sutoro Eko, 2002).
Dalam hal pada
setiap desa telah terbentuk KPM, maka kemitraan KPM dan pemerintahan desa perlu
didorong untuk bersama-sama melakukan pemberdayaan masyarakat. Ketika kemitraan
mampu mendorong percepatan kemapanan ekonomi masyarakat, berfungsi secara efektif
pemerintahan desa (sistem politik lokal), keteladanan pemimpim (elit lokal),
dan partisipasi aktif masyarakat (lihat Kutut Suwondo, 2005), maka kemampuan
dan kemandirian masyarakat dalam pembangunan akan dapat terwujud.
D. PRINSIP-PRINSIP PENGORGANISASIAN MASYARAKAT
Dari definisi
dan pengertian pengorganisasian masyarakat,
agar tujuannya dapat terwujud dan tidak keluar dari kerangka
kerja pengorganisasian masyarakat maka ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:
1.
Keberpihakan
Pengorganisasian
masyarakat harus menitikberatkan pada lapisan bawah yang selama ini selalu dipinggirkan, sehingga
yang menjadi basis pengorganisasian adalah masyarakat kelas bawah, tanpa mempunyai prioritas keberpihakan terhadap masyarakat kelas bawah seringkali
pengorganisasian yang dilakukan terjebak pada kepentingan kelas menengah dan elit dalam masyarakat.
2.
Pendekatan holistik
Pengorganisasian masyarakat harus melihat permasalahan yang
ada dalam masyarakat secara utuh dan tidak sepotong-sepotong, misalnya;
hanya melihat aspek ekonomi
saja, tetapi harusdilihat dari berbagai aspek sehingga pengorganisasian yang dilaksanakan untuk
mengatasi berbagai aspek dalam masyarakat.
3.
Pemberdayaan
Muara dari pengorganisasian masyarakat adalah agar masyarakat berdaya dalam
menghadapi pihak-pihak di luar komunitas (pelaku pembangunan lain; pemerintah, swasta atau lingkungan lain pasar, politik,
dsb), yang pada akhirnya posisi tawar masyarakat meningkat dalam
ber hubungan dengan pemerintah dan swasta.
4.
HAM
Kerja-kerja pengorganisasian masyarakat tidak boleh bertentangan dengan HAM.
5.
Kemandirian
Pelaksanaan
pengorganisasian masyarakat harus
ditumpukan pada potensi yang ada
dalam masyarakat, sehingga penggalian keswadayaan masyarakat mutlak diperlukan. Dengan demikian apabila
ada faktor luar yang akan terlibat lebih
merupakan stimulan yang akan mempercepat proses perubahan yang dikehendaki. Apabila hal kemandirian tidak bisa diwujudkan, makaketergantungan terhadap faktor luar dalam proses pengorganisasian masyarakat menjadi signifikan. Kemandirian menjadi sangat penting karena perubahan dalam masyarakat hanya bisa terjadi dari masyarakat
itu sendiri.
6.
Berkelanjutan
Pengorganisasian
masyarakat harus dilaksanakan secara sistematis dan masif, apabila tujuannya adalah untuk
meningkatkan posisi tawar masyarakat, oleh sebab itulah dalam melaksanakan pengorganisasian
masyarakat harus mampu memunculkan kader-kader masyarakat dan pengorganisasi lokal, karena merekalah yang akan terus mengembangkan
pengorganisasian yang sudah jalan sehingga kegiatan
ini terjamin keberlanjutannya.
7.
Partisipatif
Salah satu budaya yang dilahirkan oleh Orde Baru adalah ‘budaya bisu’ dimana
masyarakat hanya dijadikan alat untuk legitimasi dari kepentingan kelompok dan elit.
Kondisi semacam ini tercermin dari kegiatan pengerahan masyarakat untuk mencapai kepentingan-kepentingan sesaat, oleh sebab itulah dalam pengorganisasian masyarakat harus diupayakan keterlibatan semua pihak terutama masyarakat kelas bawah. Partisipasi yang diharapkan adalah partisipasi
aktif dari anggota sehingga akan melahirkan perasaan memiliki dari organisasi yang akan dibangun.
8.
Keterbukaan
Sejak
awal dalam pengorganisasian masyarakat harus diupayakan keterbukaan dari semua
pihak, sehingga bisa dihindari intrik dan provokasi yang akan merusak tatanan yang telah dibangun.
Pengalaman yang ada justru persoalanketerbukaan inilah yang banyak
menyebabkan perpecahan dan pembusukan dalam organisasi masyarakat yang telah dibangun.
9.
Tanpa kekerasan
Kekerasan yang
dilakukan akan menimbulkan kekerasan yang lain dan pada akhirnya menjurus pada anarkhisme, sehingga diupayakan dalam
berbagai hal dalam pengorganisasian masyarakat harus mampu menghindari bentuk-bentuk kekerasan baik fisik maupun psikologi
dengan demikian proses yang dilakukan bisa
menarik simpati dan dukungan dari berbagai kalangan dalam melakukan perubahan
yang akan dilaksanakan.
10.
Praxis
Proses
pengorganisasian masyarakat harus
dilakukan dalam lingkaran Aksi- Refleksi-Aksi
secara terus menerus, sehingga semakin
lama kegiatan yang dilaksanakan akan
mengalami peningkatan baik secara kuantitas dan terutama kualitas, karena proses yang dijalankan akan belajar
dari pengalaman yang telah
dilakukan dan berupaya
untuk selalu memperbaikinya.
11.
Kesetaraan
Budaya yang sangat menghambat perubahan masyarakat adalah tinggalan budaya feodal. Oleh sebab itu pembongkaran budaya
semacam ini bisa dimulai dengan
kesetaraan semua pihak, sehingga tidak ada yang merasa lebih tinggi (superior)
dan merasa lebih rendah (inferior), dengan demikian juga merupakan pendidikan bagi kalangan kelas bawah
untuk bisa memandang secara sama kepada
kelompok-kelompok lain yang ada dalam masyarakat, terutama dalam berhubungan dengan pemerintah dan swasta.
E. LANGKAH-LANGKAH PENGORGANISASIAN MASYARAKAT
Adapun tindak lanjut yang dimaksud meliputi tahapan langkah-langkah pengorganisasian masyarat yang terdiri dari:
1. Langkah integrasi, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh organisator dengan meleburkan dirinya
dalam masyarakat sehingga
diterima masyarakat dan memahami kondisi
masyarakat.
2. Riset sosial, yaitu dengan mempelajari lebih mendalam
situasi sosio-kultural, historis dan masalah yang ada di masyarakat.
3. Program
tentatif, yaitu menyusun serangkaian kegiatan yang dapat mendorong masyarakat sehingga
masyarakat dapat berperan
secara efektif dalam
melakukan aktivitas penanganan masalah.
4. Aktivitas
pemberdayaan, yaitu dengan membangun kesadaran melalui motivasi dan nilai-nilai moralitas.
5. Pertemuan dan Role Playing,
yang melakukan pembahasan secara formal sehingga
terdapat legitimasi dari masyarakat
mengenai tindak lanjut pelaksanaan upaya yang akan dilakukan
dalam penanganan masalah.
Di samping itu, disiapkan pula
langkah-langkah tindak lanjutnya agar jelas bagi masyarakat untuk terlibat.
6. Pelaksanaan Aksi, yaitu melakukan kegiatan pengorgniasasian masayarakat dalam penanganan masalah. Dalam hal ini perlu diidentifikasi
jenis aksi, metode aksi, struktur
aksi, tujuan dan target aksi.
7. Evaluasi, yaitu
dengan melakukan kajian ulang mengenai proses maupun dari aktivitas
pengorganisasian masyarakat.
F. METODE DAN MEDIA PENGORGANISASIAN MASYARAKAT
Pentingnya
mengetahui metode dan media pengorganisasian masyarakat karena sarana yang akan
digunakan akan membuat langkah-langkah yang sudah disusun dapat berjalan dengan
efektif dan tepat sasaran. Di samping itu, dalam pengorganisasian masyarakat
adalah penting dalam upaya memenangkan dukungan dan pemikiran masyarakat.
Beberapa bentuk
metode dan media pengorganisasian masyarakat adalah sebagai berikut:
Diskusi, baik
yang bersifat formal maupun yang bersifat informal (privat). Diskusi formal
dilakukan secara terbuka dengan melibatkan seluas-luasnya anggota masyarakat
dari segala macam lapisan. Sedangkan diskusi informal (privat) adalah diskusi
yang melibatkan komunitas secara lebih spesifik
Pelatihan, yang
ditujukan pada anggota masyarakat yang nantinya akan mampu menjadi aktor utama
dalam pengorganisasian masyarakat.
Bentuk-bentuk
aksi juga dapat menjadi sarana pengorganisasian masyarakat
dimana suatu
aksi yang memberikan impresi yang positif di mata masyarakat juga memiliki
potensi untuk meningkatkan partisipasi dalam pengorganisasian tersebut.
Salah satu
sarana lainnya adalah sarana yang memiliki karakter penyebaran yang lebih luas
dan merata yaitu kampanye dan sosialisasi. Sarana ini dapat dilakukan dalam
berbagai cara yaitu dalam bentuk selebaran, radio komunitas, buletin/buku,
majalah/koran, video dan seni pertunjukan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Huraerah. 2011.
Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat, Model dan Strategi Pembangunan
Berbasis Kerakyatan. Bandung: Humaniora.
Adi, Isbandi Rukminto. 2003.
Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar Pada
Pemikiran dan Pendekatan Praktis) . Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.
Ife ,Jim.1995. Community
Development: Creating Community Alternatives, Vision, Analysis and Practice.
Australia: Longman.
J, Nasikun, 1995, Mencari Suatu
Strategi Pembangunan Masyarakat Desa Berparadigma Ganda, dalam Jefta Leibo,
Sosiologi Pedesaan, Yogyakarta : Andi Offset.
Komaruddin, 2018. Peran
Pendamping Desa Dalam Pemberdayaan Masyarakat. Skripsi. Pada Jurusan Pemikiran
Politik Islam Universitas Negeri Raden Intan Lampung: Tidak Diterbitkan.
Krisdayanti, Fenny F. 2016.
Hubungan Peran Pendamping dengan Partispasi Peserta dalam Pemberdayaan
Masyarakat. Laporan studi pustaka (405). Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Intitute Pertanian Bogor.
Kutut Suwondo, 2005, Civil
Society Di Aras Lokal: Perkembangan Hubungan Antara Rakyat dan Negara di
Pedesaan Jawa, Yogyakarta : Pustaka Pelajar & Percik.
Mardikanto, T. & Soebiato,
P. 2013. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik. rev.ed.
Bandung: Alfabeta
Noor, Munawar,2011. Pemberdayaan
Masyarakat. Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume I, No 2, Juli 2011.
Permendagri RI Nomor 7 Tahhun
2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat, Bandung : Fokus Media.
Prasojo, E. 2004. People and
Society Empowerment: Perspektif Membangun Partisipasi Publik. Jurnal Ilmiah
Administrasi Publik, 4(2): 10–24
Rahmawati, E & Kisworo, B.
2017. Peran Pendamping dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin melalui Program
Keluarga Harapan. Journal of Nonformal Education and Community Empowerment
Volume 1 (2): 161- 169, Desember 2017.
Saraswati. 1997. Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat Kecil dalam Tata Ruang Perkotaan. Yogyakarta: Bina Aksara.
Soekanto, Soerjono.1987.
Sosiologi Hukum dalam Masyarakat. Jakarta : Rajawali
Suharto, Edi. 2005. Membangun
Masyarakat Memberdayakan Masyarakat, Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan
Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. Munawar,2011
Sunyoto Usman,2004, Pembangunan
dan Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sutoro Eko, 2002, Pemberdayaan
Masyarakat Desa, Materi Diklat Pemberdayaan Masyarakat Desa, yang
diselenggarakan Badan Diklat Provinsi Kaltim, Samarinda, Desember 2002.
Thoha, Miftah.1997.Pembinaan
Organisasi (Proses Diagnosa dan Intervensi) Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Wiranto, T. 1999. Pokok-pokok Pikiran Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Daerah. Cisarua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar